" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
setahun lebih
Ratih sibuk menata buku buku yang sudah di acak acak oleh anak anak SMA yang rutin datang ke cafenya.
Seperti apa yang ia ucapkan tahun lalu,
setelah bercerai dengan Arga dia berencana membuka toko buku dan taman bacaan,
dia juga mengelola sebuah cafe disamping toko bukunya,
orang orang bisa membaca dan memilih milih buku dengan santai sembari menikmati es krim dan cemilan manis.
Kehidupannya setahun lebih ini cukup menenangkan,
Waktu lebih banyak ia habiskan untuk mengurus buku buku dan cafe nya.
Ia menjadi sosok yang berbeda setelah perceraian,
ia menjadi penyendiri dan jarang berkumpul dengan teman sepantarannya,
ia juga menjadi lebih dingin dalam urusan perasaan.
" Kak..!" beberapa anak remaja masuk, mereka langganan membaca buku di cafe Ratih.
" Kak kak.. sejak kapan aku jadi kakak kalian?" sahut Ratih selesai merapikan buku.
" kalau begitu mau di panggil tante?" para remaja itu tertawa.
" tidak usah datang kesini lagi besok besok.."
" nah kan ngambek? di panggil kak tidak mau, tante apalagi.. ?" protes mereka.
" Sudah sudah, kalau mau baca buku jangan lupa rapikan, jangan seperti anak anak SMA sebelah,
setelah baca taruh buku asal asalan, kasihan bukunya.. rusak.."
" wah, kalau begitu blacklist saja kak..!"
" sudahlah, yang penting kalian jangan begitu..
apalagi dengan karya karya lama, kakak sulit mendapatkannya.."
" ah iya kak.. kami akan mengingat itu dengan baik, kusampaikan juga ada teman temanku nanti.."
" baguslah.." Ratih berjalan menjauh, menuju ke cafenya.
" Selamat siang mbak.." seorang laki laki masuk, wajahnya lumayan tampan dan rambutnya sedikit gondrong.
" Iya selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya Ratih ramah.
" Saya mau cari buku, sekalian saya pesan espresso nya satu," laki laki itu mengulas senyum pada Ratih.
" Oh ya..?" laki laki itu membolak balik menu,
" tambah cemilan yang tidak terlalu manis apa ya?" tanyanya karena ia melihat hampir semua cemilan di menu di dominasi oleh rasa manis.
" Untuk wafel dan roti bakar bisa di ganti topingnya,
ada keju, kacang, dan selai buah.."
" wafel saja, saya mau keju dan kacang, tidak usah di tambah susu ya, pokoknya yang manis manis jangan.."
ujar si pemesan.
" baik, ini nomor tempat duduk anda, pesanan akan diantar sebentar lagi.." ujar Ratih.
" Ria?" panggil Ratih pada satu asistennya,
" buatkan pesanan ini, meja nomor lima ya?"
" iya mbak.." jawab si asisten menerima sebuah kertas dari Ratih.
Waktu sudah menunjukan jam empat sore,
sudah waktunya cafe di tutup,
" Ria? bersihkan ya?, lalu tutup semua jendela," perintah Ratih sembari melepas celemek kerjanya yang berwarna coklat muda.
" Lho.." mata Ratih menemukan satu pengunjung yang belum pergi, ia keluar dari meja kasir dan mendekat kearah pengunjung yang berambut gondrong tadi.
" Maaf.. tapi kami sudah mau tutup?" ucap Ratih dengan hati hati,
" oh?" si pengunjung yang sedang sibuk membaca buku sontak memandang Ratih dan berdiri disampingnya.
" Rupanya saya lupa waktu.." ujarnya tersenyum, lalu menutup buku yang ada di tangannya.
" Banyak karya karya lama, saya sampai terlena.." imbuhnya lagi sembari bangkit,
" untuk buku bukunya satu kasir?" tanya laki laki yang usianya terlihat tak jauh berbeda dari Ratih itu, ia membawa beberapa buku baru yang masih di bungkus rapi dengan plastik.
" Buku baru?" tanya Ratih,
" Yah.. karena buku lama tidak boleh di beli, jadi saya membeli beberapa buku baru saja.. hitung hitung untuk bacaan dirumah.."
" untuk karya lama memang tidak saya perjual belikan, bahkan tidak saya sewakan untuk di bawa pulang.."
" sayang sekali.. kalau di jual saya akan membayarnya lebih..?"
" Kalau mau membaca di sini silahkan, tapi sampai kapanpun tidak saya jual.."
" ah.. baiklah.. sepertinya saya akan sering kesini.." laki laki berambut seleher itu berkali kali melempar senyum manis.
Ratih sampai dirumah, ia berjalan begitu saja sehingga tak melihat sosok Hendra yang sedang duduk di ruang tengah.
" Bisa kelakuanmu Rat? bukannya salam, apa cium tangan?!" suara Hendra menggema di rumah yang luas itu.
" Lho?" Ratih sontak berbalik,
" Mas Hendra?!" Ratih berjalan dengan buru buru ke arah kakaknya yang sedang makan buah mangga yang sudah di kupas dengan bentuk kotak kotak oleh mamanya.
" Kapan pulang? kok tidak mengabari Ratih mas?"
" memangnya kalau mengabari mu bakal kau jemput?
ibu saja bilang kalau kau terlalu sibuk dengan cafe dan buku buku itu.."
" aku bekerja, mencari uang.. bukan main main.." gerutu Ratih membuat Hendra tertawa melihat muka masam adiknya.
" Kau sedang menjalankan hobimu.. siapa yang tidak tau,"
" ah...mas mana pernah sih mendukung langkahku?"
" aku sudah mengajakmu pindah ke bali, tapi kau malah tidak betah dan pulang.."
" mas sendiri tidak teratur hidup disana!"
" wahh jangan jangan karena ucapanmu ini ibu menyuruhku pulang ya?!"
" eh, aku bukan pengadu mas?!"
" eh!! apa ya kalian ini?!" suara si ibu keluar dari dapur membawa cemilan hangat.
" Ini ma! mas Hendra?!"
" eh??! mas Hendra mas Hendra...?!" Hendra menirukan kata kata adiknya.
" Sudah Hen, jangan menggoda adikmu lagi.."
" menggoda siapa? maksudnya?" tanya Ratih,
" Mas mu pulang karena ada urusan..
mas mu juga rencananya mau pindah kembali ke malang.." jelas ibunya,
" Nah?!" Ratih melempar bantal kursi ke arah Hendra.
" eh?! berani ya janda kembang..!"
Hendra berdiri sembari menahan tawa, ia sengaja membuat adiknya kesal.
" Mamaaa!!!" teriak Ratih keras,
" Hendra?!" si ibu berdiri diantara keduanya dan melotot,
" Bercandamu Hendra?!" si ibu mencubit lengan Hendra.
Semua keluarga sedang berkumpul untuk makan malam,
Ratih yang sibuk makan tiba tiba saja termenung mendengar sebuah nama di sebutkan.
" Kerja sama dengan Pamungkas?" tanya papanya pada Hendra,
" iya pah, modal dari Om pamungkas.. Hendra yang mengatur semua disini.."
" baguslah, setidaknya kau dekat dengan keluarga.."
" iya pa.. aku kerja jauh malah tidak ada bentuknya,
lebih baik disini sajalah sembari menabung.."
" gajimu itu cukup lee.. kau saja yang suka foya foya," sela mamanya,
" foya foya apa sih ma.. biaya kontrak rumah di bali memang besar.. sisanya ya di pakai makan sama Hendra,"
" sama gonta ganti mobil?" mamanya tak mau kalah,
" ah..mama, mumpung aku belum menikah, kalau aku sudah menikah mana bisa??"
" mumpung belum? lalu kapan kau mau menikah?"
" lho kan? ujung ujungnya ini yang di bahas...?"
" umurmu sudah 28 mau menunggu usiamu berapa??"
Hendra membisu, matanya melirik adiknya.
" Ratih saja duluan.. suruh dia menikah lagi.." ujar Hendra setelah lama diam.
Ratih sontak menatap kakaknya itu,
" Gatal ya tidak menyebut namaku?" Ratih melotot kesal,
" Ya gatal.. pengen punya ponakan..!" Hendra tertawa.
" Mama! mas Hendra?!!"
" mama terus senjatamu, memangnya aku salah minta keponakan?"
" mas saja yang buat sendiri!" keduanya beradu pandang kesal.
" Wes wes.. malah tukaran koyok arek cilik.. ( sudah sudah.. malah ribut seperti anak kecil..)" suara papanya menengahi.
" Lalu kapan Pamungkas kesini Hen?" tanya papanya, membuat perasaan Ratih kembali aneh.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆