NovelToon NovelToon
Aku, Atau Dia?

Aku, Atau Dia?

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Playboy / Crazy Rich/Konglomerat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Gangster
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Gema Tangkas Merapi, siswa tampan dan humoris di SMA Gajah Mada, dikenal dengan rayuan mautnya yang membuat banyak hati terpesona. Namun, hatinya hanya terpaut pada Raisa Navasya, kakak kelas yang menawan. Meski Gema dikenal dengan tingkah konyolnya, ia serius dalam mengejar hati Raisa.

Setahun penuh, Gema berjuang dengan segala cara untuk merebut hati Raisa. Namun, impiannya hancur ketika ia menemukan Raisa berpacaran dengan Adam, ketua geng sekolahnya. Dalam kegalauan, Gema disemangati oleh sahabat-sahabatnya untuk tetap berjuang.

Seiring waktu, usaha Gema mulai membuahkan hasil. Raisa perlahan mulai melunak, dan hubungan mereka akhirnya berkembang. Namun, kebahagiaan Gema tidak berlangsung lama. Raisa terpaksa menghadapi konsekuensi dari pengkhianatannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masa lalu

Raisa terdiam, dia tidak tahu harus berbicara apa.

Keheningan di antara mereka membuat udara seolah semakin berat. Di dalam kepalanya, kata-kata berputar-putar, tapi tidak ada yang tampak tepat. Dia menelan ludah, gugup, khawatir bahwa setiap kata yang terucap bisa melukai hati Gema.

Hening.

Udara dingin dari sekeliling mereka mulai terasa menyusup ke kulit, namun tidak ada yang beranjak.

Raisa akhirnya memutuskan untuk berbicara, suaranya pelan, hampir tak terdengar.

“Terus, kamu tau orang tua kamu yang asli?” tanyanya, hatinya berdebar-debar menunggu jawaban.

Gema menggeleng lemah, tatapannya kosong menatap tanah. “Semua orang yang gua kenal gak tau siapa orang tua gua. Kata mas Dean... Bara atau papa itu bilang kalau gua ini adek dari temennya tapi...” Gema menggantungkan perkataannya.

Flashback: 12 September 2007

Hujan deras menghantam atap rumah seperti genderang perang, menambah ketegangan yang memenuhi ruangan.

Deano Varencio mondar-mandir di ruang tamu. Gerak-geriknya gelisah, tangannya sesekali mengusap wajahnya yang berkerut, sementara matanya terus melirik pintu. Perasaannya tak karuan—kekhawatiran yang tak terkatakan.

"Aduh, si Bara kemana?" gumamnya sambil berhenti di depan jendela, mengamati hujan yang kian deras. Hatinya tidak tenang.

Dean bergerak cepat menuju telepon yang terletak di meja dekat sofa.

Dengan jari-jarinya yang gemetar, ia menekan beberapa nomor. “Drt... drt... klek.” Suara sambungan telepon mengalun, membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

“Assalamualaikum pak Fachri, Bara ada di rumah bapak gak?” tanyanya dengan nada cemas.

Pak Fachri menjawab dengan suara tenang, meski di latar belakang terdengar keributan.

“Walaikumsalam mas Dean. Bara? Wah, saya gak tau, mas. Tadi siang dia main bareng Sadewa sama Dewo, tapi mereka pergi gak tau kemana. Sekarang sih Sadewa sama Dewo udah pulang, ini saya mau marahin mereka.”

Dean menghela napas, pikirannya semakin berat. “Oh, gitu ya.”

Tiba-tiba, suara gedoran keras terdengar dari pintu depan.

Dok! Dok!

Dean segera menutup telepon. “Kayaknya si Bara udah pulang,” ucapnya sebelum menutup sambungan.

Dean berlari ke arah pintu, membukanya dengan cepat.

Di depan pintu berdiri Bara, seragam SMP-nya basah kuyup, air menetes dari payung hitam yang digenggamnya. Namun yang paling mengejutkan adalah bayi kecil yang tertidur pulas di gendongannya.

Tatapan Dean membeku.

Ia menatap adiknya dengan perasaan campur aduk, kebingungan dan keterkejutan jelas tergambar di wajahnya. Mata belo Bara tampak kosong, tak ada emosi yang terpancar.

“Bar! Kemana aja lu?” tanya Dean dengan nada tinggi, namun Bara tak memberikan jawaban. Dia hanya masuk ke dalam rumah, menutup payungnya lalu meletakkannya di lantai dengan gerakan perlahan.

Bara mendekati Dean dengan langkah ragu.

“Mas, tolong pegang ya,” ucapnya pelan, suaranya bergetar. Dengan tangan gemetar, ia menyerahkan bayi itu kepada Dean.

Dean terdiam, terpaku dengan bayi di tangannya.

Matanya bolak-balik melihat Bara dan bayi itu, mencoba mencari penjelasan yang masuk akal. Tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

“Ini bayi siapa Bar?” tanyanya akhirnya, suaranya penuh kebingungan. Namun, Bara tak menjawab. Dia hanya berlari menaiki tangga, meninggalkan Dean berdiri di ruang tamu dengan bayi itu.

Dean tertegun.

“Ini bayi siapa? Masa anaknya Bara? Dia aja belum cukup umur buat mikirin hal kayak gitu,” pikirnya, mencoba mencerna situasi.

Dean menatap bayi itu.

Dengan lembut, dia menggoyangkan tubuh bayi itu, mencoba memastikan bayi tersebut baik-baik saja. Kemudian, dengan satu tangan, Dean meraih telepon kembali. Dia menekan nomor yang sudah sangat diingatnya.

Drt... drt... klek

“Ciao, Bianchi,” suara Dean terdengar tajam namun terkontrol. Bahasa Italia meluncur dengan lancar dari bibirnya. Berdiri di ambang pintu, ia sesekali melirik bayi di pelukannya, yang masih tertidur dengan damai.

Di sisi lain, Bianchi—pria bertubuh gempal dalam kemeja hitam yang terlalu ketat—menatap keluar jendela mobil yang berembun. Hujan masih mengguyur, menambah suasana muram malam itu.

Bianchi menjawab dengan nada hormat.

“Sì Don, che c'è?” tanya Bianchi.

Dean menarik napas dalam-dalam. “Dove sei?” tanyanya dengan nada tenang, tapi tak dapat menutupi kecemasan di balik kata-katanya.

Bianchi merapatkan jasnya.

Suara hujan yang menimpa atap mobil membuatnya harus sedikit mengeraskan suaranya. “In viaggio verso la casa principale, Don,” jawabnya.

Dean terdiam sejenak, pikirannya bergolak. “Per favore, compra del latte in polvere per il bambino. Usa i tuoi soldi, te li rimborserò dopo,” katanya, suaranya sedikit lebih lembut, namun tetap tegas.

Bianchi mengangguk meskipun Dean tidak bisa melihatnya.

“Va bene Don,” jawabnya dengan penuh kepatuhan, sebelum mengarahkan sopirnya untuk segera menuju toko terdekat.

(Untuk terjemahannya ada di pesan author)

Dean menutup telepon dan menatap bayi di pelukannya.

Hujan semakin deras di luar, namun suara tangis bayi itu masih tertahan dalam tidurnya yang damai. Dean menarik napas panjang, berusaha menenangkan kekacauan di dalam hatinya.

“Ah, gua tanya ke Bara aja,” Dean bergumam pelan, lalu menaruh bayi itu di sofa dengan hati-hati. Pandangannya sesaat tertahan di wajah mungil bayi itu, seolah berharap menemukan jawaban di sana. Dia menarik napas panjang dan segera berjalan cepat menuju kamar Bara, meskipun terlihat tenang, pikirannya penuh dengan kebingungan.

Dean mengetuk pintu kamar Bara. “Bar,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya, hampir ragu. Tak ada jawaban. Dean mendorong sedikit pintu itu hingga terbuka, memperlihatkan Bara yang duduk diam di tepi kasur, wajahnya tertunduk dalam diam yang sunyi.

Dean menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Bar, jujur sama gua,” ucapnya dengan nada rendah namun tegas. “Itu bayi siapa?”

Bara melirik pelan, tatapannya penuh rasa bersalah namun tersamarkan oleh senyumnya yang berusaha tegar. “Dia... dia adek temen gua. Mas,” jawabnya.

“Bukan, sahabat gua mas,” Bara mengoreksi ucapannya.

“Adopsi dia ya. Kakaknya meninggal, keluarganya gak bisa gua percaya.” Senyum tipis itu tergantung di wajahnya, tapi matanya berkata lain—ada ketakutan yang tidak bisa dia sembunyikan.

Dean menghela napasnya, ia bingung harus menjawab apa. “Tergantung, Bar,” jawab Dean akhirnya. “Kalo hakim bilang gak, ya gak bisa kita adopsi.”

Mendengar jawaban itu, senyum Bara perlahan memudar. Wajahnya yang semula penuh harapan kini berubah muram. Dia tahu Dean berusaha adil, tapi itu tidak cukup baginya.

“Mas, tolong,” Bara berkata pelan, hampir seperti permohonan. “Usahain, Mas... Kalo gak bisa lewat jalur yang bener, pake cara kotor aja, Mas. Gua mohon.”

Dean menatap adiknya dalam diam. Hati kecilnya bergejolak antara tanggung jawab dan rasa sayang kepada Bara. “Iya, gua usahain,” jawabnya akhirnya, suara yang keluar terdengar berat, seolah beban besar baru saja ditambahkan ke pundaknya.

1
Rose Skyler
mamanya masih 29?
Siti Nina
oke ceritanya,,,👍👍👍
Siti Nina
ceritanya bagus kak tetep semangat,,,👍💪
Iqhbal
tetap semangat bg🗿butuh waktu untuk ramai pembaca🗿
Iqhbal
semangat bg, jangan lupa share di komunitas agar orang pada tau
Iqhbal: mau dibantu share? 🗿
Keisar: gak ada waktu, tapi thank you udah komen
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!