Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saran Gila Ratna
Sejak pembicaraan di Pantai waktu itu, Anye semakin menghindari Arrayan. Sudah 5 hari Anye bersembunyi. Bahkan ponselnya sengaja dia matikan. Terakhir kali Gilang memberondong banyak pertanyaan terkait kartu yang terblokir. Karena malas untuk mencari alasan, Anye lebih memilih untuk diam. Mungkin bisa dikatakan Anye pengecut, tapi dia memang sedang terluka.
Anye menikmati masa tenangnya sendirian di sebuah tempat penginapan sederhana.
"Harusnya, aku bisa hidup bahagia. Memilki suami yang aku cintai, anak yang aku kandung buktinya. Tapi, ternyata itu tidak cukup membuat Gilang setia hanya padaku. Gilang tidak mencintaiku dengan tulus, dia hanya memanfaatku untuk memanjat status sosial." Ucap Anye sedih.
"Lantas, apa yang aku harapkan? Jika aku belum hamil, mungkin perceraian bukan sebuah masalah besar. Tapi sekarang perutku sudah besar, kurang dari 4 bulan lagi. Dia akan lahir, dan harus langsung merasakan menjadi anak broken. Egois kah keputusanku ini?" Gumamnya.
Karena merasa sepi seorang diri, akhirnya Anye kembali menyalakan ponselnya.
Dreettt...
Dreettt...
Dreettt...
Getaran ponselnya seketika berbunyi tanpa jeda. Puluhan notifikasi panggilan dari Gilang dan juga Ratna memenuhi layar kunci.
"Gila, sudah kayak selebritis saja. Cuma pingin menghilang sebentar, mereka semua sudah kayak aku pergi selama-lamanya." Gumam Anye kesal.
Yang pertama dia lihat adalah notifikasi dari Ratna, sahabat baiknya.
Tut
"Halooo..."
"Hai, kamu di mana? Kenapa tidak bisa dihubungi. Kamu baik-baik saja kan? Katakan apa Gilang menyakitimu lagi? Sudah aku katakan supaya kamu tegas melawan, tapi kamu malah mengikuti permainan konyol mereka semua. Sekarang katakan, kamu ada di mana. Aku susul sekarang juga." Ucap Ratna nyerocos tanpa jeda.
Hening...
"Anye, kamu masih hidup kan?" Tanya ulang Ratna khawatir.
"Dasar punya sahabat gila. Kamu pikir yang sedang menghubungimu hantu? Bagaimana aku bisa bicara, jika sedari tadi kamu tidak memberiku kesempatan ngomong." Ucap Anye ketus.
"Ehh... Maaf, iya ya aku salah. Karena aku terlalu khawatir tadi. Sekarang katakan saja keberadaanmu."
"Aku ada di penginapan dekat pantai Anyer. Ke sini saja."
"Pasti aku ke sana, tapi sebelum itu aku mau kasih tahu. Gilang mencarimu, dia seperti anak ayam kehilangan induknya. Memangnya sebelum pergi kalian sedang bertengkar?"
"Bukan bertengkar, tapi karena aku sudah memblokir semua kartu kredit dan atm yang mereka pegang."
"Astaga, kamu keren. Aku suka!" Suara Ratna dan tepukan tangan seperti orang habis menang lotre.
"Sudahlah, aku tutup telepon dulu. Kamu segera datang, jika ingin mendengar kelanjutan cerita tentang Gilang."
Tut
Anye tidak memberi kesempatan sahabatnya untuk terus bertanya lewat sambungan telepon. Karena saat ini, Anye sedang dilanda gegana akut.
Beberapa saat kemudian, Ratna tiba. Wanita itu tidak datang sendirian, melainkan bersama dengan calon suaminya.
"Jadi, katakan kenapa kamu pergi? Apa yang membuatmu terlihat lemah? Bukankah kamu sudah mantap bercerai? Lalu apa sekarang, kamu terlihat bimbang Anye. Apa kamu menyesal? Kamu ingin kembali dengan Gilang? Maka aku akan mulai memusuhimu."
Ucap Ratna dengan berapi-api. Seolah sosok Gilang adalah musuh yang harus dibantai habis olehnya.
"Vano, bisa tolong ambilkan lakban? Aku rasa mulut calon istrimu perlu ditutup supaya tidak nyerocos. Udah mirip kayak petasan saja." Kesal Anye menatap jengah sahabatnya.
"Oke... Oke... Aku akan diam. Sekarang ayo ceritakan." Ucap Ratna.
"Ya aku akui jika alasanku pergi memang karena ingin menghindari Gilang dan keluarganya yang telah berbuat ulah. Apa kalian tidak lihat, mereka Viral waktu itu. Sungguh aku rasanya sangat malu. Untung saja, aku sudah memblokir seluruh kartu yang mereka bawa. Sehingga mereka tidak punya kesempatan menghabiskan uangku lagi." Ucap Anye.
"Lalu, jika hanya itu kenapa kamu menghindar. Kamu seperti bukan Anye, sahabatku yang aku kenal." Ucapan Ratna ada benarnya. Kenapa dia yang harus melarikan diri.
"Jujur, aku bingung dengan nasih anak yang aku kandung ini. Dia harus lahir dengan keluarga broken home. Padahal aku tahu rasanya hidup tanpa orang tua."
"Andai saja, aku tahu lebih awal jika Gilang tak setia. Mungkin aku tak harus melakukan hal gila. Ini memang salahku." Ucap Anye penuh dengan penyesalan.
"Apa yang tidak aku ketahui." Tanya Ratna mulai sedikit curiga.
"Dulu aku yang mengejar Gilang, aku abai dengan nasehatmu yang mengatakan jika Gilang tak mencintaiku."
"Aku janjikan kekayaan pada Gilang, oleh sebab itu dia menikahiku. Tapi, dia tak kunjung menyentuhku. Hingga di bulan ketujuh pernikahan, aku sengaja memberikan obat perangsang. Dan terjadilah malam panasku dengannya. Aku berharap, jika bisa hamil maka Gilang akan sepenuhnya milikku. Tapi, ternyata aku salah perhitungan. Gilang memang hanya mencintai hartaku."
Akhirnya beban mental yang selama ini ditanggung oleh Anye meledak. Wanita hamil itu menangis sesenggukan. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Tapi, bukankah masih bisa diperbaiki. Anak bukan beban, melainkan anugerah. Terlepas bagaimana cara kita mendapatkannya. Sudah sepantasnya, kehadiran anak bisa membuat hidup kita menjadi semangat. Bukan terpuruk apalagi putus asa.
"Anye... Jujur aku syok mendengarnya, tapi aku tak akan menghakimi. Aku tahu, jika cintamu pada Gilang sudah menjadi cinta buta. Tapi, sekarang bukan waktunya meratapi. Anak itu adalah anugerah yang tidak semua orang bisa memilikinya. Jadi bersyukurlah karena kamu mendapatkannya. Cintai anakmu seperti kamu dulu mencintai bapaknya. Jangan benci dia."
Ucapan Ratna memang ada benarnya. Anye menyeka air matanya sendiri. Kemudian menatap dua orang sahabatnya.
"Bagaimana proses perceraianku, tolong dipercepat. Rasanya aku tidak sanggup lagi menunggu." Ucap Anye bersuara parau.
"Tidak bisa Anye, 30 hari sesuai dengan prosedur pra peradilan. Aku tidak bisa membuatnya lebih cepat atau pun lebih lama."
"Tinggal 21 hari lagi, bersabarlah." Ucapan Vano membuat Anye terdiam.
"Tolong temani aku melewati semua. Yang aku dengar mereka ingin mengadakan pesta pernikahan besar-besaran. Saat itu, temani aku datang. Aku akan datang sebagai tamu, dengan membawa kado pernikahan tentunya. Apa bisa saat itu, rumahku dijual? Rasanya aku ingin pindah."
"Bisa, sertifikat sudah ada padaku. Aku akan bantu menjual rumahmu. Saat mereka semua pergi, kamu juga bersiaplah berkemas." Ucap Vano.
"Sudah jangan pikirkan soal Gilang, raih juga kebahagiaanmu sendiri." Lanjutnya.
"Kalau perlu, setelah bercerai menikah saja lagi dengan pria yang lebih sukses daripada calon mantanmu." Ucap Ratna membuat Anye terkesiap.
Pikiran Anye justru teringat Arrayan, pria itu juga menyatakan cintanya. Tapi, apa tidak jadi masalah.
Melihat sahabatnya terdiam dengan pandangan kosong, Ratna yang sudah mengenal Anye tahunan tentu tahu jika sahabatnya itu tengah memendam sesuatu.
"Apa ada yang masih kamu sembunyikan dari kami berdua, Anyelir Almera?" Tanya Ratna menatap curiga.
"Aku tahu, kamu masih menyimpan rahasia. Tak apa jika tidak ingin berbagi. Tapi tentu saja, kami jadi kesulitan memecahkan persoalanmu..."
"Mas Ray bilang dia mencintaiku." Ucapan Ratna dipotong oleh kalimat pendek Anye yang membuat syok.
"Ray? Siapa yang kamu maksud? Jangan bilang jika Ray adalah Arrayan suami Gina?" Tebak Ratna.
Anye menjawab tanpa suara, hanya anggukan yang membuat Ratna mendengus. Tapi justru mendatangkan ide cemerlang.
"Arrayan? Aku tidak tahu identitasnya. Tapi, yang aku tahu dia pria tulus dan paling waras yang menumpang hidup di rumahmu. Dia tampan meskipun terlihat tua. Kalau aku ingat lagi dia memang kerap mencuri pandang padamu."
"Bagaimana kalau kamu iyakan saja, bukankah pengalaman sudah mengajarkan banyak hal untukmu. Lebih baik dicintai daripada mencintai." Ucap Ratna semangat.
"Yank, jangan mikir aneh-aneh. Jangan memberi saran gila pada orang yang sedang terluka hatinya." Ucap Vano mengingatkan calon istrinya.
"Tidak Yank, saranku bukan hal gila. Tapi ini ide cemerlang."
"Membalas perselingkuhan hanya dengan perceraian? Aku rasa itu kurang nampol. Tapi balaslah yang lebih kejam. Aku dukung sepenuhnya jika setelah bercerai dengan Gilang, kamu langsung menikah lagi dengan kakak iparmu." Ucap Ratna dengan tersenyum lebar.
"Astaga, tidak bisa. Bercerai saat hamil saja sudah menyalahi aturan. Ini malah mau menikah lagi."
"Tunggu masa iddah Anye selesai, baru dia bisa kembali menikah. Itu aturan hukum yang berlaku." Ucap Vano menatap tajam tunangannya.
"Kalau begitu, kamu jalin hubungan saja diam-diam dengan Arrayan. Tapi tentu saja setelah perceraian. Dan minta Arrayan segera menceraikan Gina jika dia serius mencintaimu. Jangan sampai kamu disebut pelakor."