NovelToon NovelToon
Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / CEO / Janda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Selena tak pernah menyangka hidupnya akan seindah sekaligus serumit ini.

Dulu, Daren adalah kakak iparnya—lelaki pendiam yang selalu menjaga jarak. Tapi sejak suaminya meninggal, hanya Daren yang tetap ada… menjaga dirinya dan Arunika dengan kesabaran yang nyaris tanpa batas.

Cinta itu datang perlahan—bukan untuk menggantikan, tapi untuk menyembuhkan.
Kini, Selena berdiri di antara kenangan masa lalu dan kebahagiaan baru yang Tuhan hadiahkan lewat seseorang yang dulu tak pernah ia bayangkan akan ia panggil suami.

“Kadang cinta kedua bukan berarti menggantikan, tapi melanjutkan doa yang pernah terhenti di tengah kehilangan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Pindah Rumah

“Sel, aku udah pikirin baik-baik,” ucap Daren tiba-tiba di sela sarapan pagi yang hangat itu.

Suara dentingan sendok dan garpu di meja makan seketika berhenti. Selena mengangkat wajahnya, sedikit heran melihat ekspresi serius di wajah suaminya. “Pikirin apa, Kak?” tanyanya pelan, matanya menatap penuh tanya.

Daren meletakkan sendoknya perlahan, lalu menggenggam tangan Selena yang berada di atas meja. Sentuhannya hangat, lembut, tapi terasa tegas. “Gimana kalau… kita pindah ke rumahku minggu depan?” katanya dengan nada hati-hati namun mantap. “Aku pengen kamu dan Aru benar-benar tinggal di tempat yang bisa kita sebut rumah kita sendiri. Tempat yang penuh tawa, bukan kenangan lama.”

Selena terdiam. Matanya menatap wajah Daren yang tampak penuh keyakinan, lalu perlahan turun ke arah tangan yang menggenggamnya. Hangat itu membuat hatinya bergetar.

Rumah Daren.

Kalimat itu terngiang-ngiang di benaknya.

Pindah rumah—pindah dari tempat di mana setiap sudut masih menyimpan bayangan masa lalu bersama Kavi. Dari ruang tamu yang dulu penuh tawa, dari halaman kecil tempat Arunika belajar bersepeda pertama kali. Dari tempat yang diam-diam masih terasa seperti potongan kecil dari dirinya yang dulu.

“Sel?” panggil Daren lembut, menyadari Selena belum juga menjawab.

Selena menarik napas pelan. “Minggu depan, ya?” tanyanya pelan, mencoba memastikan.

“Iya.” Daren mengangguk pelan. “Aku udah siapin semuanya. Rumah itu udah direnovasi, udah aku tambahin kamar buat Aru, dan taman kecil di belakang yang bisa kamu rawat. Aku pengen kamu nyaman, Sel. Aku pengen kita mulai dari awal—tanpa bayangan siapa pun.”

Nada suaranya tulus, dan ada cinta yang begitu nyata di sana. Tapi justru itu yang membuat dada Selena sesak.

Ia tersenyum kecil, meski ada air bening yang hampir jatuh di sudut matanya. “Aku… nggak tahu bisa secepat itu, Kak. Rumah ini… banyak kenangannya.”

Daren menatapnya penuh pengertian. Ia tahu, ini bukan tentang rumahnya yang lama—melainkan tentang kenangan yang Selena pertahankan begitu erat. Tentang masa lalu yang ia belum sepenuhnya siap lepaskan.

“Aku tahu,” jawab Daren pelan. “Aku nggak minta kamu untuk melupakan, Sel. Aku cuma pengen kamu punya ruang baru buat bahagia lagi. Biar yang lama tetap di sini, tapi kamu melangkah dengan hati yang baru.”

Selena menunduk, menggenggam jari Daren lebih erat.

Sementara di sisi lain meja, Arunika hanya memperhatikan kedua orang tuanya dengan polos. Ia memiringkan kepala, lalu bertanya dengan suara kecil, “Kalau pindah rumah… berarti kamar Aru di sini ditinggal, ya?”

Selena menatap anaknya, lalu tersenyum lembut meski matanya mulai basah. “Iya, Sayang. Tapi nanti Aru punya kamar baru, lebih besar, dan bisa dihias sesuka Aru. Mau?”

Mata Arunika langsung berbinar. “Boleh ya, Ma? Aru mau tempelin stiker bintang di dinding!”

Daren terkekeh, mengusap rambut anaknya. “Tentu aja boleh, Princess.”

Suasana kembali hangat, meski di dalam hati Selena masih ada desir ragu yang belum sirna sepenuhnya. Ia menatap Daren, lalu menatap Arunika yang sedang tertawa kecil di sebelahnya.

Mungkin memang sudah saatnya.

Mungkin memang sudah waktunya berhenti tinggal di masa lalu, dan mulai membangun masa depan.

Selena menarik napas panjang, lalu tersenyum kecil ke arah Daren.

“Baiklah, Kak. Kita pindah minggu depan,” katanya pelan, tapi pasti.

Daren tersenyum lega, jemarinya menekan tangan Selena dengan lembut.

“Terima kasih, Sel. Aku janji, kamu nggak akan nyesel.”

Dan di antara aroma roti hangat dan cahaya matahari yang menembus jendela pagi itu, ketiganya duduk bersama dalam diam—menyadari bahwa mereka baru saja membuat keputusan yang akan mengubah hidup mereka selamanya.

Namun jauh di dalam hati Selena, masih tersisa satu bisikan halus:

“Apa Kavi akan marah kalau aku benar-benar pergi?”

---

Hari ini adalah hari yang terasa berbeda—hari di mana keluarga kecil Daren benar-benar memulai lembaran baru dalam hidup mereka.

Mobil hitam milik Daren berhenti perlahan di depan sebuah rumah besar berlantai dua, dengan pagar putih dan taman hijau yang luas di kedua sisinya. Sinar matahari pagi menyinari dindingnya yang berwarna krem lembut, memberi kesan hangat sekaligus elegan.

Semua barang sudah diatur rapi di dalam mobil boks yang mengikuti di belakang mereka.

Perabotan besar sengaja ditinggalkan di rumah lama, hanya barang-barang penting dan yang punya nilai emosional yang dibawa—foto keluarga, boneka kesayangan Arunika, dan beberapa tanaman hias milik Selena yang tak tega ditinggalkan.

Daren turun lebih dulu, membuka pintu untuk Selena dan Arunika. “Selamat datang di rumah kita,” ucapnya dengan nada lembut namun penuh kebanggaan.

Selena berdiri terpaku sejenak di depan pagar rumah itu. Pandangannya menyapu setiap detail—pohon sakura kecil di sisi taman depan, jendela besar di lantai dua, dan aroma rumput segar yang tertiup angin. Rumah ini terasa asing… tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang hangat di dalamnya.

Arunika melangkah keluar dengan semangat, matanya berbinar. “Waaah! Rumahnya besar banget, Ayah! Ada taman juga!” serunya sambil berlari kecil ke arah halaman.

Suara tawa riangnya menggema, membuat suasana pagi itu terasa hidup.

Daren terkekeh pelan. “Lihat tuh, baru nyampe aja udah eksplor,” katanya, menatap Selena dengan tatapan penuh cinta. “Aku harap kamu juga bisa senyaman itu, Sel.”

Selena menoleh, tersenyum samar. “Rumahnya indah, Kak. Terlalu indah malah…”

Nada suaranya pelan, seolah masih ada sesuatu yang tertinggal di belakang sana—sebuah kenangan yang belum sempat diucapkan selamat tinggal.

Tak lama kemudian, mobil boks berhenti di depan halaman. Bi Nana keluar lebih dulu, mengenakan topi lebar dan senyum hangat di wajahnya. “Aduh, rumahnya bagus banget, Tuan Daren! Saya jadi semangat beres-beresnya,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Daren menepuk bahu Bi Nana. “Terima kasih ya, Bi, udah mau ikut kami. Saya nggak bisa bayangin rumah ini tanpa masakan Bi.”

“Wah, kalau soal itu jangan khawatir. Dapur di rumah baru ini pasti wangi terus,” jawab Bi Nana sambil berjalan ke arah bagasi mobil, membantu menurunkan beberapa kardus berisi perlengkapan dapur.

Sementara itu, Arunika sudah berlari menuju sisi belakang rumah, menatap kolam renang kecil di dekat taman. “Mamaaa! Aru mau renang di sini nanti, yaaa!”

Selena tersenyum lebar, hatinya sedikit mencair melihat keceriaan putrinya. “Boleh, tapi nanti sore aja, ya. Sekarang bantu Mama dulu beres-beres.”

Daren menghampiri Selena, merangkul bahunya dari samping. “Kamu tahu, waktu aku beli rumah ini… aku cuma mikirin satu hal.”

Selena menatapnya. “Apa?”

“Bayangan kamu sama Aru di sini. Suara kalian di ruang tamu, tawa kalian di taman belakang. Aku pengen rumah ini hidup, Sel. Bukan cuma besar dan indah, tapi penuh cinta.”

Selena menatapnya dalam diam, lalu tersenyum lembut. “Dan kamu berhasil, Kak. Rasanya… hangat.”

Mereka berjalan masuk ke dalam rumah bersama.

Begitu melewati pintu utama, aroma cat baru dan wangi bunga segar dari vas di meja sambut menyambut mereka. Lantai marmer putih mengilap, jendela besar membiarkan cahaya masuk dengan sempurna. Di dinding, sudah tergantung beberapa bingkai foto keluarga mereka yang dipasang lebih dulu oleh Daren semalam.

“Lihat, Sel,” kata Daren sambil menunjuk ke salah satu dinding. “Aku pasang foto kita bertiga di sini. Biar tiap kali kamu masuk rumah, kamu tahu… kamu nggak sendiri.”

Selena menatap foto itu lama.

Ia menutup mulutnya dengan tangan, menahan haru yang tiba-tiba menyeruak.

“Terima kasih, Kak…” bisiknya pelan, suaranya bergetar tapi tulus.

Daren tersenyum, lalu memeluknya dari belakang.

“Mulai hari ini, ini rumah kita. Tempat kita menulis cerita baru.”

Dan di luar sana, Arunika berlari-lari kecil di taman sambil membawa boneka kelincinya, tertawa lepas di bawah sinar matahari.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Selena benar-benar merasa…

rumah itu bukan lagi sekadar tempat tinggal—melainkan awal dari kehidupan yang baru, yang perlahan menyembuhkan.

---

Selena terkekeh kecil melihat Arunika tertawa riang saat Daren menggendongnya ke tengah kolam.

Suara cipratan air bercampur tawa anak itu membuat suasana sore terasa begitu hangat dan hidup. Daren hanya mengenakan celana pendek olahraga, tubuhnya basah kuyup, sementara Arunika dengan baju renang warna pink dan pelampung berbentuk unicorn terlihat begitu bahagia.

“Mamaaa, ayo ikut! Renang bareng Aru sama Ayah!” seru Arunika sambil mengayunkan tangan kecilnya ke arah Selena.

Selena menggeleng pelan sambil tersenyum, menggoyang-goyangkan jari telunjuknya.

“Aru aja yang renang sama Ayah, ya. Mama tunggu di sini aja,” ucapnya lembut dari gazebo di pinggir kolam.

Ia duduk santai di kursi rotan, mengenakan gaun santai bermotif bunga dengan rambut yang diikat longgar. Angin sore berembus lembut, membuat beberapa helai rambutnya terlepas dan menari di wajah. Dari tempatnya duduk, Selena bisa melihat dua orang yang kini jadi dunianya—Daren dan Arunika—tertawa tanpa beban, seolah dunia luar tak pernah ada.

Daren menatap ke arah Selena, tersenyum nakal. “Yakin nggak mau nyebur, Sel? Airnya hangat, loh!” katanya, sambil menggendong Arunika yang menjerit kecil karena disiram air.

Selena terkekeh, “Nggak, Kak! Aku udah bilang, aku jagain aja dari sini!”

“Yakin?” Daren menaikkan satu alisnya. Ada sesuatu di nada suaranya yang membuat Selena curiga.

“Iya, yakin banget!” jawab Selena mantap, meski senyumnya sedikit waspada.

Daren menatap Arunika dan berbisik kecil, “Aru, bantu Ayah, ya.”

Arunika mengangguk cepat, matanya berbinar penuh semangat. “Siap, Ayah!”

Beberapa detik kemudian, Selena baru sadar ada sesuatu yang tidak beres ketika Daren berenang pelan ke tepi kolam, mendekati arah gazebo.

“Kak, jangan aneh-aneh ya…” katanya dengan nada waspada, setengah berdiri dari kursi.

Namun Daren hanya tertawa, lalu dalam satu gerakan cepat—ia menarik tangan Selena dari tepi kolam!

“KAKAKKK!!” teriak Selena kaget saat tubuhnya tercebur ke air, diikuti tawa keras Arunika yang girang bukan main.

Air memercik ke segala arah, dan sesaat kemudian Selena muncul ke permukaan, wajahnya basah kuyup, mata menatap Daren penuh protes.

“Kaaak! Aku udah bilang jangan aneh-aneh!” katanya setengah menahan tawa, setengah kesal.

Daren tertawa puas. “Tapi sekarang Mama udah renang bareng Ayah sama Aru, kan?” katanya sambil mendekat, wajahnya penuh senyum menggoda.

Arunika bersorak gembira. “Yeay! Sekarang Mama ikut renang juga!”

Selena tak bisa menahan tawanya akhirnya. “Dasar dua-duanya sama aja, komplotan kecil!” katanya sambil mencipratkan air ke arah Daren.

Daren berpura-pura kaget, “Wah, perang air nih!”

Dan tanpa aba-aba, kolam itu langsung dipenuhi tawa, cipratan, dan suara riang keluarga kecil itu.

Beberapa menit kemudian, setelah puas bermain air, Daren membantu Selena naik dari kolam. Ia mengambilkan handuk dan menyampirkannya di bahu sang istri dengan lembut.

“Nih, biar nggak kedinginan,” ucapnya pelan.

Selena menatapnya, matanya melembut. “Kamu tuh, selalu aja punya cara bikin aku nggak bisa marah,” katanya sambil tersenyum.

Daren tertawa kecil, menatapnya penuh kasih. “Karena aku cuma pengen lihat kamu tertawa, Sel. Aku nggak mau rumah ini sepi.”

Selena terdiam sejenak, lalu menatap Daren dalam-dalam. Ada kehangatan yang sulit dijelaskan—sesuatu yang menenangkan tapi juga membuat dadanya bergetar halus.

“Rumah ini memang nggak akan sepi,” katanya akhirnya. “Selama ada kamu dan Aru.”

Daren tersenyum kecil, mengusap ujung rambut basah Selena yang menempel di pipinya. “Dan aku janji, Sel… rumah ini akan selalu jadi tempat kamu pulang. Tempat yang nggak akan pernah nyakitin kamu lagi.”

Selena hanya bisa menatapnya—dan kali ini, tanpa kata, ia tahu bahwa hatinya mulai pulih sepenuhnya.

Bukan karena waktu… tapi karena cinta yang perlahan, lembut, dan tulus mengobati segalanya.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
Itz_zara: besok lagi ya🙏
total 1 replies
Favmatcha_girl
lanjutkan thor💪
Favmatcha_girl
perhatian sekali bapak satu ini
Favmatcha_girl
lanjutkan 💪
Favmatcha_girl
cemburu bilang, Sel
Favmatcha_girl
ayah able banget ya
Favmatcha_girl
cemburu ya🤭
Favmatcha_girl
pelan-pelan mulai berubah ya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Itz_zara: besok lagi ya, belum ada draft baru🙏
total 2 replies
Favmatcha_girl
memanfaatkan orang🤭
Favmatcha_girl
Honeymoon Sel
Favmatcha_girl
Dah lama gak liat sunset
Favmatcha_girl
dramatis banget 🤭
Favmatcha_girl
ikutan dong
Favmatcha_girl
ngomong yang keras
Favmatcha_girl
aw terharu juga
Favmatcha_girl
itu mah maunya lo
Favmatcha_girl
Alasan itu
Favmatcha_girl
kenapa yak setiap cowok gitu😌
Favmatcha_girl
Yeyyyy
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!