Mata elang Layla mengamati pria yang akan menjadi suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tindikan di telinga, tato di lengan, dan aura berbahaya yang terpancar, adalah definisi seorang badboy. Layla mendesah dalam hati. Menikahi pria ini sepertinya akan menjadi misi yang sangat sulit sepanjang karir Layla menjadi agen mata-mata.
Tapi untuk menemukan batu permata yang sangat langka dan telah lama mereka cari, Layla butuh akses untuk memasuki keluarga Bagaskara. Dan satu-satunya cara adalah melalui pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Di saat Layla masih kebingungan dengan keberadaan Adrian, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan beberapa pelayan masuk membawa berbagai hidangan makanan.
"Selamat pagi nyonya Layla." Bu Mia kepala pelayan menyapa Layla dengan ramah.
"Pagi, ada apa ini?" tanya Layla kebingungan.
"Kami datang membawakan sarapan untuk anda nyonya, karena kami tidak tahu selera anda, jadi kami menghidangkan menu sarapan dari berbagai negara berbeda untuk anda, adakah salah satu dari menu ini yang ingin anda makan pagi ini?" Bu Mia tersenyum ramah seraya menawarkan pilihan makanan untuk Layla.
"Aku pilih yang mana ya?" dahi Layla mengkerut. Semua menu tersebut terlihat asing dimatanya, membuat Layla bingung harus memilih yang mana.
"Kalau di antara hidangan ini tidak ada menu yang sesuai dengan selera anda, kami bisa membuat yang baru sesuai dengan keinginan anda, anda tinggal bilang saja nyonya." Bu Mia menyarankan.
"Ah tidak usah, aku pilih yang ini saja." Layla tidak mau merepotkan orang lain, jadi wanita cantik itu memilih menu secara asal.
"Baik nyonya," patuh bu Mia. Kemudian wanita paruh baya itu menepuk tangannya, para pelayan yang membawa hidangan makanan mulai berjalan keluar, digantikan dengan pelayan lain yang datang dengan berbagai gaun yang sangat indah. Mata Layla sampai berbinar melihat betapa indahnya gaun-gaun tersebut.
"Apa ini?" tanya Layla masih dengan kebingungan yang sama.
"Ini adalah gaun dari beberapa designer ternama di negara ini, anda bisa pilih salah satu untuk anda pakai hari ini, silahkan pilih anda mau memakai gaun yang mana nyonya?" ucap bu Mia. Rupanya para pelayan tersebut tidak hanya membawakan sarapan saja untuk Layla, tapi mereka juga membawa beberapa gaun indah sebagai pilihan gaun yang bisa Layla pakai hari ini.
“Tidak perlu repot-repot seperti ini. Aku bisa mengambil sendiri apa yang aku butuhkan.” Layla merasa sungkan.
“Ini semua atas perintah Tuan Adrian, nyonya. Beliau bilang nyonya Layla tidak boleh kelelahan setelah bekerja keras melayani beliau semalam.” bu Mia memberitahu Layla dengan nada lembut.
“Sebaiknya, untuk hari ini nyonya beristirahat saja di dalam kamar, agar luka-luka anda, terutama di area sensitif bisa cepat pulih.” bu Mia menambahkan.
Layla terdiam, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. “Apa benar Adrian bilang begitu?” tanya Layla malu-malu.
"Benar nyonya." Para pelayan mengangguk serempak.
"Adrian! Awas kau! Kalau nanti kita bertemu aku akan memberimu pelajaran." Layla bersumpah dengan kedua tangan terkepal erat.
***
"Akh!! Aku malu sekali!" Teriak Layla dari bawah selimut tebalnya, Layla merasa enggan untuk turun dari ranjang meskipun sang surya sudah merangkak naik dan mulai menyinari celah-celah jendela kamarnya, namun hati Layla masih diselimuti kegelapan.
Semalam, Layla adalah seorang pengantin baru yang bahagia, tapi kini Layla merasa seperti seorang pesakitan yang kehilangan harga diri.
"Adrian, kenapa kamu menceritakan malam pertama kita pada semua orang? Bagaimana caraku menghadapi mereka hari ini?" rutuk Layla lirih, suaranya tercekat oleh rasa malu yang mendalam.
Kilasan kejadian pagi tadi berputar di benak Layla seperti kaset rusak yang terus berputar ulang. Bu Mia, kepala pelayan yang biasanya bersikap formal, tiba-tiba melayaninya bak seorang ratu. Setiap gerakannya diperhatikan, setiap kebutuhannya dipenuhi dengan berlebihan. Bahkan, Bu Mia tidak mengizinkan Layla berjalan sendiri ketika ia ingin menuju kamar mandi, memapahnya dengan penuh perhatian, menjaga Layla seolah-olah Layla adalah barang berharga.
Layla mengerti, Adrian pasti telah menceritakan detail malam pertama mereka kepada semua orang di rumah ini. Bayangan tatapan penuh arti dari para pelayan, senyum simpul Bu Mia, dan bisik-bisik yang mungkin terjadi di belakang punggungnya, membuat Layla merasa mual. Harga diri wanita cantik itu terasa hancur berkeping-keping.
"Aku tidak bisa menghadapi mereka, aku tidak bisa keluar dari kamar ini." bisik Layla pada diri sendiri.
Namun, Layla bukan tipe wanita yang mudah menyerah pada keadaan. Layla menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Otaknya mulai berputar mencari jalan keluar. Layla tidak bisa bersembunyi selamanya di kamar ini, ia harus melakukan sesuatu.
"Lebih baik aku pergi ke perusahaan papa Indra saja, kebetulan ada yang ingin aku urus di sana." Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benak Layla.
Pergi ke perusahaan papa Indra adalah alasan yang sempurna untuk keluar dari rumah tanpa harus berinteraksi dengan siapa pun.
Dengan gerakan cepat, Layla bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela kamarnya. Jantung Layla berdebar kencang saat ia membuka jendela dan melihat ke bawah. Untungnya, kamarnya berada di lantai dua, tidak terlalu tinggi. Dengan hati-hati, ia mulai menyusun rencana pelariannya.
Setelah memastikan keamanannya, Layla mulai memanjat keluar jendela.
Angin pagi menerpa wajah cantik Layla, membawa serta aroma bunga dari taman di bawah. Layla menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia harus fokus. Ia tidak boleh jatuh.
Dengan perlahan namun pasti, Layla berhasil kelur dari kediaman keluarga Bagaskara tanpa diketahui oleh siapapun. Jantung Layla berdebar semakin kencang saat kakinya menginjak tanah, Layla segera berlari menuju garasi. Ia harus segera pergi sebelum ada yang menyadari kepergiannya.
Layla menyelinap masuk ke dalam mobil mewahnya dan menyalakan mesin. Mobil mewah pemberian sang mertua sebagai hadiah pernikahannya dengan Adrian. Dengan kecepatan tinggi, Layla mulai meninggalkan rumah mewah itu, meninggalkan rasa malu dan harga diri yang terluka karena ulah Adrian.
Tujuan Layla sekarang adalah perusahaan Papa Indra. Layla berharap, di sana, ia bisa menemukan sedikit ketenangan dan melupakan kejadian memalukan hari ini.
Bersambung...