Menantu Yang Tidak Diinginkan

Flash back on

“Kenapa wajah kamu seperti itu Sur?” tanya Dara

“Tidak apa-apa bu, aku hanya lelah saja” jawab Surya berbohong.

“Ibu tahu perasaan kamu seperti apa” Dara mencoba menghibur sang anak

Surya menghela nafasnya “Padahal aku sudah bahagia saat mendengar Nita hamil, aku sudah sangat ingin punya anak bu. Tapi sepertinya harapan aku tidak akan terjadi”

Dara tidak mengerti ucapan Surya “Kenapa tidak mungkin? Nita kan masih bisa hamil lagi nanti”

“Kata dokter kemungkinan Nita hamil susah bu, karna benturan yang terjadi di perutnya membuatnya susah memiliki anak”

Dara terkejut namun sebisa mungkin ia bersikap biasa saja.

“Apa kamu masih mau mempertahankan pernikahan kamu? Bukannya kamu sangat ingin memiliki anak Surya”

Perkataan Dara membuat Surya terngiang-ngiang.

“Oh iya, ada yang mau ibu sampaikan sama kamu meski kamu sebenarnya tidak akan berpikir yang aneh-aneh tapi kamu juga harus hati-hati jangan terlalu percaya sama istri kamu meski ibu tahu kamu sangat mencintainya, sebelum kejadian Nita terjatuh Fifi sempat melihat Nita pergi bersama bosnya itu meski kamu sudah mengenalnya tidak menutup kemungkinan kalau mereka bermain di belakang”

“Memang mereka ke mana?” tanya Surya

“Ibu tidak tahu, Fifi hanya bilang mereka pergi naik mobil”

Dara melihat Surya yang melamun, Dara berharap Surya bisa membuka matanya. Menurut Dara, Nita tak pantas untuk anaknya jadi keinginan untuk memisahkan Nita dan Surya masih terbesit dalam pikirannya.

Flash back off

Setelah mendengar cerita sang ibu dan juga keinginan Nita yang masih ingin bekerja membuatnya menduga-duga, apa benar kalau Nita bermain belakang, apa alasannya ingin bekerja karna Hengki, atau mungkin Nita menyukai Hengki. Dan masih banyak lagi dugaan yang membuat kepalanya semakin pusing.

Tak mau berlarut-larut dalam pikirannya, Surya memutuskan istirahat. Cukup pekerjaannya saja yang membuat lelah, ia tak ingin memikirkan hal lain yang akan menguras pikirannya.

Urusan Nita dan Hengki biarlah nanti Surya pikirkan lagi atau mungkin tanyakan langsung pada Nita. Padahal dirinya sudah banyak mengobrol dengan Hengki dan orangnya asik sehingga saat mengobrol mereka tidak kehabisan topik pembicaraan.

Keesokan harinya, Nita merasa badannya sudah segar. Nita pun beranjak bangun dari tempat tidurnya dan melakukan kewajibannya sebagai seorang muslin dan istri.

Setelah sholat Nita langsung ke dapur, Nita memasak untuk sarapan.

“Aku masak apa ya hari ini?” Nita menatap isi kulkas dan mulai mengeluarkan bahan-bahan yang akan dimasaknya  karna sudah tahu apa yang akan dimasaknya

Dara yang baru saja keluar dari kamarnya melihat Nita sudah berada di dapur.

“Memang seharusnya kamu sadar diri” ucap Dara

Nita langsung menoleh karna mendengar suara Dara.

“Maksud ibu apa?” Nita tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Dara

“Kamu memang harus sadar diri jangan karna baru sembuh lalu malas-malas tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah, sekarang kamu tidak ada alasan lagi untuk melakukan semuanya karna kamu sudah tidak hamil lagi”

“Aku juga selalu menjaga kewajiban aku sebagai istri bu” sahut Nita

“Seorang istri? Apa pantas disebut seorang istri kalau kamu tidak bisa menjadi istri yang baik”

“Maksud ibu apa? Aku berusaha menjadi istri yang baik untuk mas Surya dan aku juga berusaha menjadi menantu yang baik untuk ibu”

Pagi-pagi terjadi keributan di sana meski tidak sampai terdengar oleh Surya tapi suara Dara yang memang keras membuat menjadi ramai.

“Kamu belum tahu? Aku sebenarnya kasihan sama anak aku dan dari awal aku memang tidak menyetujui pernikahan kalian dan ternyata benar semua ini terjadi dan membuat anak aku menjadi sedih dan harapannya untuk menjadi seorang ayah tidak akan terjadi?”

“Apa maksud ibu berkata seperti itu?” Nita semakin tidak mengerti dengan ucapan Dara

“Kamu tidak pantas disebut sebagai istri karna kamu tidak akan memberikan anak untuk Surya apalagi bisa menjadi istri yang baik”

Nita syok, ia memang tidak mengetahui hal ini, apa Surya memang tidak memberitahunya dan sengaja menutupi semua ini.

Bahkan sendok yang dipegangnya jatuh karna Nita sangat kaget dan tak menyangka kalau Dara akan mengatakan hal seperti itu.

“Kenapa? Kamu kaget? Sudahlah Nita lebih baik kamu tinggalkan saja Surya biarkan Surya bahagia dan bisa memiliki keturunan, aku juga ingin punya cucu”

“Kalau ibu memang ingin punya cucu kenapa ibu menyuruh aku melakukan hal itu bu? Aku harus kehilangan anak aku, seandainya ibu tidak menyuruh aku membersihkan kamar mandi anak aku pasti masih ada dan ibu akan menggendong cucu nanti” Nita mulai emosi mendengar ucapan Dara

Kenapa kali ini Dara harus mengatakan ingin memiliki cucu, kemarin saat Nita hamil dirinya malah membuat Nita melakukan hal-hal yang bisa membahayakan kehamilannya dana benar saja Nita harus kehilangan anaknya.

Sedih, sakit dan marah semua menjadi satu. Baru saja Nita kehilangan anaknya, Dara malah mengatakan hal ini yang membuat Nita semakin menambah kesedihannya. Bahkan Surya juga tidak mengerti perasaannya.

Nita dan Surya sama-sama kehilangan seharusnya di masa seperti ini mereka harus saling menguatkan agar bisa bangkit, tapi Surya malah seperti menghindar dari Nita.

Nita menangis menumpahkan air mata yang selalu ia tahan agar tidak menangis, tapi ucapan Dara tak mampu ia tahan, ucapan Dara menembus ke hatinya.

“Kamu pakai tanya kenapa jelas karna aku tidak mau punya cucu dari kamu” jawab Dara sinis

Dara seperti tak memikirkan perasaan Nita, kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti pisau yang menancap di tubuh Nita. Saking tidak sukanya, Dara sampai melakukan semua ini.

“Sudah aku katakan kalau dari awal aku tidak pernah menyetujui pernikahan kamu dengan Surya, hanya saja Surya selalu merengek dan memohon agar bisa menikahi kamu, beginilah jadinya kalau tidak menurut pada orang tua dan seharusnya kamu sadar kenapa aku tidak menyetujui kamu dan Surya. Ternyata firasat aku benar kalau kamu tidak bisa memberi keturunan untuk Surya!” tambah Dara

Nita hanya diam, ia tak kuasa menahan tangisnya. Sesak di dadanya ketika Dara mengatakan dirinya tidak bisa menjadi istri yang baik dan sempurnya. Nita selalu bersabar jika Dara memerintahnya melakukan hal-hal yang membuatnya lelah tapi kali ini Nita tak tahan kalau Dara terus menghinanya.

“Sudah bu, apa salah aku sampai ibu seperti ini?” air matanya terus mengalir membasahi pipinya

“Kesalahan kamu adalah hadir dalam kehidupan anak aku padahal aku sudah ingin Surya menikahi Fifi tapi kamu merusak semuanya, kamu membuat Surya tidak mendengarkan aku padahal aku ibunya yang melahirkan dan merawatnya, Surya lebi