NovelToon NovelToon
Love After Marriage

Love After Marriage

Status: tamat
Genre:Tamat / nikahmuda / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: Caroline Gie White

Indira dan Devian sama-sama dihadapkan pada kondisi traumatik yang sama. Sama-sama harus menelan pil pahit perselingkuhan. Indira memergoki pacarnya, Gilang berselingkuh dengan teman sekampusnya dan Devian dengan tragisnya melihat Mamanya berselingkuh dengan mata kepalanya sendiri, dirumahnya. Perasaan itu yang akhirnya bisa lebih menguatkan mereka untuk saling bantu melewati kenangan buruk yang pernah mereka alami.

Dan, takdir lebih punya rencana untuk lebih menyatukan mereka dalam sebuah pernikahan yang tidak mereka inginkan. Menikah di usia muda dan tanpa berlandaskan rasa cinta. Namun, Indira tidak pernah menyangka bahwa rasa nyaman yang ditawarkan oleh Devian pada akhirnya bisa membuat Indira tidak mau melepaskan Devian.

Akankan hubungan mereka baik-baik saja? Ataukah banyak konflik yang akan mereka hadapi dan semua itu berhubungan dengan rasa trauma mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caroline Gie White, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RUMOR dan WAKTU UNTUK INDIRA

Farel mengetuk pintu lalu membukanya dan masuk ke dalam kamar. Setelah menutup pintu, dia menghampiri Devian yang sedang merokok di balkon kamarnya. Farel duduk di sampingnya.

“Undangan yang gue terima bukan hoax kan?” Devian menggeleng. “Om Arvin hebat juga ya, sayang banget sama lo.”

“Indira pasti benci banget sama gue, gue harus apa, Rel?”

“Bukannya emang ini yang lo mau?”

Devian kembali menggeleng dan mematikan rokoknya di asbak. “Indi gak akan pernah bisa menerima gue, Rel. Dia cuma anggap gue gak lebih dari teman biasa, jadi mana berani gue bermimpi Indi bakal jadi milik gue, ditambah dia pasti cuma kasihan mau temenan sama gue semenjak perceraian orang tua gue.”

“Tapi pada kenyataannya sekarang, Indi bakal jadi milik lo, impian lo selama ini.”

Devian menghela nafas. “Kalau gue minta Bokap membatalkan semuanya, gue gak bisa membayangkan rasa malu yang ditanggung keluarga gue sama keluarga Indi.”

“Lo coba omongin dulu sama Indi, masih ada waktu.”

“Tapi kalau pada akhirnya Gilang bisa meyakinkan Indi buat kembali sama dia, seperti yang lo pernah bilang, gue bakal terima dan mencoba melupakan perasaan gue sama Indi. Tapi kalau dia memilih meneruskan pernikahan ini, pegang kata-kata gue, Rel.” Devian menatap Farel. “Gue bakal selalu membahagiakan dia.”

Farel tersenyum meremas bahu Devian yang lalu terdiam menatap langit yang sedikit mendung.

***

Indira memasuki lobby fakultasnya tanpa menyadari kalau sedari gerbang kampusnya, banyak pasang mata yang mengarah ke arahnya. Sampai-sampai ketika dia memasuki lift, beberapa orang langsung terlihat berbisik-bisik. Indira akhirnya menyadari namun dia pura-pura sibuk dengan ponselnya sampai pintu lift terbuka dilantai yang dia tuju.

"Vi, orang-orang kayanya tahu ya gue mau merit?" Tembak Indira langsung sewaktu dia melihat Viana sudah anteng di bangkunya. Lagi-lagi beberapa teman sekelasnya langsung melihat ke arahnya dan membicarakan sesuatu.

Viana menghela nafas lalu menatap Indira. "Orang-orang pikir, lo.. hamil."

Indira terkejut lalu terdiam dibangkunya dengan tatapan kosong.

"Ya gak mungkin sih mereka gak berpikiran aneh-aneh dengan rencana kalian menikah semendadak ini."

"Gue mesti gimana, Vi? Gak mungkin mereka langsung percaya kalau gue gak hamil duluan."

"Ya lo cuekkin saja. Tapi emang, lo beneran mau nerima Ian?"

Indira menggeleng pelan. "Gue belum tau, Vi. Kalau lo jadi gue, apa lo mau menikah sama cowok yang gak lo sayang?"

"Kalau cowoknya sayang banget sama gue, kenapa gak?"

Lagi-lagi Indira menghela nafas. Tidak berapa lama, ketua kelasnya masuk dan mengabari kalau Indira ditunggu di ruang rektor. Dengan berat Indira bangkit dari duduknya dan keluar dari kelas menuju ruang rektornya.

Hal yang dia khawatirkan pun menjadi kenyataan setelah melihat sudah ada Devian duduk di hadapan rektornya. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk, sang rektorpun menanyakan hal yang sedang ramai dibicarakan seantero kampus. Tentang rencana pernikahan mendadak antara Devian dan juga dirinya.

Devian yang lebih banyak menjelaskan alasan utama kenapa mereka bisa memutuskan menikah di usia muda dan masih kuliah. Dia juga mematahkan rumor yang beredar kalau Indira tidak hamil diluar nikah dan mereka berani dan bersedia membuktikan dengan alat tes kehamilan agar pihak kampus percaya. Karena di kampusnya, untuk kasus hamil diluar nikah tidak bisa ditolerir alias langsung bisa dikeluarkan dari kampus secara tidak hormat. Makanya kenapa berita pernikahan mereka bisa langsung membuat heboh.

Sang rektor akhirnya mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya, alat tes kehamilan yang disodorkan langsung ke Indira dengan tujuan membuktikan kalau semua ucapan mereka benar adanya. Tidak ada yang perlu Indira khawatirkan, jadi dengan mantap dia mengambil alat tes kehamilan tersebut dan pamit keluar ruangan. Setelah menunggu beberapa saat, Indira pun kembali dengan hasil yang langsung dia perlihatkan. Sang Rektor pun tersenyum dan mempersilahkan Devian dan juga Indira untuk meninggalkan ruangannya.

"Ndi, maaf ya." Indira berhenti berjalan lalu menghadap Devian.

"Gak perlu, Yan."

"Masih ada waktu kalau emang lo mau balik ke Gilang dan menghentikan omongan-omongan gak enak tentang pernikahan kita."

"Kalaupun itu yang gue lakukan, gue gak bisa membungkam mulut mereka."

"Tapi lo bakal ditangan yang tepat, ditangan cowok yang lo sayang, bukan hidup sama cowok yang bakal merusak semua mimpi lo."

Indira hanya tersenyum dan kembali berjalan menuju kelasnya dan Devian hanya bisa menatapnya menjauh.

"Apa gak ada cara buat membatalkan pernikahan ini, Pa? Kasihan Indi. Orang-orang kampus pikir, dia hamil sama aku, Pa."

"Kamu tenang saja ya, Papa akan urus semuanya."

"Tapi, Pa.."

"Papa cuma mau kamu bahagia, Nak, dan Papa yakin, Indira orang yang tepat."

"Tapi, Pa.."

"Papa meeting dulu ya, Bye."

Devian meletakan ponselnya di dashboard mobil jeepnya lalu menyandarkan punggungnya dan melamun. Ponselnya berbunyi dan ada nama Farel dilayarnya, namun dia hiraukan karena tahu kenapa Farel meneleponnya. Sesaat kemudian, Devian menyalakan mobilnya dan membawanya pergi dari pelataran kampus.

"Gak diangkat, Ndi." Farel mematikan ponselnya lalu menatap Indira. "Tadi bukannya kalian bareng?"

"Gue duluan ke kelas, gue pikir dia bakal menyusul. Dia kemana ya, Rel? Kok gue jadi khawatir karena kan gak biasanya dia bolos kuliah."

"Mungkin dia lagi kasih lo waktu."

"Buat apa? Toh yang harusnya dapat waktu menenangkan diri, gue dong."

"Waktu buat lo mikirin keputusan, mau lanjut menikah sama dia, atau balik ke Gilang."

Indira terdiam dan Farel menepuk bahunya yang mengisyaratkan kalau masih ada waktu untuk membuat keputusan.

***

"Jadi undangan ini beneran?" Tanya Lusi sambil berbisik karena posisi mereka sedang berada di dalam perpustakaan.

Gilang terdiam menatap undangan berwarna hitam dengan pita emas yang mempermanis penampilannya. Indira Sekar Pradana dengan Devian Adhibrata. Gilang lalu memalingkan matanya dan kembali menulis sesuatu di buku catatannya.

"Sebenarnya perasaan kamu sama Indira itu gimana sih, Lang?"

Gilang menghentikan gerakan pulpennya lalu terdiam sejenak. "Mungkin aku masih sayang sama dia. Ada rasa penyesalan kenapa dulu aku melepaskan dia, dan semenjak itu, dia dan Devian gak bisa dipisahkan biarpun hanya sebatas teman."

"Jadi kamu ada rencana mau membatalkan pernikahan mereka?" Dan berpaling lagi dari aku? Sahut Lusi dalam hati kecilnya.

"Yang pasti aku mau meyakinkan Indi buat kembali sama aku, karena kejadian ini, aku merasa semakin takut kehilangan dia."

Lusi hanya tersenyum tipis dan membiarkan Gilang kembali menulis di bukunya tanpa tahu kalau Indira mendengarkan mereka dari balik rak buku yang dekat dengan tempat mereka duduk.

Tapi kenapa hati gue malah ragu mendengar omongan Gilang tadi? Apa benar dia masih sayang sama gue dan gimana sama Lusi? Dari tatapan matanya ke Gilang saja gue bisa memastikan kalau dia juga sayang sama Gilang. Ya Allah, hamba harus gimana?

"Ya sudah kalau begitu, besok kita kerjain tugasnya di rumah gue saja gimana?" Sahut Viana ke Farel dan juga Indira.

"Gue sih gak masalah mau dimana juga, yang penting sediakan cemilan saja yang banyak."

"Dasar lo, Rel, perut doang yang lo pikirkan."

"Otak gue perlu banyak asupan makanan biar lancar mikirnya."

Viana pun mendorong Farel yang tertawa. Indira hanya bisa tersenyum menatap keduanya.

"Indi.."

Mereka berhenti lalu menoleh dan melihat Gilang berjalan menghampiri mereka di lorong menuju tangga.

"Kamu mau pulang? Bareng aku yuk?" Tanya Gilang ke Indira.

Indira menatap Viana dan juga Farel yang juga bergantian menatap Gilang.

"Tapi aku.."

"Please, sekalian ada yang mau aku omongin."

"Iya, tapi aku.."

"Ndi.."

Mereka pun menoleh dan melihat Devian berjalan menghampiri lalu berdiri di samping Indira sambil menatap Gilang.

"Lo pulang bareng Gilang saja, biar Viana bareng sama kita, iyakan Vi?" Devian berpaling ke Viana yang lalu mengangguk.

Dia kembali ke Indira yang terlihat bingung. "Kalau gitu kita duluan ya, lo hati-hati." Devian menepuk lembut punggung Indira lalu beranjak merangkul Viana dan Farel pergi.

"Kita pulang sekarang?" Ajak Gilang yang lalu disambut anggukan kepala Indira. Mereka pun mulai berjalan beriringan namun Gilang tidak menyadari kalau Indira tampak melamun.

Jadi Ian benar-benar kasih kesempatan gue buat balik sama Gilang? Tapi kenapa perasaan gue malah semakin gak karuan begini? Harusnya kan gue senang bisa pulang bareng Gilang, tapi ini malah..

"Ndi? Indira?"

Indira tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke Gilang yang sedang menyetir dan sesekali menoleh ke arahnya.

"Kamu kenapa? Dari tadi aku perhatikan kamu melamun terus. Apa yang lagi kamu pikirkan?"

Indira tersenyum sambil menggeleng. "Aku cuma lagi memikirkan tugas kuliah kok, Kak."

"Beneran karena tugas? Bukan karena kamu memikirkan pernikahan kamu?"

"Gak kok."

Gilang menepikan mobilnya di pinggir jalan. Indira pun terlihat bingung.

"Kenapa berhenti, Kak?"

"Ndi, jawab aku secara jujur, kamu masih maukan menerima aku?"

"Ma.. maksud kamu apa, Kak?"

"Aku mau kita kaya dulu lagi, kita buka lembaran baru lagi, kita lupakan masa lalu dan kita bisa sama-sama lagi kaya dulu."

Indira terdiam.

"Kamu maukan, Ndi?"

"Aku gak tahu, Kak."

"Kamu sendirikan yang bilang kalau kamu masih sayang sama aku, aku juga masih sayang banget sama kamu."

"Aku memang masih sayang sama kamu. Tapi aku belum bisa melupakan apa yang kamu perbuat sama Lusi."

"For God Sake, Ndi, aku sudah berkali-kali minta maaf sama kamu, aku.. aku benar-benar khilaf, aku gelap mata karena aku cemburu banget melihat kamu sama Devian."

"Ian gak salah, Kak, justru dia yang membuka mata hati aku buat melihat kelakuan kamu di belakang aku. Mungkin kalau Ian gak kasih tahu aku, entah berapa lama kamu bohongin aku."

"Ohh, jadi kamu sekarang membela dia, calon suami kamu itu? Apa jangan-jangan kamu memang mau ya menikah sama dia? Apa karena dia bakal menjadi pewaris perusahaan besar makanya kamu mau dipaksa menikah sama dia? Atau benar ya, rumor yang lagi beredar di kampus?"

"Maksud kamu? Kamu juga berpikiran kalau aku hamil sama Ian? Iya?"

"Ya habis kamu membela dia terus dan gak percaya sama aku kalau aku serius."

"Kalau waktu itu kamu gak selingkuh, mungkin bakal dengan mudahnya aku menerima kamu lagi, Kak, dan melupakan pernikahan sialan itu, tapi aku malah merasa ragu sama kamu kalau kamu sebenarnya gak serius mau kita seperti dulu lagi."

Gilang meraih tangan Indira lalu digenggamnya. "Aku bakal buktikan ke kamu kalau aku serius, jadi kasih aku kesempatan ya?"

Indira menatap mata Gilang lalu tersenyum sambil melepaskan tangannya. "Apa jangan-jangan kamu cuma mau menunjukkan ke Ian, kalau aku masih bisa dirayu sama kata-kata manis kamu? Iya, Kak?"

"Kenapa kamu malah punya pikiran jelek seperti itu? Aku beneran serius. Malah kalau perlu, aku melakukan hal yang sama seperti yang Devian lakukan, menikahi kamu."

Indira tersenyum sinis sambil membuka sabuk pengamannya. "Maaf, Kak, aku ternyata sudah gak melihat keseriusan di mata kamu."

Indira membuka pintu mobil lalu keluar menghiraukan panggilan Gilang. Diapun kemudian menghentikan taksi dan pergi. Gilang hanya bisa terlihat kesal memukuli setir mobilnya.

Lo harus tenang dulu, Lang. Gilang berusaha menenangkan dirinya. Jangan sampai hal ini bisa merusak kesempatan yang lo punya buat merebut Indira dari tangan Devian sialan itu.

Gilang kembali menjalankan mobilnya.

To be continued....

1
Zaza Eiyna
gilang vs Marsha
Yvonne Dumais
Episode nya tolong diterbitkan semua sekaligus donk...jangan satu2 setiap hari. terima kasih
Yvonne Dumais
episode nya tolong diterbitkan sekaligus semuanya donk....jgn satu persatu...terima kasih
Càröliné Gie White
Terimakasih bwt yang sudah baca story aku sampai sini... 🙏🥰
Putu Sriasih
Luar biasa
Càröliné Gie White
Jadi makin semangat buat up terus..
Càröliné Gie White
Iya kak, makasih buat supportnya ya 🙏
mustaqim jm
Masih baca sampe sini thor. semangat upnya
Pena Hitam
di ikalnin terus kak..
semangat yaa semoga booming
Galuh Jennaira
Mereka yang berantem, gw yang baper /Sob/
Galuh Jennaira
Ayo devian, buat indira jatuh cinta sama kamu
Galuh Jennaira
Bibit hadirnya pelakor
Galuh Jennaira
Devian cowok gentle bgt
mustaqim jm
Semangat upnya thor.
Pena Hitam
Bagus ko kak, penempatan kalimat maupun tanda baca juga tepat.
Cuma tambahan aja kak untuk dialognya di kurangi jd biar balance dengan penjelasan latar dll. Biar pembaca tidak bosan 🙏
Pena Hitam: sama-sama ka 🙏
Càröliné Gie White: Terimakasih kak masukannya..
total 2 replies
Càröliné Gie White
Selalu berusaha lebih baik dalam menulis.. Saran kalian amat sangatlah berarti.. Terimakasih sudah mampir utk membaca story aku..
Galuh Jennaira
Penggunaan gaya bahasa yang sederhana jd bisa dengan mudah diikuti.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!