Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 35
"Ada apa Mia?" Putri mendengar keributan lalu berlari ke rumah Mia, tetapi hanya diam di depan pintu. Putri syok melihat Mia menodongkan pisau ke leher seorang pria.
"Mbak Putri, tolong bawa kemari kain di atas bakul" perintah Mia.
"Iy-iya" dengan tangan gemetar Putri menarik kain gendongan yang masih berada di atas bakul, kemudian membawanya mendekati Putri. Putri berdiri di belakang Mia, kali ini bukan hanya tanganya yang bergetar, tetapi kakinya pun sama.
"Ikat tubuh pria ini Mbak," lagi-lagi Mia memerintah. Sebab, jika Mia menarik tanganya dari leher pria itu sudah pasti dia akan ambil kesempatan untuk berlari.
Nggruuungg... Nggruuungg... suara mobil material datang.
"Tolong-toloooong..." teriak Putri kencang.
Dua pasang sandal jepit masuk tanpa di lepas, mungkin karena terburu-buru. Melihat kejadian mengerikan dua orang pengantar barang itu mencekal tubuh pria yang sebenarnya tidak mempunyai kekuatan apapun.
"Oh orang ini yang mondar-mondar tadi," Supir pick up rupanya juga curiga ketika melihat pria ini mondar-mondar dari gang tiga pindah gang dua dan akhirnya ke satu, yaitu gang arah rumah Mia.
"Mari kita bawa orang gila ini ke kantor polisi Pak " ucap Mia geram melihat sepupu Slamet yang kurang ajar itu.
"Maaf Mbak Mia, jangan bawa saya ke kantor polisi" Ino memohon-mohon.
"Tidak bisa Ino" Mia kecewa dengan Ino. Selama menjadi istri Slamet tidak pernah hitung-hitungan. Jika Ino ke sekolah selalu minta ongkos kepada Slamet, tetapi Mia yang selalu memberi. Namun, air susu dibalas dengan air tuba.
Tidak ada balas kasihan lagi, Mia menyerahkan Ino ke kantor polisi. Baru kemudian menghubungi Slamet.
Ino sudah di periksa di dalam sana, Mia seorang diri masih menunggu di luar selesai menjadi saksi.
"Apa yang terjadi dengan Kasino Mia?" Slamet datang setelah satu jam kemudian, kali ini Slamet masih mengenakan pakaian seragam cleaning service.
"Sudah dua kali ini Kasino berniat membunuh saya, kamu tidak tahu kan Mas? Kamu pasti akan jantungan jika tahu siapa yang menyuruh"
"Siapa Mia? Ranti..." potong Slamet. Slamet curiga kepada istrinya sendiri karena selalu membenci Mia.
"Bukan" Mia mengatakan ketika dalam perjalanan ke kantor polisi. Mia mencecar Ino agar mengaku siapa yang menyuruhnya. Ino mengatakan kepada Mia bahwa bude Maya yang menyuruh, tetapi Ino memohon agar Mia jangan ceritakan kepada polisi.
"Ibu?" Bibir Slamet bergetar tidak percaya.
"Benar atau tidak cerita Kasino hanya Ino sama Ibu yang tahu Mas. Saya mau pulang, sekarang selesaikan sendiri masalah keluarga kamu," Mia, kemudian pulang.
Keesokan harinya tiga pekerja proyek sudah mulai bekerja di rumah Mia. Tetapi Mia tetap berjualan jamu dan saat ini sudah membawa bakul ke teras rumah. Mia tersenyum, suami Yuli ternyata tekun sekali. Padahal masih jam tujuh tetapi sudah mengayak pasir.
"Bang... saya berangkat dulu" pamit Mia, tetapi sebelum berangkat menunjukkan makanan, kopi, teh, dan juga air putih yang sudah Mia siapkan di atas meja.
"Siap Mbak Mia"
"Anggap saja rumah sendiri Bang, kalau tidak cocok dengan masakan saya, panggil saja Mbak Yuli suruh masak kesukaan Abang," pesan Mia panjang lebar.
"Gampang Mbak Mia"
Ting.
Ketika Mia sudah menyalakan motor dia melihat pesan masuk terlebih dahulu.
"Mbak Jamu, kenapa sudah seminggu tidak ke kantor? Kami semua menunggumu," pesan salah satu karyawan.
"Siap, meluncur"
Setelah mengucap doa, Mia menjalankan motornya, tetapi bakul tetap dia gendong seperti biasanya.
Tiba di tempat, Mia sudah tidak lagi di hadang oleh satpam, karena sebagian dari mereka sudah mengenal Mia. Tetapi ketika keluar dari lift tepatnya di lantai tujuh, Mia bertemu Dona.
"Ngapain loe jualan jamu di tempat ini?!" Bentak Dona, menatap Mia tidak suka. Dona memandangi jamu dalam gendongan Mia dengan mimik wajah meremehkan.
"Saya jualan ke kantor ini, karena ada yang pesan Mbak," jujur Mia. Tidak mau ribut-ribut dia melewati Dona begitu saja. Namun, Dona mengejar lalu menahan bakul Mia.
"Heh! Memang gw nggak tahu? Kalau tujuan loe kemari hanya ingin bertemu Vano," bentak Dona. Hingga terdengar dari pantri.
"Eh Mbak Jamu, kita ke pantri saja," ucap kepala bagian yang sudah menunggu Mia tiba-tiba saja datang. Mia tersenyum merasa dirinya diselamatkan.
Dona melepas bakul Mia menahan emosi.
"Mari Bu" Mia meninggalkan Dona begitu saja menuju Pantri. Waktu belum ada jam delapan banyak karyawan yang berkumpul di sana. Ada yang minta dibuatkan kopi dan teh. Begitu mendengar suara botol beradu dalam gendongan Mia hingga menimbulkan suara klunting-klunting, mereka pun mencari sumber suara.
"Mbak jamu sudah datang, saya tidak jadi minum kopi" kata seorang pria yang awalnya minta di buatkan kopi, lalu mendekati Mia.
"Saya juga tidak jadi minum teh"
"Saya mau jamu"
"Saya juga"
Begitulah pantri pun menjadi ramai, semua memberikan cangkir masing-masing kepada Mia. Sambil menunggu, mereka memandangi cara Mia meracik jamu.
Tidak ada satu jam, jamu Mia sudah habis terjual. Suasana pantri menjadi sepi. Mia memandangi karyawan yang sudah menjauh darinya.
"Mia... kamu ada disini?" Tanya Slamet yang baru saja muncul, tersenyum lebar.
"Iya, ada yang kirim pesan suruh datang tadi," Mia menjawab sambil mengelap jamu yang menetes membasahi botol yang lain.
"Bagaimana kasus Kasino Mas?" Tanya Mia, dalam hati kecil ingin mertuanya itu diadili. Bukanya dendam, tetapi Mia ingin mertuanya mendapat ganjaran yang setimpal bahwa perbuatannya kini sudah melanggar hukum.
Tetapi Slamet hanya menunduk sepertinya menyimpan rahasia kepada Mia entah apa itu.
Mia tidak mau bertanya lagi yang penting bu Maya tidak mengganggu dirinya, maka Mia pun akan bersikap sebaliknya. Mia kemudian menggendong bakul hendak keluar dari pantri. Namun, baru satu kaki menginjak keluar pantri, dia menariknya kembali. Lantaran tatapanya tidak sengaja tertuju ke arah ruang kerja Vano. Pria berpakaian rapi lengkap dengan jas dan dasi, keluar dari ruangan tersebut, diikuti sekretaris.
Mia mundur bersembunyi di balik tembok pantri, dia tidak mau berpapasan dengan Vano. Ia berpikir bahwa hampir 10 hari ini Vano sengaja menghindari dirinya. Sikap Vano yang berubah tiba-tiba sudah merupakan jawaban bahwa pria itu kecewa kepadanya. Tetapi apa itu? Hanya Vano dan Paulina yang bisa menjawab.
Setelah Vano sudah menjauh, Mia pun akhirnya melanjutkan perjalanan. Cukup tahu diri bagi Mia, dia menyadari bahwa dirinya tidak pantas juga berteman dengan orang sekelas Vano.
Mia tidak mau turun melewati lift, tetapi memilih menuruni tangga.
Puk!
Mia terkejut ketika pundaknya ada yang menepuk dari belakang.
...~Bersambung~...