Aku yang terjebak hubungan terlarang di luar nikah dan di tipu kekasihku yang membawaku kabur dari rumah ke kota, Tiba-tiba di lamar dan di nikahi oleh seorang Polisi yang terpaut 9 tahun lebih tua dariku. Polisi yang membantuku pulang ke rumah dan berdamai kembali dengan ayah.
Menjalani Pernikahan kilat dengan seorang pria asing yang sama sekali belum ku kenal sebelumnya, demi menebus dosa pada ayah yang sudah ku buat sedemikian hina.
"Kenapa kakak mau menikahi dan bertanggung jawab untuk seseorang yang tidak kamu kenal dengan baik?" ~ Karunia
"Karena aku tahu rasanya tidak punya orang tua." ~Anta Reza
meski begitu dia bukan sosok yang sempurna, dia memiliki kelemahan permanen yang membuatku akhirnya paham bahwa tidak ada seorang pria mau menikahi wanita asing yang mengandung anak dari orang lain dengan sukarela, sebagaimana pemikiran orang lain pada umumnya. hingga akhirnya aku mengetahui, bahwa ia memiliki alasan lain yang lebih masuk akal, selain dari yang telah dia ucapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Selera Keberuntungan
Aku memperhatikan rekomendasi masakan di buku Resep. Seandainya aku pandai memasak tentu tak akan kesulitan untuk memasak menu makan siang dan makan malam, tetapi demi memenuhi janjiku dalam pernikahan, maka ini bukanlah penghalang yang berarti. Aku ingin bisa membuatkan Kak Anta sesuatu yang bergizi untuk disantap nanti. Minggu depan, sepertinya aku akan meminta Kak Anta belikan buku baru. Buku ini sudah terlalu lama, jadi ada beberapa bagian yang rusak tidak terbaca.
Sembari memikirkan pilihan yang paling tepat, aku memilih menyiram dulu bunga yang ada dalam pot depan teras. Bunga mawar kuno jenis Bourbon, hari ini dia mekar. Senang sekali bisa melihat kembangnya, sebab Mawar ini hanya berbunga semusim dalam setahun. Kelopaknya cantik, warna kelopaknya merah muda persis seperti Rona wajah seorang gadis ketika jatuh cinta.
Tak lama dari itu, Aku meletakkan gembor yang masih berisi setengah air ke lantai ketika ku dengar suara Mbak Isma yang memanggil namaku dari depan pagar.
"Pagi," Sapanya dengan nada lembut seperti biasa.
"Pagi Mbak."
"Tidak belanja, Karunia?"
"Belanja, tapi nanti Mbak Isma." Jawabku sambil tersenyum simpul. "Paling sebentar lagi."
"Baiklah. Soal kemarin aku minta maaf, ya. Karena tidak jadi bantu kamu. Ledeng di rumah rupanya rusak juga, jadi aku tidak bisa kembali."
Sesudah menyampaikan alasannya kepadaku, Mbak Isma berkata, "Kalau pagi ini ku bantu lagi, bagaimana? anggap saja pengganti yang kemarin. Aku merasa bersalah karena main pergi begitu saja, padahal aku sendiri yang menawari."
Aku telah mengerti maksud Mbak Isma.
Awalnya, aku merasa tak enak karena menjadi penghalang dalam hubungan mereka dan sejujurnya aku pun mengira bahwa Mbak Isma memang sangat baik, karena mau membantu ku untuk melayani kak Anta dengan baik. Akan tetapi, Kini aku selalu teringat akan ucapan Kak Anta semalam;
Bisa tidak urusan kita jangan pernah ada Isma lagi?! kamu tidak tahu perasaanku bagaimana! bagaimana susahnya aku berusaha menghilangkan bayang-bayang tentangnya?!mendengar namanya saja aku masih sakit. Aku tidak suka kamu meniru Isma,
Ucapannya itu, begitu dalam masuk ke dalam hatiku. Entah, maksud apa yang terkandung di dalamnya, hanya saja aku akan mengambil bagian yang ku pandang, yaitu Kak Anta menginginkan agar tak ada Mbak Isma lagi dalam kehidupan kami. Aku menyadari bagaimana sulitnya Kak Anta berjuang untuk melupakan Mbak Isma, sebab ia telah memilihku. Karena itu, sebagai istrinya, aku akan menghormati pilihan Kak Anta. Membantunya menumbuhkan cinta dan melupakan bayang Mbak Isma.
"Tak apa Mbak, saran dari Mbak Isma kemarin sudah lebih dari cukup, setidaknya aku tahu apa yang menjadi selera Kak Anta." Jawabku rendah hati agar Mbak Isma tidak tersinggung.
"Jangan canggung begitu. Anggap saja aku membantu mu untuk mengenal suami lebih baik dan lebih cepat."
"Terima Kasih sekali lagi Mbak, Lain kali kalau butuh bantuan, aku pasti akan katakan. Kalau sekarang sepertinya belum ada kendala lagi."
Ketika mendengar penolakan ku, Mbak Isma tersenyum masam. Mungkin niatnya memang tulus, hanya saja isi hati seseorang tak dapat ditebak. Persis cuaca hari ini, sejenak matahari redup, kemudian Panas lagi. Dan aku telah mengalami kesakitan itu sebelumnya, pada Petra.
Begitu Mbak Isma pergi, aku masuk ke dapur dari garasi untuk mengambil dompet dan bersiap ke warung sayur. Sambil bersiap, aku menengadah ke langit, dan melihat awan bergulung-gulung, padahal masih pagi. Memang bukan hal yang mengejutkan, udara bagiku terasa semakin panas dan gerah. Cuaca yang panas begini biasanya menandai akan munculnya badai.
Aku menarik pagar dari dalam dan mulai berjalan.
Ketika akhirnya sampai di warung sayur, rupanya masih banyak ibu-ibu berbelanja termasuk juga Mbak Isma. Sambil menebar senyum aku mengalihkan pandangan pada deretan sayur yang ada di depanku, kali ini tak akan ku biarkan mereka yang banyak ini mengecoh ku lagi, sampai aku kebingungan seperti kemarin.
Selagi ibu-ibu lain sibuk mengobrol aku mengambil cumi-cumi yang ada di kotak es. tetapi tiba-tiba dari ujung sana Mbak Isma menyeletuk, "Jangan masak itu, Mas Reza alergi seafood!!"
Seketika semua orang menatapku. Peringatan Mbak Isma itu tak pelak membuat aku tiba-tiba menjadi pusat perhatian, "Aku tidak mau masak ini kok Mbak, cuma mau singkirkan saja karena aku mau ambil cabai yang jatuh ke kotak ini." Jawabku santai. beruntung ada cabai di dalam bongkah es ini, jadi bisa ku jadikan alasan untuk mengelak.
"Syukurlah, maaf ya Karunia. Aku tidak bermaksud berteriak, aku khawatir kalau kamu beli yang salah. Malah nanti makanannya terbuang." Ucap Mbak Isma sambil menghela nafas lega. "Kamu mau masak apa hari ini?" sambungnya.
"Ikan bakar, Mbak."
"Seingat ku Mas Reza lebih senang makanan yang di goreng garing, Karunia."
"Wah, Isma benar-benar memahami Pak Anta ya. sampai tahu semua selera Pak polisi, padahal sudah putus tapi masih ingat betul. Bahkan sekarang mau membantu istri Pak Anta. Baik sekali, memang Isma ini perempuan paket lengkap." celetuk salah satu ibu-ibu.
"Terima Kasih Mbak sebelumnya, tapi suami saya mengatakan apa pun yang saya masak, dia akan menyukainya. Karena itu sekarang saya tidak khawatir pilih menu, beruntung sekali karena memiliki suami yang menghargai istri seperti, Kak Anta."
Mendengar jawabanku Semua orang terdiam dan kembali sibuk ke sayurannya masing-masing.
...****************...
Mampir ke sini juga zeyeng