Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Gagal Total
Bahagia, luka dan patah adalah tiga hal yang tidak bisa lepas ketika seseorang berani mencinta. Kini, Azoya berada di titik itu. Ya, dia yang terluka dan patah karena terlalu cinta dengan pria yang dia anggap titisan dewa. Mungkin saat ini Zayyan seharusnya tertawa melihat adiknya yang termenung menatap hiruk pikuk perkotaan di balik jendela kaca, akan tetapi sama sekali Zayyan tidak memperlihatkan jika dirinya bahagia atas luka yang Zoya rasa.
"Sampai kapan direnungi? Jangan pernah menangis untuk pria seperti dia, Zoya."
Zayyan mendekat, ingin sekali dia merengkuh tubuh lemah Azoya. Akan tetapi, untuk saat ini dia paham suasana hati sang adik. Tidak lucu jika sampai Zoya menangis juga akibat kesal padanya.
"Aku kurang apa, Kak?" tanya Zoya menghela napas perlahan, sungguh entah kenapa rasanya sakit sekali. Cintanya pada Mahendra tidak bercanda, wajar saja jika dia luka.
"Tidak ada yang kurang, Sayang. Kamu cantik, baik ... hanya saja jatuh ke pelukan pria yang tidak bersyukur memilikimu, itu saja."
Azoya terdiam, dia mendongak menatap Zayyan yang kini tengah tersenyum hangat. Jika sedang begini sama sekali tidak terpancar aura menyebalkan sang Kakak, dia bijaksana dan penyayang. Zayyan yang begini sangat dia rindukan, hingga tanpa aba-aba Azoya yang merindukannya memeluk erat tubuh pria itu.
"Zoy?"
"Tetap begini, Kak. Aku butuh pelukanmu, sebentar saja."
Zayyan terenyuh, padahal tadi malam sudah dipeluk hingga pagi. Pria itu jelas saja tidak keberatan, memang ini yang dia mau. Tanpa pikir panjang, dia membalas pelukan Azoya sembari mengecup keningnya beberapa kali, dia mengerti bagaimana sakitnya sebuah pengkhianatan.
"Sebentar? Kalau aku maunya lama bagaimana?"
Baru juga beberapa menit Azoya mengaguminya kini gugur sudah. Zayyan kembali menyebalkan dan ini sungguh membuatnya menyesal, usai mendengar ucapan pria itu Azoya melepaskan pelukannya.
"Sudah, terima kasih."
"Eits, jangan mempermainkanku ... kamu lupa kesepakatan kita? Yang boleh melepas pelukan hanya aku," ungkap Zayyan lagi-lagi membuat kepala Azoya panas rasanya, ada saja yang dia jadikan alasan untuk membuat Azoya terjebak dalam keadaan.
"Masih ingat ya? Aku saja sudah lupa," ungkap Azoya menatap sendu mata Zayyan, kesepakatan sepihak yang dia putuskan beberapa tahun lalu.
"Tentu saja, tidak ada yang aku lupakan di dunia ini, Azoya."
Zayyan adalah pria dengan ingatan yang tidak perlu diragukan. Dia bahkan mengingat bagaimana penampilan Azoya ketika pertama kali masuk istana keluarga Alexander.
"Kita kapan pulang? Kakak tidak takut dicari Papa?" tanya Zoya serius, sejak dahulu mereka ketahui jika Alexander adalah sosok papa yang tegas dan tidak pandang bulu dalam bersikap.
"Tidak, aku sudah dewasa ... yang seharusnya takut itu kamu, anak manja."
Manja? Lucu sekali. Azoya bahkan tidak mengerti arti manja sejak dahulu. Mungkin menurut Zayyan dia manja karena memang belum bisa mandiri, sekalinya mandiri patah kaki. "Manja apanya, aku tidak begitu," jawab Azoya tidak terima dengan fitnah yang Zayyan utarakan.
"Oh iya? Kalau memang tidak manja kenapa nonton bioskop saja harus ditemani? Hm?" Zayyan tertawa sumbang sembari sengaja mengacak rambutnya.
Ingin melawan tapi itu fakta, Azoya yang sejak dahulu takut di keramaian menjadi terbiasa dibawah perlindungan Zayyan. Peleccehhan yang dia terima ketika berusia 14 tahun di sebuah pusat perbelanjaan membuat Zoya takut sendirian, itulah sebabnya ketika beranjak dewasa dan berpikir jika sang Kakak juga punya kehidupan pribadi berinisiatif untuk membuka hati agar tidak bergantung pada Zayyan hingga nanti.
Zayyan menatapnya begitu lekat, keduanya hanya berjarak beberapa centi. Dalam pelukan pria dewasa dan keduanya tidak memiliki hubungan darah, sebenarnya Azoya sadar tatapan sang kakak berbeda. Hanya saja, dia menepis pikiran itu. Apalagi ketika dia kembali mengingat jika Zayyan mengutarakan niatnya untuk menikah tadi pagi.
"Zoya."
"Hm? Kenapa?"
"Bisa kamu lepaskan Mahendra setelah ini?" tanya Zayyan serius dan tidak melepaskan tatapannya dari manik indah Azoya.
"Bi-bisa, aku bisa."
Menangis lagi, sungguh Zayyan benci sekali dengan air mata Zoya yang tumpah hanya karena pria lain. Pria itu mengepalkan tangan lantaran air mata adiknya banyak terbuang hanya karena menangisi seorang Mahendra yang wajahnya tidak seberapa itu.
"Harus bisa, dan setelah ini jangan pernah lari ke pelukan pria lain hanya untuk melupakan dia ... lihat ak_"
BRAK
"ZAYYAN!!"
"Ck, astaga ... Bisa kau sopan sedikit?!"
Dia tengah berusaha mengutarakan maksud hatinya pelan-pelan. Zico datang dan dengan wajah panik dan mata yang memerah. Tatapan pria itu kian tajam saja kala melihat mereka berdua tengah berpelukan layaknya pasangan suami istri.
"Zoya?" Tatapan penuh tanya Zico seolah hendak membunuhnya, wanita itu sontak menjauhi Zayyan beberapa langkah.
"Kalian berdua tidur bersama? Bisa-bisanya menikmati malam berdua di saat Papa masuk ke rumah sakit?! Kalian melakukannya ... Iya, 'kan?" tuduh Zico dengan nada tinggi.
"Apa? Papa masuk rumah sakit? Jelaskan kenapa, Zico?!" Tidak peduli dengan tuduhan Zico, pria itu panik kala mendengar ucapan Zico beberapa detik lalu. Sama halnya dengan Zoya, dia yang panik maju dan meminta penjelasan.
"Papa kenapa, Kak? Katakan." Zoya mengguncang tangan Zico, meski sadar betul jika tatapan pria itu penuh kemarahan padanya.
"Kalian berdua memang gilla!! Dua-duanya mendadak tidak bisa dihubungi, atau sejak dulu sudah saling menikmati? Hah?!!"
"Zico hentikan, jangan bahas hal lain ... sekarang kita ke rumah sakit, jangan marah pada Zoya, ini bukan kesalahannya." Zayyan menarik pergelangan tangan Azoya, andai saja bukan dalam keadaan darurat mungkin mereka sudah bertengkar lagi lantaran Zico hampir saja mendaratkan telapak tangan ke wajah Azoya.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken