Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"tapi benner kan, btw dia memang ganteng loh" ucap Lia, sambil menarik selimut adiknya.
"Masih kecil, nggak boleh bahas begituan" ucap Mira.
"Kan nggak masalah Mir".
"Iya deh kak"
"Btw, tadi dia bayarin ongkosmu loh, kok bisa ya?"
"Karena dia ada uang, lagian besok aku ganti"
"Bukan karena dia banyak uang deh sepertinya, tapi kalau kakak liat sepertinya dia itu suka sama kamu"
"Tapi aku kan nggak"
"Ishhh, rugi tau kalau ngelepasin anak seperti dia"
"Rugi dimananya, perjalanan masih panjang"
"Iya nggak papa kan, perjalanan panjang itu di lalui berdua" goda Lia sambil cekikikan.
"Hahahha, kakak aja kalau gitu, biar besok aku sampaikan kepada Bayu, kalau kakak suka sama dia"
"Ehhh, kok gitu"
"Biarin"ucap Mira kembali menarik selimutnya sampai ke kepalanya.
"Miraaaaaaaaa" teriakkk Wati dari dapur.
"Ehhh ibu manggil tu kak" ucap Mira membuat selimut yang tadi menutupi wajahnya.
"Iya, pigi dah, dari pada nanti ibu ribut" ucap Lia
Mira pun langsung beranjak kearah sumber suara.
"Iya bu" ucap Mira
"Sebelum tidur kamu cuci dulu piring ini, sama sekalian dapur ini bersihin sampah sampah masukin ke dalam tempat sampah semua. Soalnya kalau besok pagi kau pasti nggak sempet, kan subuh subuh harus sudah ke sekolah" perintah Wati sambil menyindir Mira, dengan mengatakan subuh subuh harus sudah ke sekolah karena Mira selalu berangkat awal sekali ke SMP Unggulan Cempaka. Bukan tanpa alasan, Mira melakukan itu karena sekolahnya setiap hari masuk jam 7.00, dan di dalam angkot memakan waktunya 30 menit itupun kalau angkot langsung ada, kalau tidak waktunya harus terbuang lagi untuk menunggu angkot, makanya ia selalu berangkat pagi sekali agar tidak terlambat pergi ke sekolah.
Mira menatap jam dinding, sudah menunjukkan pukul 9 malam.
"Kenapa, kok diam saja?" ucap Wati
"Tidak bu, ini mau Mira kerjain"
"Emmm, bagus"
Wati pun meninggalkan Mira sendiri di dalam dapur.
"Biar kakak bantu" ucap Lia, yang sedari tadi ternyata berdiri di balik pintu mendengar percakapan wati dan Mira.
Satu persatu piring kotor itu mereka bawa ke sumur di belakang rumah. Mira dan Lia tidaklah terlahir dari keluarga kaya, semua masih serba manual, bahkan sumur pun masih berada di luar rumah.
Jika ingin mencuci piring atau pakaian bahkan mandi sekalipun, mereka akan mandi di luar. Untungnya kamar mandi ini sudah di beri atap dan juga pintu. Jadi aman dari pandangan orang lain.
"Kamu cuci saja piringnya, biar kakak yang nimba airnya" ucap Lia
"Ok kak"
Lia pun menimba air untuk membilas piring yang sudah kena cuci, dan Mira mencuci piring piring yang kotor. Nanti, untuk membilas dan menyusun ke rak piring mereka akan mengerjakannya berdua.
"Kak"
"Emmmm"
"Menurut kakak ibu pilih kasih nggak sih kak?"
"Pilih kasih bagaimana"
"Jam segini aku di suruh cuci piring, sedang kakak tidak"
"Ya kan kakak tetap bantu"
"Tapi setidaknya ibu suruh kakak juga"
"Ibu tahu, kalau yang di suruh cuman kakak, pasti kamu tidur nggak bantuin kakak. Kalau yang disuruh kamu, pasti kakak bantuin. Gitu. Kan ibu tau kakak rajin bantu bantu"
"Elehhh, puji diri terusssss"
"Biarin"
"Hehhhh"
"Eh, tapi si Bayu memang ganteng kan dek"
"Buat kakak aja kalau gitu, aku nggak mau"
"Hemmm, orang dianya sukanya sama kamu, kok jadi sama kakak"
"Mana tau, kakak mau, biar aku bilangin sama Bayu"
"Iya kali kakak mau sama yang lebih muda dari kakak"
"Kan nggak papa, yang penting anak orang kaya"
"Ishhhh"
"Hahhahah" Mira tertawa melihat wajah kesal kakaknya.
"Tapi kalau aku mati, ibu pasti senang kan kak, nggak ada lagi yang nyusahin ibu, suka minta uangnya buat ongkos, bayar buku, dan lain lain"
"Ihhh, kamu ini, pasti kerna airnya dingin ya jadi kalau ngomong suka ngelantur begitu"
"Hahahah, entahlah kak, suka mikir begitu"
"Nggk boleh mikir begitu, ibu tu sayang sama kita, cuman kan kamu tau sendiri bapak kita gimana. Malas kerja, kerjaannya ke warung kopi Mulu, kalau ngomong cakap besar, tapi pembuktian Nol besar. Jadinya ibu pusing, makanya sering marah marah"
"Hemmm, bisa jadi" ucap Mira.
"Sudah ini piring bersih kamu susunin, biar kakak yang bilas"
Mira pun menyusun piring ke rak piring.
"Brakkkkk" tanpa sengaja piring kaca yang Mira pegang terjatuh dari tangannya, yang membuat piring tersebut pecah dan serpihan kacanga tercecer kemana mana.
"Apa itu Mira" teriak Wati, yang membuat Lia berlari ke dalam rumah.
"Ini Bu, piring nggak sengaja terjatuh" ucap Mira ketakutan.
"Kamu ini, setiap di suruh nggak pernah becus. Kamu sengaja ya biar ibu nggak nyuruh kamu lagi, dasar anak pemalas, nggak tau diri. Kebutuhannya si paling banyak, tapi kerjaannya nggak ada. Nyesal ibu lahirin kamu. Kalau tau ibu ngelairin anak se\*an kek kamu, udah ibu gugurin sebelum kamu lahir, dasar anak an\*ing. Kalau kamu mati juga ibu nggak akan nangisin kamu" Wati sangat marah melihat Mira.
"Maaf Bu, Mira nggak sengaja" ucap Mira terbata bata.
"Kamu kira dengan minta maaf bisa balikin piring jadi utuh semula, kamu liat kan hidup kita susah, sekarang kamu pikir dari mana dapat uang buat beli piring lagi. Udah lah ayahmu kerjaannya ke warung kopi terus, kamu lagi anaknya bertingkah. Sekarang bersihin ini semua, jangan tidur sebelum seluruh rumah bersih dan piring piring bersih. Dan jangan sampai atau satu serpihan kaca pun di lantai, kalau ada awas kamu besok pagi" ancam Wati, lalu beranjak pergi menuju ruang tamu untuk menonton sinetron kesayangannya.
Mira hanya menunduk.
"Biar kakak bersihin, kamu lanjut saja menyusun piringnya" ucap Lia, sambil mengambil sapu, dan mulai menyapu serpihan kaca di lantai yang berserakan di mana mana.
Namun, Mira masih tetap terpaku di tempatnya berdiri tadi, tak terasa air matanya menetes.
Melihat hal itu, Lia mendekat kepada Mira.
"Sudah tak apa, ibu memang lagi emosi, kamu tau sendiri kan orang emosi segala kata boleh keluar dari mulutnya"
"Bahkan sampai tega mengatakan aku anak tak diinginkan, anak durhaka, anak tak berguna, anak an\*ing, anak se\*an, bahkan sampai rela mengatakan bahkan bila aku mati ibu tak akan menangisiku sangking ibu membenci ku" ucap Mira, tak kuasa menahan tangisnya.
"Jangan bicara begitu, ibu hanya sedang emosi, percaya sama kakak, tak ada ibu yang membenci anaknya" Lia memeluk Mira, yang membuat tangis Mira semakin pecah.
"Sudah sudah, ayo kita selesaikan tugas kita, biar ibu nggak marah, dan kita bisa cepat tidur, besok kan kita harus bangun cepat" ucap Lia, melonggarkan pelukannya.
Mira pun menghapus air matanya, dan menuruti kata kakaknya. Meski hatinya rasanya sakit sekali, bahkan dirinya saja tak mampu menggambarkannya.