NovelToon NovelToon
Mahira

Mahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Pengganti
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mh 4

Bab 4

Mahira terus melangkah dengan cepat.

“Ransel gue kan berat, kenapa enggak nawarin bantuan sih, dasar lelaki tidak peka,” kesal Mahira.

Saking kesalnya, Mahira tersandung kayu.

“Bugh!” Mahira jatuh.

“Astaga, hati-hati jatuh,” tutur Doni.

“Gue sudah jatuh dan lu baru bilang hati-hati,” kesal Mahira yang masih terduduk.

Mahira mencoba bangkit, tetapi badannya terasa nyeri.

“Ranselnya berat ya?” tanya Doni.

“Menurut lo?” balas Mahira.

Doni berjongkok menatap Mahira yang terlihat kesal.

“Lepas,” ucap Doni pelan.

Mahira terlonjak kaget mendengar hal itu.

“Jangan, gue belum siap,” jawab Mahira, tubuhnya gemetar.

“Lepas ransel lu, bukan baju lu,” ujar Doni dengan wajah tanpa ekspresi.

“Cih, kirain?” gumam Mahira.

“Kirain mau malam pertama di sini, ya?” Doni nyengir.

Mahira hanya menatap tajam kemudian melepaskan tas ranselnya.

Setelah gendongan tas ransel terlepas, tas itu diambil Doni lalu ia gendong.

“Lumayan berat ya,” gumam Doni.

“Ya tahu berat, lu malah diam saja,” gerutu Mahira.

“Lah, situ enggak minta tolong, kirain situ lagi latihan fisik gitu makanya gue biarin.”

“Tau ah, capek gue ngomong sama lu,” jawab Mahira. “Jawab terus kayak emak-emak.”

Doni hanya bisa menghela napas panjang.

Sementara itu, Rangga sudah sampai ke rumahnya.

Ibu Wati, ibu Rangga, terlihat sibuk mengatur persiapan untuk acara besanan besok.

Seluruh keluarga juga sudah kumpul di rumah Ibu Wati.

Pak Dasuki sedang mengobrol dengan saudara-saudaranya.

“Rangga, dari mana saja kamu?” kesal Ibu Wati.

Rangga tidak menjawab. Ia menyalami Pak Dasuki kemudian menyalami ibunya.

“Pak, Bu, aku mau bicara. Bisa kita ke dalam?” ucap Rangga.

Pak Dasuki dan Ibu Wati tampak heran, namun mereka mengikuti Rangga masuk ke ruang tengah.

Rangga duduk di sofa, meminum segelas air.

“Ada apa, Rangga?” tanya Ibu Wati.

“Bu, besok aku enggak jadi menikah dengan Mahira.”

“Brak!” Pak Dasuki memukul meja.

“Jangan bikin malu kamu, Rangga! Mau ditaruh di mana muka Bapak kalau besok kamu enggak jadi menikah!”

“Iya, kamu jangan bikin masalah, Rangga,” kesal Ibu Wati.

“Aku tidak jadi menikah dengan Mahira, Pak. Tapi tenang saja, besok acara pernikahan masih tetap berlangsung, Pak.”

“Kamu gimana sih? Enggak jadi menikah dengan Mahira tapi masih ada acara pernikahan. Memang menikah dengan siapa?” tanya Ibu Wati.

“Dengan Ratna, Bu.”

“Aku enggak setuju,” ucap Ibu Wati dan Pak Dasuki serempak.

“Aku hanya menyetujui kamu menikah dengan Mahira. Kalau dengan Ratna aku tidak setuju. Bisa repot kamu menikah dengan Ratna. Ratna itu masih kuliah, sedangkan Mahira sudah bekerja. Dia tidak akan merepotkan kamu, Rangga. Kalau kamu menikah dengan Ratna, bisa-bisa uang kamu habis dipakai kuliah Ratna,” ucap Ibu Wati.

“Ya, Bapak hanya setuju dengan Mahira,” tambah Pak Dasuki. “Mahira wanita mandiri, rajin. Kalau ke sini selalu bawa makanan kesukaan Bapak, tidak pernah membantah Bapak kalau Bapak minta ini dan itu.”

Rangga menghela napas panjang. “Aku juga maunya menikah dengan Mahira, tapi…” Rangga menjeda ucapannya.

“Ada apa, Rangga?” tanya Ibu Wati.

“Tapi Mahira selingkuh, Bu,” jawab Rangga dengan napas berat.

“Tidak mungkin,” ucap Pak Dasuki, tidak percaya.

“Ya tidak mungkin itu! Mahira anak baik dan sangat mencintai kamu. Tidak mungkin dia selingkuh,” Ibu Wati juga tidak percaya.

“Andai saja aku tidak menyaksikan sendiri, mungkin aku juga tidak percaya. Tapi aku menyaksikan dengan kepalaku sendiri.”

Kemudian Rangga menceritakan apa yang dia lihat di rumah Mahira.

“Ibu masih ragu,” ucap Ibu Wati sambil menggelengkan kepala pelan.

“Mau apa lagi, Bu? Nasi sudah jadi bubur. Pernikahan harus tetap berjalan, Bu,” ujar Pak Dasuki sambil memegang kepalanya yang mulai terasa berat.

“Ya sudahlah,” ucap Ibu Wati. “Kalau memang Ratna mau menggantikan Mahira, tidak masalah.”

“Ya, Bu, terima kasih,” ucap Rangga

“Sekarang kamu istirahat saja, Rangga. Ada waktu dua jam untuk kamu istirahat.”

Rangga berdiri lalu masuk ke kamarnya.

Ia mendorong pintu kemudian menghempaskan tubuhnya ke kasur. Rangga membuka ponselnya.

Ratna mengirim pesan:

“Sayang, kalau sudah sampai rumah telepon aku.”

Rangga kemudian menelepon Ratna.

“Bagaimana? Apakah pernikahannya sudah selesai?” tanya Rangga.

“Ih, kenapa kamu masih menanyakan Mahira sih? Kenapa enggak tanya kabar aku?”

“Kamu kan baik-baik saja, jadi kenapa aku tanyakan?”

“Mulai deh,” keluh Ratna. “Aku tahu kamu masih berat meninggalkan Mahira, tapi ini sudah jadi kesepakatan kita, kan?”

“Ok... aku tahu,” ucap Rangga berat.

“Sayang, sex phone yuk.”

Telepon beralih ke video. Rangga awalnya malas, namun Ratna terus menggoda. Akhirnya Rangga pun terjebak dengan permainan Ratna.

Lima tahun pacaran dengan Mahira, Rangga tidak pernah melakukan hal berani seperti Ratna. Itulah celah yang dimanfaatkan Ratna untuk mendapatkan Rangga.

...

...

Sementara itu, Mahira kesal tidak bisa memesan taksi daring.

“Sial... sial,” kesal Mahira.

“Gerutu aja dari tadi,” sahut Doni.

“Ponselku mati. Aku enggak bisa naik taksi online.”

“Emang mau ke mana sih kita?” tanya Doni.

“Diam!” bentak Mahira. “Bukan urusan lu.”

“Huh...” terdengar hembusan napas berat dari Doni.

Angin malam menerpa, terasa dingin. Mahira melihat jam tangan digitalnya. “Jam 12 malam,” gumamnya.

“Duar!” terdengar suara petir.

“Ah, mau hujan lagi,” ujar Mahira.

Tak lama kemudian hujan turun. Doni berlari ke arah pos ronda, meninggalkan Mahira.

“Gue ini istri lu, kenapa ninggalin gue sih!” teriak Mahira.

Mahira juga melangkah ke arah pos ronda.

“Kenapa sih ninggalin gue... gue kan is—” Mahira menutup mulutnya, hampir saja bilang ‘istri’.

Doni hanya diam saja, bersandar ke tembok pos ronda.

“Kenapa sih lu diam aja?” kesal Mahira.

“Gue bingung deh,” sahut Doni. “Tadi lu suruh gue diem... sekarang ditanya kenapa diam aja. Jawab salah, enggak jawab salah... lu kesel sama keluarga boleh, tapi kenapa lu lampiasin ke gue? Jangan-jangan bernapas gue aja lu salahin,” cerocos Doni.

Doni menatap Mahira.

Mahira terisak. Doni memegang jidatnya. “Yah, dia nangis,” gumam Doni.

“Hiks... hiks...” isak Mahira. “Ibu... hanya Ibu yang ngerti aku, Bu... hidupku menderita tanpa Ibu... Bapak jahat sama aku, apalagi Mak Lampir, jahat sekali dia.”

Doni merengut sambil menggaruk kepalanya. Kepalanya pusing. “Astaga, repot sekali berurusan dengan perempuan.”

“Ibu...” isak Mahira. “Bahkan orang yang sekarang jadi suamiku mengatakan aku merepotkan, Bu... Bu, kenapa Ibu enggak ajak Mahira mati saja sih, Bu... Mahira enggak kuat tanpa Ibu...”

Doni merasa bersalah sudah berkata sembarangan dia mengulurkan tangannya hendak mengusap pipi Mahira.

“Menyingkir!” bentak Mahira.

“Ih, tadi nangis sekarang marah,” gumam Doni.

“Minggir!” bentak Mahira lagi.

Doni akhirnya menyingkir. Mahira mengambil charger dari tas kecilnya lalu mencolokkan casan.

“Duduk di sana... gue mau ngecas,” ketus Mahira.

Doni menggeserkan badannya.

“Menjauh, lu... jangan dekat-dekat gue,” ucap Mahira kesal.

Doni menggeser lagi hingga ke pojokan. Mereka sama-sama duduk di pojokan pos ronda. Tapi berbeda sudut seperti mencerminkan kalau ada jarak antara cinta mereka.

1
puspa endah
ceritanya bagus thor susah di tebak
puspa endah
teka teki banget ceritanya👍👍👍👍 lanjut thor😍😍😍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
oh seperti itu
puspa endah
lanjut thor👍👍👍
puspa endah
banyak teka tekinya thor😄😄😄. siapa lagi ya itu....
anak buah doni kah?
puspa endah
woow siapakah Leo?
NP
ga jadi mandi di doni
puspa endah
🤣🤣🤣 lucu banget mahira n doni
partini
Leo saking cintanya sama tuh Kunti Ampe segitunya nurut aja ,,dia dalangnya Leo yg eksekusi hemmmm ledhoooooooooo
partini
sehhh sadis nya, guru ga ada harganya di mata mereka wow super wow
partini
hemmm modus ini mah
partini
apa Doni bukan anak SMA,, wah banyak misteri
puspa endah
wah kereen bu kepsek👍👍👍 hempaskan bu susi, bu anggi dan pak marno😄😄😄😄
partini
Reza takut ma bosnya 😂😂
sama" cembukur teryata
puspa endah
bagus mahira👍👍👍 jangan takut klo ga salah
puspa endah
doni kayaknya lagi menyamar
partini
daster panjang di bawah lutut ga Sampai mata kaki ya Thor
tapi pakai hijab apa ga aneh
NP: q kalo dirumah jg sering kayak itu ..to pake legging lengan pendek
total 3 replies
partini
hemmmm Doni ,, kenapa aku berfikir ke sana yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!