Deskripsi: Hazel merasa dunia runtuh saat dia dipecat akibat fitnah dari rekan kerja dan baru saja mendapati kekasihnya berselingkuh. Dalam keputusasaan, dia pulang ke rumah dan menyerahkan segalanya pada orang tuanya, termasuk calon pasangan yang akan dijodohkan untuknya. Namun, saat keluarga dan calon suaminya tiba, Hazel terkejut—yang akan menjadi suaminya adalah mantan bos yang selama ini sangat dibencinya. Dihadapkan pada kenyataan yang tak terduga dan penuh rasa malu, Hazel harus menghadapi pria yang dianggapnya musuh dalam diam. Apakah ini takdir atau justru sebuah peluang baru? Temukan jawabannya dalam novel "Suamiku Mantan Bosku"😗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aping M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Hazel yang Bimbang
Ibu Mega mengambil tangan Hazel, memandangnya dengan penuh kasih. “Maka itu juga bukan akhir dari segalanya, Hazel. Terkadang, melepaskan adalah cara terbaik untuk menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tidak semua hubungan ditakdirkan untuk bertahan selamanya, dan itu tidak berarti kamu gagal. Itu hanya berarti ada sesuatu yang lebih baik menantimu di depan sana.”
“Tetapi, ibu hanya ingin kamu tetap berusaha atas apa yang sudah kamu kehendaki, bukankah ini adalah keinginanmu untuk menjodohkan kamu dengan pilihan kami orang tuamu Hazel? Dan Ibu rasa Lucas adalah pria yang tepat untuk ditakdirkan bersama denganmu” tambahnya.
Hazel menatap ibunya, merasa terharu dan bersyukur memiliki orang tua yang begitu bijaksana dan pengertian. Percakapan itu memberinya kekuatan dan perspektif baru tentang kehidupan dan cinta. Dia tahu, apapun keputusan yang akan diambilnya tentang hubungannya dengan Lucas, dia tidak sendirian. Dia memiliki dukungan dari keluarganya, dan lebih dari itu, dia telah belajar untuk percaya pada dirinya sendiri dan pada apa yang ditakdirkan untuknya.
“Bagaimana ini, apakah aku bisa sekuat Ibu? Aku bahkan sudah merasa ingin menyerah walaupun aku merasa pak Lucas memang jauh lebih terbuka dan baik padaku, tetapi tetap saja dia belum bisa membuka hatinya untukku apalagi meninggalkan Reina kekasihnya bahkan sudah berulangkali ia menggagalkan sendiri percintaan kami karena Reina selalu mengganggunya” ujar Hazel sambil menghela napas berat.
“Kami bahkan belum bisa memulai hubungan yang sebenarnya, dan sudah tiga minggu berlalu tanpa ada kemajuan dan selalu saja ada yang menghalanginya,” gumamnya, berbicara sendiri dengan nada frustrasi.
“Aduh, kenapa aku malah memikirkan hal-hal seperti ini? Sungguh konyol,” keluh Hazel, sambil mengetuk-ngetukkan jari ke kepala.
“Tapi, kali ini aku akan mencoba. Aku akan berusaha untuk pilihan yang sudah kubuat!” tekadnya, saat dia melangkah ke dapur untuk mengambil camilan.
“Berusaha apa?” tanya suara berat seorang pria yang khas, yaitu Lucas.
“Usaha?” Hazel menjadi lebih bingung dengan kehadiran tiba-tiba Lucas yang membuatnya terkejut.
“Ayo, kita pulang sekarang,” ajak Lucas dengan ekspresi yang datar.
“Kita perlu segera pulang karena kamu cukup berisiko di sini,” tambah Lucas sambil menarik lengan Hazel. Namun, Hazel segera menepis tangannya.
“Berisiko bagaimana maksudmu? Ini adalah rumahku, tidak ada yang berbahaya di sini,” protes Hazel memberontak.
“Bukan rumah ini yang berbahaya, tapi kamu,” ujar Lucas, sambil menunjuk ke dahi Hazel dengan jari.
“Aku? Berbahaya?” tanya Hazel dengan kebingungan.
Tanpa memberikan jawaban lebih lanjut, Lucas dengan cepat membawa Hazel keluar menuju pintu utama. Di sana, ia menemukan Ibu serta Ayah Hazel sedang bersantai. Tanpa banyak kata, Lucas mengucapkan salam perpisahan kepada kedua orang tua Hazel.
“Ayah, Ibu, saya mohon izin untuk membawa Hazel pulang. Terima kasih telah menjaganya selama saya bekerja” ujar Lucas dengan hormat, membungkuk sedikit sebagai tanda terima kasih.
Ibu Hazel, sebelum mereka berangkat, menjawab Lucas, "Terima kasih telah menjaga anak kami dengan baik, Lucas. Kami percaya padamu." Lucas tersenyum pada ibu Mega kemudian berpamitan untuk pulang.
“Ayo sayang, kita pulang” ujar Lucas tersenyum manis pada Hazel dan menggandeng tangan Hazel hingga membuat Wanita itu terdiam lantaran terkejut akan yang Lucas katakana padanya.
Sesampainya di dalam mobil, Hazel terus saja bicara tanpa henti, dirinya bertanya mengapa harus segera pulang, sedangkan di rumah baru bersama Lucas, mereka hanyalah seperti orang asing yang memiliki kegiatannya masing-masing.
Bahkan seringkali Hazel merasa bosan di dalam rumah seharian, sekalipun ada perbincangan diantara mereka, itu hanya seperlunya saja tidak lebih. Namun suarang keheningan berhenti Ketika suara bel pintu berbunyi.
Sesampai di mobil, Hazel memulai percakapan yang tak kunjung padam, menanyakan mengapa mereka harus segera pulang. Baginya, kehidupan di rumah baru bersama Lucas serasa tidak lebih dari sekedar berbagi ruang dengan seorang asing. Setiap hari terasa lebih sepi, komunikasi di antara mereka hanya terbatas pada ucapan-ucapan yang sangat formal dan singkat.
Kesepian itu kadang terasa begitu mendalam hingga saat Hazel menyandarkan tubuhnya di Sofa, suara bel rumah tiba-tiba berdering, memecahkan keheningan yang menyelimuti dirinya. Sedangkan Lucas sudah pergi masuk ke dalam kamarnya untuk segera mandi.
"Bi Sari, tolong bukakan pintu," perintah Hazel kepada asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh Lucas dari mansion utama mereka.
"Baik, Nyonya," sahut Bi Sari dengan cepat, dan segera menuju pintu.
Kejutan menanti Bi Sari saat ia membuka pintu. Seorang gadis cantik berdiri di ambang, keangkuhannya nyata dari cara ia mengangkat dagunya. "Oh, ini kan mantan kekasih Tuan Lucas, apa yang dia lakukan di sini?" gumam Bi Sari dalam hati.
"Non, Reina," sapa Bi Sari, terpaksa menahan rasa tidak sukanya.
Reina berjalan masuk dengan sikap angkuh, "Ck, bukannya menyambut, malah memandangi aku seperti itu. Aku tahu, aku memang cantik," katanya, melewati Bi Sari tanpa menunggu undangan.
Hazel, yang mendengar suara dari ruang tamu, bertanya, "Siapa yang datang, Bi?"
Reina, yang telah masuk tanpa diduga, segera menemukan Hazel dan bertanya dengan nada sinis, "Di mana Lucasku?" Dia meneliti Hazel dari atas ke bawah, matanya penuh penghinaan.
Hazel membalas tatapan Reina dengan ekspresi datar. "Kau bertanya padaku? Bukankah seharusnya kau menghubungi dia terlebih dahulu sebelum datang kesini?"
"Aku hanya ingin memberi kejutan padanya. Aku tahu Lucasku pasti merindukanku sekarang. Apa salahnya itu?" Reina menjawab dengan penuh keyakinan.
"Yang salah adalah kau masuk ke rumah orang tanpa izin," Hazel menegaskan dengan tegas.
Reina tertawa sinis, menggantungkan kata-katanya di udara seperti asap beracun. "Masuk ke rumah orang? Sayang sekali, Hazel, tapi rumah ini akan menjadi milikku. Aku hanya membiarkanmu tinggal sementara disini." ujarnya, meremehkan Hazel dengan nada mengejek.
Suaranya memecah keheningan, menggelegar di lorong yang sebelumnya sunyi. "Lucas, sayang, di mana kamu? Aku datang karena aku rindu padamu," teriaknya, suara yang menerobos telinga Hazel hingga terasa menyakitkan.
"Di mana kamarnya?" Reina bertanya dengan tajam.
"Tidak akan kuberitahu," jawab Hazel dengan ketegasan yang baru.
Reina mendekat, menatap Hazel dengan intensitas yang menantang. "Kau mulai berani, ya, padaku?"
"Jika itu yang kau inginkan, aku akan terus berteriak sampai Lucasku menemuiku," ancam Reina, mengumpulkan napas untuk berteriak lagi.
Namun, sebelum bisa melanjutkan, Lucas muncul dengan ekspresi kesal. "Cukup, Reina! Suaramu begitu bising, aku bahkan kesulitan memakai baju. Untuk apa kau datang ke sini? Dan bagaimana kau bisa tahu tentang rumah baru ini?"
Hazel, melihat interaksi itu, tersenyum tipis, lega karena Lucas tampaknya tidak menginginkan kehadiran Reina dan tidak membagikan informasi tentang rumah mereka.
Reina, mencoba mengadu domba, bertanya dengan nada memelas, "Sayang, kenapa kamu seperti ini padaku?"
"Reina, bukankah aku sudah bilang kita akan bertemu nanti malam?" balas Lucas, mencoba meredakan situasi.
Mendengar hal itu, Hazel merasakan amarah dan kecemburuan yang bergejolak di dalam dadanya. "Tidak, aku tidak akan membiarkan mereka berdua bertemu malam ini. Aku harus bertindak, seperti yang ibu lakukan untuk mendapatkan Ayah. Lagipula aku ini istri sahnya, Aku harus menggagalkannya. Lucas harus menjadi milikku," batin Hazel, tekadnya membara saat ia memperhatikan mereka.
Lucas, dengan nada yang lebih lembut dan Lelah agar Reina segera pergi, "Pulanglah, Reina. Aku sangat lelah hari ini."
"Baiklah, aku akan menunggumu nanti malam. Jangan sampai kau tidak datang," ancam Reina sebelum akhirnya pergi.
Lucas menutup pintu dengan lembut setelah Reina pergi, kemudian berbalik menghadap Hazel.
"Aku tidak tahu dia akan datang dan tahu tentang rumah ini." Ujar Lucas mencoba menjelaskan walaupun ekspresi wajahnya tetap sama seperti datar biasanya.
Hazel mengangguk, memberikan senyuman penuh pengertian. “Terima kasih sudah mengerti aku” kata Hazel, sedangkan Lucas hanya mendengarnya tanpa memberi respon apapun.