Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Banyak pakaian yang selalu ada kancing. [1]
✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA
SETIAP TANGGAL, HARI, DAN WAKTU DENGAN
BAIK
✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA
✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN
MUNDUR)
^^^Kamis, 23 Juni 2023 (00.00)^^^
Suara ban kendaraan berdecit, berasal dari sebuah mobil mewah berwarna putih, lengkap dengan pemiliknya yang mengemudi langsung.
Dia adalah Aslan, laki-laki itu keluar di tengah malam, menggunakan jaket dan tampak singgah di depan sebuah gedung terbengkalai yang gelap.
Seharusnya tidak ada orang yang berani datang ke sana, tapi lain halnya dengan langkah kaki Aslan. Derap tinjakannya mantap melangkah masuk ke dalam gedung. Tak beralaskan cahaya sama sekali, hanya di temani sesekali lampu rembulan yang terang di malam hari.
Hingga penampakan seorang pria bawah lampu neon yang kuning dan redup, tengah meminum rakus beberapa botol alkohol, membuat jejak Aslan terhenti untuk menatap lelaki itu tajam.
Insan itu merupakan raga Baron, dia duduk di atas sofa usang tengah ruangan, tempat kali terakhir laki-laki tersebut bersama pria berumur yang menggunakan jaket dari tempo lalu.
Ruangan itu ramai, penuh insan-insan berbadan kekar atau butuh tato, mereka mulai menyadari kedatangan tamu tak di undang, termasuk Baron di gelimpangan tengah.
Lelaki itu menyeringai usai meneguk habis sebuah botol miras, tampak sesekali mangayun botol tersebut untuk mendapatkan tetesan terakhir.
“ Ck-ck! Wah…wah... Liat! Kayanya malam ini kita kedatangan tamu. “ Baron bersuara usai meneguk titik terakhir cairan yang keluar dari botol. Lanjut meletakan rapi botolnya di sudut sofa, tapi tidak berbicara memandangi raga Aslan.
Beberapa orang di sana mulai sadar mendengar tuturan Baron, mereka beralih menatap Aslan dan mulai mendekat ke arah laki-laki tersebut secara bersamaan, tampak tajam dan tertawa remeh untuk mengintimidasi tamu yang tak di undang.
Terbalik dengan tatapan Aslan yang justru berbalas tajam tapi datar, terlihat begitu santai tanpa ada rasa khawatir dengan jumlah orang yang berada di sekelilingnya.
Padahal jika di pikir Aslan pasti tahu preman-preman di sana jelas masih mengingat wajahnya dan pasti masih memiliki dendam terhadapnya usai perkelahian terakhir kali.
Namun laki-laki itu tetap tak gentar, berdiri kokoh pada pendiriannya untuk datang ke tempat ini sendiri, seakan mengantarkan nyawanya cuma-cuma.
Aslan tersenyum kecil di sudut bibirnya. “ Selesaikan malam ini, dan jangan sekalipun lu muncul di hadapan Olivia lagi. “
Baron yang mendengar tak kalah lucu untuk tersenyum, dia terkekeh kecil di gunjingan bibir, dan perlahan menoleh memandangi preman-preman yang ada di sana sebagai kode untuk menyerang.
Salah seorang pria yang menatap Baron paham. “ Cih sialan!! Mati kau malam ini!! “
Dia berlari cepat dengan sebilah balok besar di genggaman tangannya, menjadi penyerang pertama dan di ikuti insan-insan lain yang melihat.
Perkelahian tak imbang di mulai, para preman itu menghajar Aslan secara keroyokan, sangat kuat dan tak sebanding dengan jumlah Aslan yang hanya seorang diri.
Menjadikan balok dan benda-benda yang ada di sana sebagai senjata, Aslan terus berkelahi melawan, bertarung dengan musuhnya yang menggunakan senjata tajam langsung.
Baron yang melihat mengambil kesempatan, dia ikut bertarung memukuli Aslan dengan beberapa kayu yang ada. Tapi sialnya api kesal sudah membakar akal sehat Aslan sekarang, dia tak peduli walau beberapa dari mereka berhasil memukulinya.
Laki-laki itu masih melawan, terus berusaha memburu Baron, walau berulang di pukuli balok dari belakang punggung, di pasung untuk di tonjok, bahkan di keroyok secara tak adil.
Aslan tetap bangun, dia masih melawan dengan semua tenaga, demi memenuhi hasratnya terhadap Baron.
Dalam pertarungan sengit, di penuhi luka dan pukulan, Aslan mampu menumbangkan beberapa lawannya di sana.
Aslan yang memang mengincar Baron sejak awal akhirnya berhasil, kedua laki-laki itu sempat bertarung sengit satu lawan satu, saling melampiaskan emosi satu sama lain.
Akhirnya berujung juga dengan Baron yang berada di bawah pasungan lengan Aslan pada leher, berhias penampakan wajah Baron yang babak belur dan berusahan untuk melawan.
Dengan penuh emosi tangan Aslan perlahan bergerak meraih sebuah pisau di lantai, bekas senjata dari teman Baron, di sadari oleh Baron dan beberapa insan lain yang ada di sana.
Mereke semua panik dan kaget, menatap lebar ayunan tangan Aslan yang cepat, reflek membuat Baron ikut menutup matanya langsung.
Niiinuuu…!!! Niiinuuu…!!! Niiinuuu…!!!
Sebuah sirine tiba-tiba berbunyi, membangunkan dan mengejutkan beberapa pria di sana.
Termasuk Baron yang perlahan membuka katupan mata di bawah tubuh Aslan. Laki-laki lain yang tersebar di ruangan sudah kalang kabut berhamburan, berlari menyelamatkan diri dari kedatangan polisi, tapi lain halnya dengan kedua manusia berjenis kelamin laki-laki tersebut.
Baron terdiam menatapi raut Aslan, laki-laki itu tiba-tiba tersenyum, menjatuhkan begitu saja pisau tajam di tangannya usai sempat terjeda di udara, dia tertawa kecil menatap wajah Baron.
Seakan menunjukan kepuasan atas kekalahan yang Baron dapatkan malam ini, kelahan dari ekspresi reflek takut Baron ketika pisau yang Aslan pegang hendak menghunus ke tengah wajahnya tadi.
Aslan bangkit dari tubuh Baron, sengaja bermaksud agar pria yang di tahannya itu bisa melarikan diri, tentu cepat di gunakan oleh Baron untuk lari.
Di sela Baron sempat memperhatikan beberapa kawannya yang berhasil di tangkap polisi, mereka meronta untuk bisa lepas, dengan keberadaan Aslan di tengah-tengah, dan kemunculan seseorang yang membuat Baron tersenyum kecut di bibirnya, sebelum langkahnya lanjut melarikan diri.
“ Lu ngga papa Aslan! “ Natha berbicara panik, gadis itu tiba-tiba hadir menghampiri Aslan. Juga membuat Aslan terperanjat melihat keberadaan insan tersebut.
Aslan yang melirik pandangan Baron ke arah Natha bertindak cepat, segera mengeserkan tubuh Natha untuk di lindungi oleh badannya. “ Lu ngapain di sini! “ Aslan kesal.
“ Lu yang ngapain di sini! “ Natha yang tak mengerti, balas menjawab kesal. Dia sudah panik memperhatikan luka dan kondisi laki-laki tersebut.
Menjadikan keduanya saling menatap, dengan kerutan khawatir di kening masing-masing. Tengah gejolak gelap ruangan, yang luas dan luang.
^^^Jumat, 01 September 2023 (10.29)^^^
Teriakan dan decitan sepatu di lantai menjadi musik penyambut Natha dalam lapangan bola basket. Banyak anak laki-laki yang berlatih untuk persiapan lomba di masing-masing ring. Mereka berseru ramai, sibuk dan fokus dengan latihan masing-masing.
Saat itu Natha kebingungan mencari wajah seorang pria, memperhatikan satu persatu, sampai akhirnya menemukan wajah Aslan di lapangan ujung sana.
Dia memilih untuk menilai Aslan terlebih dahulu, sebab Iefan yang yang menghilang sejak tadi pagi dan sulit untuk di temukan, padahal laki-laki itu sudah ada janji dengan dirinya.
Cepat Natha pergi dan duduk di kursi penonton dekat ring tempat Aslan berlatih. Dia mengeluarkan sebilah buku catatan juga pulpen, buku berwarna coklat pemberian bu Yanna, tampak sudah ada beberapa list di sana sesuai dengan nama karakter dan tempat untuk dia tambah.
Natha memperhatikan satu persatu gerakan Aslan. Dia meneliti sambil mencatat, melihat postur tubuh, tinggi badan, urutan wajah, bentuk hidung, bahkan bentuk perut Aslan yang tidak sengaja terbuka saat bajunya terangkat ketika melempar bola.
Natha merona malu, cepat menyadarkan diri melihat penampakan itu, dia mencoba fokus agar tidak terlena sampai salah memperhatikan penampakan perut pria itu yang atletis.
Haruskah Natha akui jika tubuh lelaki itu memang bagus. Dengan salah tingkah Natha beralih ke latar lapangan basket yang ada, jiwanya belum sadar jika Aslan juga mengetahui keberadaan diri dekat kawasan sana.
“ Woi!! “ Seseorang berseru ketika Natha asik mencatat, tentu berasal dari Aslan, membuat Natha terperanjat hebat dan menjatuhkan buku catatannya.
Sontak laki-laki itu tertawa melihat ekspresi Natha, dia tersenyum lucu, namun beralih sejenak saat melirik catatan Natha yang tergeletak di lantai. Reflek untuk mengambil buku tersebut.
“ Tinggi, tampan, anak basket, bertubuh atle- “ Aslan mendikte heran tulisan yang ada di buku tulis Natha. Dia memandangi dengan gelimpangan raut alis yang menyatu.
Tapi cepat di rebut kembali oleh Natha, gadis itu panik jika Aslan sampai membaca beberapa tulisan lain. Otaknya sadar ada catatan tentang Aslan dan Olivia yang dapat menimbulkan kecurigaan bagi laki-laki tersebut.
Tak berfikir panjang selain mencoba kabur dari hadapan Aslan, dia juga tidak mempunyai alasan saat laki-laki itu bertanya kepadanya nanti.
Makanya Natha memilih untuk melarikan diri saat ini, sebelum di interogasi dengan penemuan catatannya oleh Aslan.
Sayangnya tubuh mungil Natha tak bersahabat, kerah belakang baju Natha rupanya telah di tarik oleh Aslan. Menjungkil balikan raga kecil itu menjadi tertarik ke belakang.
Saliva Natha berat di telan oleh kerokongannya, usai mengetahui Aslan berhasil menahan kerah bajunya. Dia sudah tertangkap dan tidak bisa mengelak.
“ Eh, hehe. “ Bibir-bibir Natha berpindah cengengesan, mengikuti gerak tangan Aslan yang membalik posisi Natha menjadi menghadap Aslan dengan mudah.
“ Lu ngapain di sini ha? “ Aslan bertanya dengan raut curiga. Keringat habis latihan bercucuran di pelipis laki-laki tersebut.
Membuat Natha sekilas mengingat horror bagaimana bentuk penampilan perut Aslan.
Cepat Natha menggeleng kepala memutar kesadarannya.
Mencoba menghilangkan memori vulgar tersebut. Dan malah bertingkah mencurigakan dengan menyembunyikan bukunya belakang punggung. “ Gu-gue- “
“ Wah-wah, apaan nih! Gue curiga, jangan bilang lu lagi jadi penguntit ya. “ Aslan menimpali, dia sadar dengan gerakan tangan Natha yang menyembunyikan buku.
Tapi Natha berkalut protes.
“ Heh enak aja! “ Dia menepis tangan Aslan dari kerahnya. Gadis itu emosi karena merasa dirinya tidak menjadi penguntit seperti yang di katakan Aslan.
“ Sembarangan aja lu kalo ngomong! Gu-gue itu cuma lagi pengen main basket, makanya gue duduk di sini sambil nontonin mereka main. Ya, mung…kin aja bisa jadi referensi buat gue. “ Suara Natha bergelombang kikuk, dia mencari alasan untuk menjawab. Hanya bertutur asal tanpa dasar.
Aslan yang melihat terpupuk untuk tertawa gemas. Dia tak sebodoh itu untuk percaya dengan alibi Natha, tapi memilih meng’iya’kan dengan lucu.
“ Okey-okey, terserah lu aja deh, yang penting hidup lu senang. “ Dia mencoba mengontrol tawanya yang tak kunjung usai.
Tapi Natha yang menjadi bahan bukannya marah, gadis itu justru tak sengaja melirik plaster di wajah Aslan, dia sadar laki-laki itu masih menggunakannya. “ Muka lu masih luka? “
Aslan reflek memegangi pipinya mendengar Natha. Dia berhenti tertawa.
“ Kenapa lu masih pake plester di muka? Lukanya belum sembuh? “ Lanjut Natha.
“ A- eum... bukan urusan lu. “ Aslan kikuk berdalih, dia yang giliran kelabakan. Tersentak telah ketahuan memakai. “ Kepo aja lu, jangan bilang lu iri ya sama plaster gue. “ Dia menemukan alasan untuk berbohong. “ Makanya jadi babi donk, kaya gambar ini, biar bisa nempel di muka gue. “
Laki-laki itu tertawa puas, bermaksud untuk menjahili gadis mungil yang ada di hadapannya.
Tapi malah mendapat respon kesal dari sang gadis. “ Ih, dih! Gaje! Terserah lu aja lah! “
Natha yang emosi memilih pergi sebelum laki-laki itu juga bertanya kembali mengenai catatannya. Melangkah cepat hampir meninggalkan ruangan.
Sebelum Aslan yang tiba-tiba saja memanggil lagi dari belakang. “ Eh, woi Natha! “ Aslan berteriak.
“ Hm? Apa? “ Natha memberhentikan langkah malas, dia menghela sebelum menoleh.
Tapi siapa sangka Aslan sudah berlari kecil ke arahnya, sontak malah mengacak pelan rambut gadis itu tepat ketika Natha menolehkan kepala. “ Lain kali main sama gue, biar gue kalahin lu. “
Aslan tersenyum simpul depan Natha, lalu cepat kembali berlari ke lingkaran lapangan. Meninggalkan begitu saja tubuh seorang gadis yang sudah terpatung tak berkutik.
...~Bersambung~...
✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA
✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA
ILMU BAGI AKU