Ayu Lestari, seorang wanita yang harus rela pergi dari rumahnya saat warga mengetahui kehamilannya. Menghabiskan satu Malam dengan pria yang tidak di kenalnya, membawa petaka dan kemalangan pada Ayu, seorang wanita yang harus rela masa depannya terenggut.
Akankah Ayu menemukan siapa ayah bayi yang di kandungnya? bagaimana reaksinya saat mengetahui bahwa pria yang menghamilinya adalah seorang pria yang di kenal culun?
Penasaran kan? yuk ikuti terus kisahnya sampai akhir ya, jangan lupa tambahkan subscribe, like, coment dan vote nya. 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Keluarga Ayu
Perlahan pergerakan Ayu melemah, hanya terdengar isak tangis pilunya mengingat semua yang sudah di laluinya bak pil pahit yang di telan tanpa ada air yang membantu menetralisir rasa pahit itu sendiri. Dia pun merasa bersalah pada kakak lelakinya, akibat Ayu yang hamil di luar nikah warga menilai keluarga Ayu dengan buruk meskipun Ayu sudah berusaha menjelaskan bahwa dirinya hanya korban. Sampai akhirnya, Dika kehilangan cinta pertamanya dan batal menikah hanya karena Aib Ayu. Mencoba berkali-kali menjalin asmara dengan wanita lain, orang-orang di sekitarnya menghasut wanita maupun keluarga yang di dekatinya dengan menjelekkan keluarganya, hingga Dika lelah dan memutuskan untuk melajang agar tak melihat Ibu dan Ayahnya bersedih lagi.
Tinggal di Panti juga banyak rintangannya, terkadang Ayu tidak makan karena banyaknya anak yang tinggal dan tidak ada pemasukan membuat semua penghuni menahan lapar. Keluarga Ayu pun memberikan uang tunai maupun hasil panen jika memang ada, tapi jika tidak ada maka mereka pun tidak datang. Di kehidupan Ayu yang berubah drastis, sosok Kakaknya lah yang menjadi penopang hidup Ayu, Kakaknya rela merantau ke luar kota hanya demi bisa menghidupi Ayu dan Raja yang pastinya membutuhkan biaya. Hingga Raja sudah memasuki usia 2 tahun, Ayu membulatkan tekad untuk mencari pekerjaan dan dia di terima di Restoran tempat dimana ia bekerja sampai saat ini.
Tubuh kurus Ayu merosot ke bawah, Gibran mencoba memeluk Ayu dengan berkali-kali melontarkan kata maaf. Ayu tetap terisak tanpa bisa mengeluarkan suaranya, hatinya ingin menjerit dengan keras dan bertanya kepada Tuhan mengapa takdirnya begitu menyakitkan.
"Maaf, maafkan aku. Kau dan aku sama-sama korban, kita adalah korban karena saat itu aku pun dalam pengaruh obat sehingga tak tahu apa yang terjadi pada diriku sendiri, maaf." Lirih Gibran.
"Hiks, Kenapa harus aku? Kenapa!! Hiks..."
Tubuh Ayu semakin melemah, dia pun kembali kehilangan kesadarannya dan akhirnya pingsan di dalam dekapan Gibran.
"Ayu, Ayu!" Gibran mencoba memanggil nama Ayu, dia berkali-kali menepuk pipi Ayu.
"Bawa dia masuk." Titah Wiratma.
Gibran mengangkat tubuh Ayu yang ringan, dirinya melangkah dengan wajah gelisah karena wajah Ayu terlihat sangat memprihatinkan. Ayu di baringkan di atas tempat tidur di dalam ruangan yang sama dengan Raja, tujuannya adalah agar Ayu tidak memaksa pergi seperti sebelumnya.
"Biar Dokter yang memeriksanya, kamu obati dulu lukamu." Ucap Wiratma.
"Tidak perlu, Pa. Lukanya tidak seberapa dengan sakit yang di tanggung Ayu dan keluarganya, jadi biarkan seperti ini saja."Ucap Gibran dengan tatapan lurus kearah Ayu.
Wiratma membuang nafasnya kasar, dia jadi pusing sendiri karena melihat reaksi Ayu. Entah apa yang harus di lakukannya agar Ayu mau mendengarkan penjelasan dari pihak Gibran, pasalnya Ayu terlihat memasang sorot kebencian pada Gibran.
Knock .. Knock ...
Ceklek...
Ganesha membukakan pintu yang terdengar di ketuk dari luar, tidak sembarangan orang yang bisa masuk kedalam ruangan tersebut kecuali seizin Wiratma. Begitu pintu terbuka, nampaklah tiga orang berdiri di depan pintu dengan raut wajah cemas dan sendu. Merka adalah keluarga Ayu, yakni Satyo, Sari dan Dika yang datang setelah Ghani memberitahukan Raja kecelakaan.
"Apa cucu saya ada di dalam?" Tanya Sari.
"Silahkan masuk." Ganesha mempersilahkan keluarga Ayu masuk, tetapi tidak untuk melihat Raja karena Raja tidak boleh di jenguk sebelum ia sadar. Terkecuali Gibran dan Ayu selaku orangtua kandungnya.
Sari semakin khawatir saat mendengar penjelasan dari Ghani kondisi cucunya, terlebih lagi saat ini Ayu juga tengah terbaring dengan kondisi wajahnya yang pucat dan selang infus yang menancap di tubuhnya. Awalnya keluarga Ayu tidak tahu siapa yang ada di dalam ruangan, mereka mengira kalau keluarga Gibran merupakan seorang Dermawan yang membawa anak dan cucunya ke rumah sakit.
Wiratma membawa Gibran dan keluarga Ayu untuk berkumpul di suatu tempat, dia mengajak keluarga Ayu untuk mengobrol di luar. Pertama-tama Wiratma meminta maaf kepada keluarga Ayu, dia juga menjelaskan siapa dirinya dan juga Gibran. Ketiganya nampak membulatkan matanya, mereka semua menatap kearah Gibran secara bersamaan dan melihat penampilannya dari atas sampai bawah.
Wiratma menjelaskannya dengan pelan, dia tak menyangka keluarga Ayu begitu baik dan mendengarkan semua ucapannya tanpa menyela maupun menanggapinya dengan emosi. Gibran pun tak diam saja, dia menambahkan cerita versi dirinya saat dia menghadiri acara pesta dulu sampai ia tak sadar menodai Ayu.
"Mohon maaf, Tuan. Jika memang benar saudara Gibran adalah ayah kandung dari cucu kami, untuk memperkuat keyakinannya alangkah baiknya melakukan tes DNA. Putri saya memang sudah melalui banyak hal yang akan menjadi pelajaran hidupnya kelak, sekarang dia juga harus menerima kenyataan bahwa Nak Gibran adalah Ayah biologis Raja. Selebihnya, biar saya yang menjelaskan pada Ayu jika memang hasilnya cocok." Ucap Satyo.
Ya Tuhan, setegar inikah orangtuanya. Batin Wiratma.
Manusia sebaik ini, ujiannya sangatlah berat dan ujiannya itu berasal dariku yang bodoh ini. Batin Gibran.
"Aku akan melakukannya, tetapi setelah Raja dinyatakan sembuh." Ucap Gibran.
"Tentu saja, kita lihat perkembangannya nanti. Semoga Raja lekas sembuh, aku pun tak sabar melihat hasilnya walaupun dari hasil donor darah dan kemiripan wajah sudah membuktikan, alangkah lebih baiknya jika tes itu dilakukan." Ucap Wiratma menyetujui ucapan Gibran.
Gibran menganggukkan kepalanya dengan kepala tertunduk, dia tak kuasa memandang wajah keluarga Ayu karena rasa bersalahnya yang begitu besar. Dengan ragu Gibran mendongak menatap wajah ketiga orang di hadapannya secara bergantian, ia menelan salivanya dengan susah payah sebelum mengeluarkan suaranya.
"A-apa kalian membenciku? Jika iya, kalian boleh mencaciku, memukulku atau apapun itu." Tanya Gibran dengan suara parau.
"Jika tidak mendengar penjelasan Ayahmu dan dirimu, mungkin aku akan menghajarmu sampai habis, tapi aku masih memiliki pikiran yang waras karena kalian berdua ini adalah korban. Dengan menghakimimu, apa akan merubah takdir yang sudah terjadi? Tidak bukan, jadi kita harus fokus saja pada kesembuhan Raja dan Ayu." Ucap Dika menepuk pundak Gibran.
Gibran pun menganggukkan kepalanya, Satyo dan Sari melempar senyuman kepada Gibran, mereka dapat melihat rasa tanggung jawab dari Gibran tanpa memperdulikan penampilannya. Gibran bukanlah pria bodoh, melainkan dulunya ia kurang bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain. Sebagian banyak waktunya di habiskan bersama neneknya, jadi wajar saja jika dia itu polos, setidaknya benih yang sudah tertanam itu sudah terlanjur tumbuh menjadi sosok Raja yang tampan, dia juga di bantu oleh keluarganya pula dalam mempertanggung jawabkan apa yang telah di lakukannya. Fokusnya kini pada anaknya dan juga Ayu, akan dia pastikan mereka berdua mendapatkan perawatan yang lebih baik.