Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
Sesampainya di parkiran kost-kostan, aku bingung harus mengembalikan kotak bekal dan tumbler Antonio atau kusimpan saja dulu, karena aku masih enggan bertemu dan berbicara dengannya. Bagaimana pun aku tidak ingin terjebak dalam cinta lama yang bersemi kembali. Walaupun aku bisa merasakan jauh di lubuk hatiku, aku masih memiliki rasa itu kepada Antonio. Hanya saja bagiku itu mustahil, karena dia sudah memiliki Anetta. Aku tidak bisa dan tidak mau menikah dengan seorang duda dengan anak. Bagiku itu merepotkan dan sudah pasti orangtuaku akan semakin menentang Antonio.
Kuputuskan masuk ke kamarku dan menyimpan dulu kotak bekal dan tumbler milik Antonio. Setelah mandi ponselku berdering, dan itu dari Tristan. Aku lumayan kaget mengapa tiba-tiba dia menghubungiku.
“Halo,”
“Halo Jane, apa kabar?”kata suara diujung sana.
“Baik, Bang. Abang apa kabar?”tanyaku.
“Sehat, puji Tuhan. Eh, kamu lagi apa nih? Aku bisa ganggu bentar ‘kan?”tanyanya sopan.
“Lagi istirahat saja, Bang. Ada apa itu Bang Tristan tiba-tiba nelpon aku malam begini ?”tanyaku.
“Gini, Jane. Aku mau undang kamu ke acara ulang tahunku. Bukan pesta sih, cuma kumpul-kumpul dan makan dengan beberapa teman dekat saja. Gimana, kamu bisakan?”tanya Tristan.
“Kapan Bang?”tanyaku lagi.
“Malam minggu ini di Harvey Café. Sekitar jam delapanlah mulainya. Kamu, aku jemput ya. Sekalian supaya aku tahu alamatmu.”tawarnya.
“Wah, nggak usah Bang, aku datang sendiri aja, jadi aku pulangnya pun nggak mengganggu acara Abang. Siapa tahu semalam suntuk acaranya, hahaha”candaku disambut gelak tawa diseberang sana.
“Oke, baiklah. Tapi wajib datang ya, Jane. Dan aku tidak menerima kado, okey”
“Baiklah,”jawabku.
“Oke Jane, sampai ketemu malam minggu ini, ya. Bye.”
“Oke Bang, bye juga”ucapku sambil menutup telepon.
Aku menghela nafas dalam-dalam. Sebenarnya aku berharap weekend ini bisa berleha-leha menonton drama Thailand yang lucu-lucu. Membayangkan bertemu banyak orang saja di pesta Tristan sudah membuatku lelah dan mual. Derita jiwa orang introvert ya begini.
Aku juga belum punya baju pesta dan aku tidak bisa membayangkan orang disini kalau ke pesta ulang tahun itu berpakaian seperti apa.
Weekend pun tiba. Kuputuskan memakai setelan blazer mini hitam dengan celana panjang hitam dan high heels. Aku keluar dari kamar menuju parkiran mobil dan berpapasan di pintu keluar dengan Antonio.
“Wah, cantik sekali kamu, hendak kemana ?”tanya Antonio dengan senyum manisnya yang membuatku sedikit tersipu.
“Tristan mengundangku ke pesta ulang tahunnya.”jawabku singkat dan membalas senyumnya.
Kulihat rona wajah Antonio tiba-tiba berubah. Ketika aku melewatinya, Antonio mencekal tanganku dan menahanku.
“Tristan mengundangmu kemana kalau aku boleh tahu? Atau aku boleh ikut ya bersamamu ?”tanya Antonio dengan nada khawatir. Raut wajahnya menjadi tegang seperti orang ketakutan.
“Mengingat hubungan kalian, aku mohon maaf menolak ya. Tenang saja, kamu ‘kan tahu aku pasti bisa jaga diri”ucapku menenangkan Antonio.
Tidak mungkin aku datang bersama Antonio ke pesta Tristan. Bisa-bisa malah merusak suasana hati yang sedang berulangtahun.
“Tapi setidaknya aku boleh tahu kamu diundang kemana,”tanya Antonio.
“Ke Harvey Café,”jawabku singkat sambil berlalu meninggalkan Antonio.
Aku menuju meja dimana Tristan dan teman-temannya berkumpul. Tristan menyambutku dan memperkenalkanku kepada teman-temannya. Aku duduk di samping Tristan, berusaha berbaur dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari teman-temannya. Beragam minuman beralkohol maupun tidak tersedia di meja. Tristan menuangkan minuman ke gelasku, lalu kusesap pelan-pelan.
Semakin malam suasana café semakin ramai dan music semakin hingar bingar. Beberapa teman Tristan maju ke panggung dan menari mengikuti alunan musik. Tristan berulangkali mengajakku namun kutolak dengan halus. Ada rona kekecewaan di wajahnya yang sudah memerah akibat minuman beralkohol yang entah sudah berap gelas ditenggaknya. Aku permisi ke toilet dan ketika kembali kulihat Tristan sudah menari dengan salah satu teman wanitanya di dekat panggung.
Musik menghentak semakin kencang, memicu adrenalin para pengunjung yang sebagian sudah mulai tipsy. Dan seingatku aku hanya minum sedikit, namun kepalaku terasa berat dan membuatku melayang. Setengah tersadar aku melihat bayangan Tristan yang mendekatiku dan membopongku. Dan kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.
Ketika sadar, aku terkejut karena menyadari aku terbaring di kasur dengan ruangan mirip kamar rumah sakit. Aku duduk dan melihat kiri dan kanan. Tak ada seorangpun disisiku dan tanganku terasa nyeri karena ternyata terhubung dengan jarum infus. Kepalaku sakit dan aku tidak ingat bagaimana aku bisa ada disini. Tiba-tiba kepalaku terasa berputar dan aku jatuh kembali ke dalam kegelapan.