Kecewa. Satu kata itulah yang mengubah Rukayah menjadi sosok berbeda. Hidup bersama lelaki yang berstatus suami tapi diperlakukan layaknya keset membuat Rukayah jengah dengan kehidupan rumah tangganya.
Bersabar bukan lagi jalan keluar. Dia tidak bisa terus bersama orang yang tidak menghargai dirinya.
Keputusan untuk berpisah sudah bulat meski suaminya, si Raden Manukan itu nantinya akan mengemis meminta untuk terus bersama.. I'm sorry mas, aku wes kadung rungkad!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rungkad 11
"Kalau masih sakit pulang aja nggak apa-apa." Maulana berucap sambil memperhatikan Ru mengupas singkong.
Meski nyeri dan sakit, Ru langsung memakai tangannya untuk kembali bekerja. Hanya tergores pisau saja tak mungkin bisa membunuhnya.
"Ini cuma luka kecil pak, tangan ku masih bisa dipakai buat kerja kok." Tawa itu terdengar sumbang.
"Lain kali hati-hati." Dan Maulana pun pergi.
"Si Ru kalau belum kawin punya peluang emas buat mepetin juragan ya? Liat aja cara juragan ngasih Ru perhatian, manis banget. Beda kalo misalnya kita-kita yang kena iris tangannya, jangankan juragan.. pak mandor Miber itu juga nggak mungkin ke sini buat ngecek kondisi kita."
Para pekerja lain yang rata-rata adalah emak-emak sekarang sedang membicarakan kebaikan hati juragannya yang dirasa sangat jomplang. Padahal tidak seperti itu, selama ini juragan Maulana memperlakukan mereka sama. Hanya sedikit perhatian pada karyawan baru ternyata membutakan mata mereka jika selama ini juragan muda itu tidak pernah 'mengkotak-kotakkan' mereka.
"Kalo kita yang kena piso, mau nyampe putus tangannya juga paling diliatin aja hahaha.." Si julid lainnya berseloroh.
"Lagian Ru kok ya lebay banget sih, kayak gitu aja sok-sokan.. Tau lah yang kurang kasih sayang suami, dia cari-cari perhatian ke juragan. Ya iseng-iseng berhadiah gitu lah, siapa tau nanti isengnya bisa bikin juragan klepek-klepek kecantol sama dia!" Ini lagi, kayaknya mulutnya minta disuapi sambel cabe lima kilo.
"Iya ya, denger-denger kan si Ru itu tiap hari berantem sama suaminya. Kenapa sih? Heran aku.. Yang namanya suami kalo udah marah dan nggak betah di rumah, pasti kan karena istrinya nggak becus ngelayani suaminya. Jadi gitu deh, tiap hari cekcok mulu.. Aku mah amit-amit sama rumah tangga yang kayak gitu ya."
Ah sudahlah, mulut mereka memang tidak bisa direm barang sedikit saja. Apalagi di depan mata ada bahan untuk dijadikan gunjingan, ya udah deh! Gasskeun meski yang digunjing ada di antara mereka.
Lita mendengar perkataan mereka, dan dia yakin Ru juga pasti mendengarnya. Saat akan bicara membela Ru, dia kembali mengatupkan bibirnya karena keduluan Ru.
"Mau nyobain nggak tangannya putus karena kena piso? Kita liat juragan ke sini apa nggak nantinya?" Ru menunduk fokus pada singkong di tangannya tapi mulutnya membalas ucapan mereka. Makin lama makin nyelekit kedengarannya.
"Apa kalian hobi banget ngomongin orang hanya dengan bahan 'katanya'? Katanya si Ru gini, katanya Ru gitu, katanya suami Ru baik tapi Ru nya yang gini, yang gitu? Iya? Kalian suka gosipin aku pake modal katanya? Kenapa nggak tanya langsung ke aku? Aku di sini lho sekarang." Kali ini mata Ru memandang satu persatu ibu-ibu yang berkumpul membuat koloni kang gosip di pojokan.
"Ah Ru Ru kamu mah nggak ngerti cara bercanda ya? Kita mana pernah sih ngomongin orang tanpa bukti. Lagian ya Ru, kami liat sendiri kok gimana juragan Maulana tadi liatin kamu, beda Ru beda sama dia kalo liatin kita-kita!" Yang lain menjawab omongan Ru.
"Ya jelas beda lah, eh mak.. Liat dong Ru, meski nggak dandan juga pakaiannya sopan. Dia cakep alami nggak pernah pake polesan warna-warni di muka, jatuhnya kayak barongan tau nggak liat kalian ini! Heran aku ya, kita sama-sama perempuan meski beda usia harusnya kalian punya sedikit empati sama Ru, tangan udah sakit gitu masih lanjut kerja. Lah nggak, kalian malah ghibahin dia di depan mata! Nggak abis thinkthink deh aku ada ma kalian." Kali ini Lita yang berbicara.
"Udah Ta, kita lanjut kerja aja. Kadang aku cuma lelah sama semuanya dan nggak sadar aja mulutku jadi ngejawab apa yang mereka tuding kan untukku, tapi mau bagaimana lagi bicara kebenaran juga nggak akan merubah pandangan jelek mereka padaku kan? Udah, kita kerja aja.. Nggak usah bikin keributan, nanti kita nggak dibolehin kerja lagi di sini. Kita butuh pekerjaan Ta.."
Lita ingin sekali menjawab tapi ucapan Ru ada benarnya, dia tidak boleh terpancing dan membuat keributan di sini. Cari pekerjaan sangatlah susah, di sini kerjanya hanya ngupas dan memasah singkong jadi ukuran tipis. Mudah, siapapun bisa melakukan. Dan jika mereka berdua keluar dari sana akan dengan cepat menemukan pengganti. Bodoh saja jika Lita terpancing, semua itu para emak-emak lakukan agar Ru dan Lita tidak betah bekerja di sana.
Yang kalian lawan bukan anak kecil yang buang ingus saja tidak bisa, Ru sudah kebal dicaci dan dihina. Jadi mau nyampe kudisan mulut para emak-emak nyinyirin Ru, itu tidak akan berpengaruh padanya.
Akhirnya perang dingin terjadi, para emak-emak yang bisa dikatakan senior karena bekerja lebih dulu di sana memilih menjauh dari kedua juniornya. Mereka menganggap kedua perempuan yang baru bergabung bekerja di sana adalah musuh mereka! 'Menjauh lah.. Menjauh lah..' itu mantra yang mereka komat-kamit kan jika bertatap muka dengan Ru dan Lita.
"Huuuft akhirnya pulang.. Eh tadi dipanggil juragan Maulana kan, dikasih apa kamu?" Lita meregangkan ototnya, bagian punggung dan tangan lah yang terasa paling capek di antara bagian tubuh lainnya.
"Nih, dia ngasih duit. Katanya buat berobat. Aku udah nolak tapi masih juga dipaksa-paksa." Lita melongo melihat uang digenggaman Ru. Ada tiga lembar uang ratusan ribu dalam genggamannya yang sekarang ditunjukkan kepada Lita.
"Eh buseeet, tiga ratus ribu? Ini mah separuh gaji kita sebulan! Gila, dia royal banget. Eh tapi nanti dipotong gaji nggak itu?" Tanya Lita masih tak percaya.
Di sana mereka hanya mendapat gaji 700 ribu. Tapi berbeda jika sering lembur, pendapatan mereka bisa naik dua kali lipat dari nominal itu. Kenapa murah sekali upah untuk tenaga mereka? Ya memang itulah realitanya.. Tidak semua pekerjaan bisa mendapatkan gaji UMR dengan berbagai tunjangan yang ngintilin. Nyatanya banyak atau sedikit akan terasa cukup jika semua rejeki itu di syukuri. Kalo kurang ya utang dulu.. Gitu biasanya!
"Nggak Ta. Katanya nggak potong gaji. Kok aneh ya Ta," Ru masih menggunakan taplak meja sebagai pembalut lukanya, taplak yang tadi Lita pakai untuk tudung kepalanya. Lita merasa dia seimut Masha dalam film Masha and the bear, mungkin.
"Nggak lah. Dia kayak gitu mau deketin kamu. Kelihatan kok." Ucap Lita.
"Ngawur!"
"Hahaha.. Apanya yang ngawur. Tapi seenggaknya dia baik, royal, ganteng juga. Nggak kayak si sarden! Dih.. Modal muka doang, nggak da gunanya itu manusia satu. Kamu nggak pernah gitu doain dia biar cepet dipanggil sama sang Pencipta? Dia bikin pengap bumi lho Ru!"
"Heh mulutmu Ta.."
"Hahaha, iya iya bercanda. Nggak mungkin juga kamu doain tuh anakan dugong kek gitu kan?"
"Pernah Ta. Aku nggak sebaik keliatannya. Aku pernah doain dia cepet liat surga, tapi nggak kekabul." Ru membuat mulut Lita terbuka karena salut akan kejujuran tak terduga yang diucapkan Ru padanya. Tapi sedetik kemudian mereka tertawa.
"Mau aku bantu doa nggak? Seenggaknya doa dua orang pasti lebih baik dari pada seorang aja."
"Hahaha, nggak usah ikutan sedeng (gila) kayak aku Ta."
pasti ku ketawain juga kok
ucapan kan doa
halu lah kau nimas😏
yg bilang gitu siapa coba😤
kamu aja terlalu buduh, percaya modelan cwo mokondo
selow aja jgn ngegas gitu
eakkkk🥰🤣
terlalu irit lah kamu mas ciko, seharusnya sekali pake buang.. lah buat nyoblos berkali2 ya jebol😑😑