NovelToon NovelToon
Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Duda / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Heni Rita

Cinta Devan atau biasa di panggil Dev. begitu membekas di hati Lintang Ayu, seorang gadis yang sangat Dev benci sekaligus cinta.

hingga cinta itu masih terpatri di hari Lintang meski dirinya sudah di nikahi seorang duda kaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heni Rita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pernikahan Ayu Dan Herman

Tidak kuasa menahan rasa rindu dan perasaan cinta yang kian menyiksa.

Devan setiap hari, saat istirahat jam kerja, ia luangkan waktunya datang ke sekolah Ayu.

Devan berniat menjemput Ayu pulang sekolah, berharap dirinya bisa bicara empat mata dengan gadis yang sudah membuat hatinya runtuh.

Devan bahkan tidak tertarik lagi untuk menggoda kaum hawa seperti yang sering ia lakukan sepulang bekerja, bahkan Ivo gadis Melayu berparas rupawan pun, sudah Devan putuskan.

Pikiran Devan selalu tertuju pada Ayu, gadis manis yang kesuciannya sudah ia renggut secara paksa itu, sanggup membuat hatinya tidak berdaya, lemah, putus asa dan frustasi.

Tiap jam satu siang, Sekolah tempat Ayu menimba ilmu, bubaran.

Sigap Devan menghentikan kendaraan roda duanya tepat di depan pagar tinggi gedung sekolah.

Devan menajamkan kedua matanya mencari sosok Ayu.

Dan beberapa menit kemudian, tampak Ayu berjalan pelan keluar dari pagar sekolah.

"Yu_" Suara Devan mengambang di udara, sebelum dia menuntaskan kalimatnya.

Sebuah mobil Pajero warna hitam keluaran terbaru melaju pelan di depan Ayu.

Ayu langsung masuk ke dalam mobil itu.

Devan menelan ludah.

"Yu ..." hati Devan bergejolak saat tahu ada seseorang yang terlebih dahulu menjemput Ayu.

Untuk sesaat Devan termangu sambil memperhatikan dua insan yang berada di dalam mobil itu melaju tepat dimana dirinya teronggok di atas motor.

"Yu...." Batin Devan.

Devan yakin, pria yang menjemput Ayu, adalah pria pilihan kedua orang tuanya yang akan di jodohkan dengan Ayu.

Devan menarik nafas berat.

"Yu ...maafkan aku ...." Kata itu yang tadinya ingin Devan katakan jika dirinya bisa bertatap muka langsung dengan Ayu, sayangnya Ayu sudah di jemput pria itu

Dengan perasaan kecewa, Devan kembali ke kantor.

Tapi Devan tidak putus asa, besoknya Devan melakukan hal yang sama, menunggu Ayu pulang sekolah, tapi lagi- lagi. Pria itu datang menjemput Ayu.

Besok nya Devan lakukan hal yang sama, menunggu Ayu di depan pintu pagar sekolah. Lagi- lagi, pria itu juga datang menjemput Ayu.

Besoknya, besoknya, besoknya lagi. Devan berharap pria yang menjemput Ayu tidak datang. Tapi pria itu ternyata sama gigihnya dengannya. Sama- sama menyukai dan mencintai Ayu.

Devan seperti orang gila, setiap hari duduk berjongkok di depan pagar sekolah demi ingin bertemu Ayu, meski itu percuma. Karena di saat yang bersamaan, Pria itu pun setiap hari datang menjemput Ayu ke sekolah.

Melihat banyak cinta dan perhatian yang di tunjukkan pria yang entah siapa namanya itu, Devan merasa perjuangannya untuk mendapatkan cinta Ayu harus ia hentikan.

Ayu mungkin bukan jodohnya, dan Devan pasrah menerima itu semua.

Devan rela melepaskan cinta sejatinya yang belum sempat mekar dan berkembang. Ada kumbang lain yang lebih pantas bersanding dengan Ayu.

Sebulan tidak terasa sudah berlalu.

Hingga akhirnya pengorbanan cinta Devan harus berhenti sampai di sini.

Sampai dirinya mendapat kabar kalau Ayu akan segera melangsungkan pernikahan.

*****

Sesuai kesepakatan dari awal, usai lulus sekolah, Ayu harus menikah dengan Herman.

Disaat terakhir Bu Salma dan Pak Sugeng menghembuskan nafas leganya. Mereka berdua tersenyum bahagia, setelah melihat ijab qabul antara Ayu dan Herman sedang berlangsung khidmat.

Berbeda dengan Ayu yang menikah karena keterpaksaan itu, wajah Ayu datar, menampilkan rona putus asa. Dia bahkan menolak untuk di cium keningnya oleh Herman, ketika diminta oleh penghulu setelah mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.

Herman tidak mau memaksa, karena dia sudah berjanji pada Ayu tidak akan menyentuhnya sebelum gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya mengijinkannya.

Herman sadar sepenuhnya, Ayu menikah dengannya karena keterpaksaan.

Herman masih ingat, dimana Ayu memohon kepadanya meminta waktu agar bisa menerima cintanya.

Dan Herman dengan lapang dada menyetujuinya.

Ayu merasa nasibnya sial, karena terpaksa menikah dengan duda lapuk beranak satu.

Tubuh Ayu seakan lemas saat ia melirik pria yang sudah bergelar suami, yang terus memandanginya dengan tatapan penuh hasrat.

Tapi karena baktinya pada kedua orang tuanya, Ayu terpaksa mengikuti keinginan mereka, terlebih dirinya sudah melakukan kesepakatan dengan ayahnya akan masalah dirinya dengan Devan.

Demi melindungi Devan dari jeratan hukum, akhirnya Ayu pasrah dan rela menikah dengan pria yang sama sekali tidak di cintainya.

"Dek ...sekarang kamu sah jadi milikku..."

Ayu membeku mendengar ucapan pria dewasa yang beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya.

"Humm ..." Ayu mengangguk pasrah.

"Bapak tidur di luar, adek tidur di kamar saja ya?" Pinta Herman. Saat mereka sudah masuk ke dalam kamar pengantin.

Setelah acara resepsi selesai di gelar, Herman langsung memboyong Ayu ke rumahnya, tentunya atas desakan Bu Salma dan Pak Sugeng. Menghindari hal yang tidak di inginkan, karena dari sekian banyak undangan. Hanya keluarga Devan yang tidak di undang.

Ayu lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, sekalian membuka gaun kebaya pengantinnya yang membuat dirinya kegerahan sepanjang hari.

Sejenak mata Herman tertahan dengan pemandangan di dalam. Ia cukup tertegun. Namun tak begitu lama, setelahnya ia segera berbalik sebelum Ayu istrinya, benar-benar membuatnya seperti kehilangan akal.

Dengan pelan, tangannya menutup pintu kamar, lantas Herman segera melangkah masuk ke kamar dengan perasaan tak biasa saja.

Di dalam kamar, Herman segera melepas jas dan melonggarkan krah kemeja putihnya, lantas menjatuhkan bobotnya ke sofa. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba merasa gerah.

“Ada apa dengan diriku?” gumamnya merasa heran sendiri.

Saat melihat gadis itu dalam penampilan yang berbeda, biasanya Ayu selalu memakai pakaian tertutup, tapi tiba-tiba terbuka seperti tadi … argh …!”

Herman mengusap wajahnya kasar. Tak hanya badannya yang berkeringat, tapi wajahnya juga ikut berkeringat. Padahal Ac di kamarnya masih nyala.

Pria itu kepanasan hanya sekilas melihat penampilan istrinya.

Pria yang perasaanya sedang bergelora itu tak bisa meneruskan kata-katanya, Bisa saja kepanasan dalam dirinya semakin bertambah.

Dia tidak tahu apa yang membuat dirinya sampai tak tenang, hanya karena melihat penampilan Ayu yang pakai handuk, dan rambutnya yang panjang digerai beserta bahunya yang putih dan mulus.

“Sial!” Herman mengumpat, saat tanpa sadar ia baru saja membayangkan sesuatu yang sudah pasti jika gadis itu tahu akan marah, bahkan bisa saja pergi dari rumahnya.

“Tidak, istriku tidak boleh pergi! Karena itu dia tidak boleh tahu.”

Setelah menarik nafas dalam-dalam, berusaha menghilangkan debaran tak jelas di dadanya, Herman beranjak dari sofa dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia guyur tubuhnya dengan air dingin.

Tapi rasanya masih kurang, ia butuh sesuatu yang biasa mendinginkan lainnya, terutama pikirannya yang bisa menghilangkan bayangan yang tak sengaja ia lihat tadi.

Rupanya, meski sudah mengguyur badannya dengan air dingin. Herman belum bisa menghilangkan rasa panas yang diakibatkan oleh penampakan gadis yang sudah sah menjadi istrinya tersebut.

Ia sendiri heran, padahal hal itu bukanlah untuk pertama kalinya. Ia sering melihat dari yang lebih dari tadi.

Tapi … kenapa perasaannya tak sehebat saat ia melihat istrinya Ayu. Meski hanya sebentar tadi, tapi menyisakan sesuatu dalam dirinya.

Herman segera menepis pikirannya. ia tak boleh membayangkan hal itu lagi.

Karena tidak bisa tenang, ia bangkit dari ranjang tidur dan pergi ke keluar kamar, menikmati angin malam.

Namun rasa yang mengganggunya itu masih tak berkurang, akhirnya ia kembali masuk ke dalam kamar.

Saat merasa masih tak berhasil, ia kembali pergi ke luar, begitu seterusnya sampai ia merasa bosan di dalam kamar dan memutuskan untuk keluar.

“Kenapa saya jadi berdebar-debar gini?” gumamnya menyunggingkan senyuman, sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya ke dapur.

Setelah mengambil minuman dingin di dalam kulkas, ia pergi ke sofa ruang tamu, duduk bersantai di sana.

Herman merenung dalam kesendirian, sekelebat mata, ia ingat Sosok almarhum istrinya yang penuh perhatian dan begitu baik terhadap dirinya, almarhum istrinya Widia, begitu menjaga bahkan memanjakannya.

Tapi sayang, tuhan memanggilnya begitu cepat.

Widia adalah istri pertama yang telah lama tiada, meninggalkan kisah indah yang sulit terlupakan.

Cinta dan kasih sayang Widia, masih ia rasakan dan ingat sampai hari ini.

Di saat dirinya sendirian, satu persatu. Kata-kata almarhum istrinya sering tergiang-giang di telinganya.

Widia selalu mengingatkan dirinya, agar selalu mencintai putri si mata wayangnya, Salsa.

Dan sekian tahun menduda, dan terpuruk dalam kesendirian.

Akhirnya, Herman mau melabuhkan hatinya pada gadis yang masih sangat belia.

Ah, mendadak pikirannya dipenuhi oleh rasa gelisah yang tiada menentu.

"Pak...."

Herman langsung menoleh dan mendapati Ayu berdiri di sampingnya.

Pikiran yang tadinya dipenuhi oleh almarhum istrinya Widia, kini tergantikan oleh Ayu.

“Dek!”

Herman memekik kaget, lantas segera mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Khawatir kepanasan dalam dirinya timbul lagi saat melihat istrinya itu.

Ah, rasa itu kembali hadir, Herman mendadak gugup dan salah tingkah.

“Maaf, Pak. Aku tidak tahu, kalau Bapak ada disini."

Ayu yang tadinya juga ingin bersantai di sofa luar, karena tak bisa tidur, membalikkan badan untuk kembali ke kamarnya. Tapi ..

“Dek, tunggu!”

Ayu berhenti, dan menoleh.

“Iya, Pak?”

Herman tak lekas membalas. Malah fokus menatap tangannya yang gemetar dan berkeringat dingin.

Ada apa dengan dirinya? Masak hanya gara-gara melihat penampilan Ayu yang keluar dari kamar mandi sudah menjadikan ia seperti tak terkendalikan. Sampai grogi segala, hanya karena mendengar suaranya.

“Bapak ada perlu denganku?”

Herman masih bergeming. Mendadak tak berani menatapnya.

“Apa Bapak memerlukan sesuatu?”

“Tidak. Tapi saya ingin bicara." Herman berucap masih dengan menjaga pandangannya.

“Iya, Pak. Katakan? Bapak ingin bicara apa?"

Herman langsung berdiri, memberanikan diri menatap istrinya.

“Bisa, gak, kalau mandi itu pintu kamarnya ditutup!”

“Apa!” Mata Ayu melebar.

“Gara-gara Adek, tidak menutup pintu kamar, Bapak jadi tak sengaja melihatmu keluar dari kamar mandi.”

“Apa!”

“Iya, Bapak melihatnya.”

“Hah! Melihat apa Pak?”

“Adek!”

"Bapak melihat aku mandi?”

“Iya.”

Eh.

1
Abel_alone
tetap semangat 🌹🌹🌹🌹
Luna Sani: Terima kasih kak ..🙏😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!