Wanita Janda Istri Sang Dokter

Hari ini adalah hari bahagianya dan terpenting dalam hidup seorang gadis bernama Sesil Aurora. Diusirnya yang genap 30 tahun ini, ia akan menikah dengan sang pacar. Ia sudah menyebar undangan dan tidak mungkin untuk membatalkan pernikahan setelah tahu jika calon suaminya sudah memiliki seorang istri dadakan. Gaun putihnya yang mewah menambah citra dan kecantikannya di mata setiap orang. Walaupun begitu, Sesil tetap memperlihatkan senyumnya meski hatinya sudah tercabik, terkoyak lalu hancur. Ia berjanji setelah ini akan membuat perhitungan dengan seseorang yang dulunya adalah janda itu. Ia tidak akan memberi kesempatan wanita janda itu manisnya pernikahan dan akan menciptakan neraka dunia untuknya. Hanya sekarang ia butuh terlihat manis di acaranya yang megah ini.

Panggung megah yang sudah dipesan cukup lama itu kini telah berdiri kokoh beserta pernak pernik yang tentu saja tidak murah harganya. Makanan catering juga memenuhi sepanjang meja. Tamu undangan hampir semuanya hadir untuk menyaksikan pernikahan dua orang dengan inisial nama S dan F itu. Mereka kebanyakan teman kampus Sesil dan rekan kerja.

Dilain sisi.

Saras sudah menempati rumah barunya dan kini ia sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin. Gaun berwarna silver pemberian Ambar itu tampak membuatnya pangling terhadap dirinya. Dan make up yang sudah ia poles ke wajahnya pun menambah begitu mempesonanya dirinya. Ia sudah berniat untuk tidak hadir dalam resepsi pernikahan suaminya yang digelar disebuah gedung. Tapi Ambar terus mendesaknya dan akan tiba beberapa menit lagi untuk menjemputnya. Bagas sendiri sampai tak mengenali sosok ibunya yang berubah bak patung barbie itu. "Bunda sangat cantik ...!" serunya mengungkapkan ekspresi bahagianya. Saras hanya tersipu malu. Sudah lama ia tidak mendengar pujian itu. Semenjak suaminya sibuk berjudi.

Detik berikutnya, Ambar sudah datang untuk menjemput. Ia mengenakan kebaya yang amat bagus. Ketika melihat Saras, ia begitu takjub dengan penampilannya. Wajahnya sudah berubah karena make up, lebih cantik dan terkesan lebih muda ketimbang awal mereka bertemu. Saras dan Ambar hanya terpaut 4 tahun.

"Saras, kamu sangat cantik!" Ambar tidak salah menduga, setelah mendapatkan polesan sedikit saja, mutiara yang tersimpan dalam debu ini akhirnya bersinar dan tidak perlu merasa takut jika ada orang yang akan merendahkan dirinya.

Sementara di gedung.

Fahmi sendiri sudah berada di tempat resepsi dan tengah mempersiapkan diri untuk melakukan akad nikah. Penampilannya pun sangat menawan mampu membius semua wanita yang hadir di acara tersebut. Debaran jantungnya sudah tidak karuan lagi. Ini tidak seperti saat ia menikahi Saras tempo hari lalu. Untuk menghilangkan rasa gugupnya, ia menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Ia ulangi beberapa kali. Tinggal menunggu penghulu datang, maka acara inti akan dimulai. Dilain rasa, ia sedikit cemas juga karena tidak melihat Saras. Apakah dia baik - baik saja. Itu sudah pasti, karena mereka menikah tidak di dasar rasa cinta.

Meski terdengar kasak kusuk jika pembelai pria sudah menikah duluan dengan seorang janda, namun tidak mempengaruhi berlangsungnya acara pernikahan itu. Meski keluarga Hendra menjaga privasi dengan begitu ketat tetap saja bisa bocor.

Tak lama kemudian, terdengar suara sebuah mobil menuju lokasi lalu terlihat badan mobil hitam memasuki halaman lalu berhenti memarkir di area parkiran. Turunlah beberapa orang pria berseragam hitam - hitam yang salah satunya adalah penghulu. Dan di tangannya sudah ada berkas pengajuan Fahmi untuk berpoligami yang sudah mendapatkan izin dari istri pertamanya, Saras.

Bersamaan dengan itu datang juga mobil bernada serupa terlihat parkir juga. Rupanya itu Ambar beserta dua bocilnya, Saras beserta Bagas. Mereka lalu memasuki gedung. Banyak tatapan melayang penuh selidik ke arah Saras.

"Siapa wanita itu ?" bisik seseorang namun yang ditanya mengidikkan bahu tidak tahu.

"Dia terlihat lebih cantik ya dari pengantin wanita." ujar yang lain.

"Bukankah itu janda yang dinikahi oleh pengantin pria sebelumnya !" tukas seseorang yang diangguki temannya karena baru tahu.

"Sungguh tidak tahu malu, janda itu telah merebut kebahagian temanku!" umpat yang lain, mereka merasa kesal karena sahabatnya disakiti oleh calon suaminya.

"Aku pikir janda itu tidak akan bertahan lama, karena aku dengar Fahmi hanya kasihan saja terhadap dirinya."

Ambar tetap memegang tangan Saras dan menggiringnya ke tempat yang sudah disiapkan. Ayu dan Bagus dalam pengawasan Bagas, mereka terlihat anteng dengan berbagai cemilan di tangan.

Fahmi begitu tercengang mendapati istri pertamanya yang datang bak bidadari itu. Namun, ia masih bisa fokus pada acaranya. Ini pertama kalinya bagi hidup Sesil, jadi Fahmi tidak akan mengecewakan momen terindah ini.

Dan ...

Semua yang hadir adalah saksi dari pernikahan yang kedua bagi Fahmi. Ia mengucapkan akad begitu lantang di depan semua orang.

Hati Saras berdebar hebat kala mendengar suaminya mengucapkan akad yang kedua. Walaupun demikian ia harus tegar. Ia hanyalah wanita yang tidak berarti bagi kehidupan suaminya. Jika pun ia bersedih, lalu untuk siapa kesedihan itu? Bukankah ia dinikahi hanya karena rasa kasihan saja dan harus ia garis bawahi dan diingat, BUKAN KARENA CINTA.

Semua para undangan yang hadir memberikan ucapan selamat pada kedua pembelai setelah itu mereka menikmati aneka hidangan yang tersaji di atas meja.

Tak sengaja Saras menyenggol bahu seseorang yang kemudian menyorot tajam ke arahnya.

"Maaf," ujar Saras ketika akan mengambil makanan untuk putranya.

Wanita yang sebaya dengan dirinya itu langsung merespon sinis. "Enak ya sekarang, dicap sebagai pelakor sepertinya sudah basi, bagaimana kalau aku memberimu sebutan baru yang lebih keren. Jan - da mu- ra-han !"

Teman disampingnya pun menimpali dengan perkataan yang pedas pula.

Saras tak bergeming dan seakan menulikan pendengarannya.

Rupanya mereka adalah wanita kantoran, yang tidak lain rekan kerja Sesil.

Cibiran dan hinaan itu sudah bagaikan asam garam baginya, ia tidak perlu menanggapi.

Amira tengah sibuk menyalami tamu undangan, sesekali ia menangkap sosok menantunya yang pernah ia tampar. Ia tidak mengira kalau Saras berani menunjukkan batang hidungnya. Amira ingin sekali memaki Saras, tapi karena begitu banyaknya tamu ia jadi lupa dan membaur bersama tamu untuk menikmati hidangan yang tersaji.

Kini para tamu undangan sudah membubarkan diri dan perlahan mulai sepi. Kesempatan yang bagus untuk melabrak Saras.

"Sialan kamu ya! Kamu mau membuatku malu, hah! Berani - beraninya kamu menunjukkan dirimu di pernikahan putraku. Ingin dikenal orang kamu!" maki Amira dengan berbisik tepat di telinganya Saras.

Saras sampai mengerut dan tidak berani menatap ibu mertuanya yang terus memberikan cacian yang begitu pedas.

Hingga sosok pria datang menghentikan aksi Amira yang sepertinya akan melayangkan sebuah tamparan.