NovelToon NovelToon
TAKDIR CINTA

TAKDIR CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / CEO / Persahabatan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Revan adalah pria tampan dan pengusaha muda yang sukses. Namun di balik pencapaiannya, hidup Revan selalu berada dalam kendali sang mama, termasuk urusan memilih pendamping hidup. Ketika hari pertunangan semakin dekat, calon tunangan pilihan mamanya justru menghilang tanpa jejak.

Untuk pertama kalinya, Revan melihat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri. Bukan sekadar mencari pengganti, ia menginginkan seseorang yang benar-benar ingin ia perjuangkan.

Hingga ia teringat pada seorang gadis yang pernah ia lihat… sosok sederhana namun mencuri perhatiannya tanpa ia pahami alasannya.

Kini, Revan harus menemukan gadis itu. Namun mencari keberadaannya hanyalah langkah pertama. Yang lebih sulit adalah membuatnya percaya bahwa dirinya datang bukan sebagai lelaki yang membutuhkan pengganti, tetapi sebagai lelaki yang sungguh-sungguh ingin membangun masa depan.

Apa yang Revan lakukan untuk meyakinkan wanita pilihannya?Rahasia apa saja yang terkuak setelah bersatu nya mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Minta Petunjuk

“Maaf, Tuan, saya benar-benar tidak sengaja,” ucap Eliana cepat sambil menarik tangannya yang tadi refleks hendak membersihkan jas pria yang ia tabrak.

Revan menatap tajam ke arah wanita itu. Tatapannya menusuk, seolah ingin menyelidiki siapa sebenarnya gadis ceroboh yang berani menodai jas mahalnya. Begitu Eliana mengangkat kepala, pandangan mereka bertemu. Jantung Eliana berdegup lebih cepat, sementara Revan makin memperjelas tatapannya, wajah itu tidak asing baginya.

Benar… ini dia, batin Revan. Senyum tipis terukir di bibirnya, nyaris tak terlihat. Terima kasih, Ya Allah. Kau pertemukan aku dengannya secepat ini. Batin revan

Sementara itu, Eliana merasa tenggorokannya kering. Pandangan pria itu membuatnya semakin salah tingkah. Bagaimana kalau dia minta ganti rugi? Harga jas ini pasti bisa buat modal buka butik… pikirnya panik.

“Aku terima permintaan maafmu,” ujar Revan akhirnya.

Belum sempat ia melanjutkan kalimat, Eliana langsung memotong dengan cepat, “Terima kasih banyak, Tuan!”

Revan menaikkan alis. “Aku belum selesai bicara.”

Eliana menunduk, wajahnya memerah. “Maaf, Tuan.”

“Kamu tahu, seharusnya sekarang aku sedang bertemu klien penting. Tapi jas ini.” Revan menunjuk noda es krim di jasnya, “membuatku terlihat tidak pantas. Kalau pertemuan itu batal, kerugianku bukan hanya sekadar jas mahal yang kotor, tapi juga kesempatan bisnis besar yang hilang.”

Eliana terdiam, wajahnya pucat. “Kalau begitu… biar saya cuci jasnya, Tuan. Saya jamin tidak akan rusak.” Tanpa sadar, ia meraih ujung jilbabnya, berusaha mengusap noda di jas Revan.

Revan menahan tawa kecil melihat tingkah polos itu. Ternyata dia lucu juga.

Saat itu, ponsel Revan berdering. Nama Riki muncul di layar. Ia mengangkat panggilan dengan suara yang dibuat serius. “Maaf, Tuan, saya sedikit terlambat. Ada masalah tak terduga. Bisa tunggu sebentar lagi?” ucap Revan, seolah sedang berbicara dengan klien.

“Hah? Apa maksudmu? Re” suara Riki terdengar bingung dari seberang.

“Tuan tidak bisa menunggu? Baiklah, saya mengerti. Saya minta maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini.” Revan menutup teleponnya dengan ekspresi kecewa yang dibuat-buat.

Eliana makin panik. Astaga, jadi benar pertemuan bisnisnya batal gara-gara aku!

Di tempat lain, Riki menatap ponselnya dengan dahi berkerut. “Apa-apaan sih dia? Katanya mau sampai, tapi begitu dihubungi eh, ngomongnya ngawur gitu. Ya sudah lah, gue makan duluan.”

Revan menatap Eliana. “Kamu dengar sendiri, kan? Klienku sudah pergi. Kamu tahu kerugian yang aku alami?”

Eliana menggigit bibirnya. “Maaf, Tuan. Tapi… kalau harus mengganti kerugian itu, saya jelas tidak sanggup. Saya...saya bukan orang kaya.”

Revan tersenyum samar, lalu menunjuk restoran cepat saji tak jauh dari situ. “Baik, ayo kita duduk di sana. Kita bicarakan baik-baik.”

Eliana ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. Ia mengikuti langkah Revan dengan hati berdebar.

Begitu sampai, mereka duduk di salah satu meja. Dan Revan memesan makanan terlebih dahulu. “Kamu mau makan apa?”

Eliana menggeleng cepat. “Terserah Tuan. Saya… tidak begitu lapar.” Padahal perutnya sudah keroncongan.

Revan memesan makanan untuk mereka berdua. Kentang goreng, spaghetti, ayam goreng, dan jus segar.

Saat hidangan tiba, Revan mulai makan dengan tenang. Eliana hanya menatap makanan itu, pikirannya masih kalut.

“Kamu tidak makan?” Revan menoleh sambil mengunyah. “Kalau perutmu kosong, pikiranmu juga tidak akan jernih. Ayo makan. Setelah itu, baru kita bicarakan apa yang harus kamu lakukan untuk menebus kesalahanmu.”

Eliana terdiam sebentar, lalu perlahan meraih garpu. Walau tak berselera, ia tetap menyuapkan spaghetti ke mulutnya. "Lebih baik kenyang dulu sebelum mendengar vonis dari pria ini."pikir Eliana 

Revan menatap wajah Eliana dengan seksama. Ada ketenangan yang sulit ia jelaskan. Ia tidak menyangka, secepat ini doanya dikabulkan

“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Eliana, sedikit risih dengan tatapan intens pria itu.

“Tidak, aku hanya ingin memastikan… apakah kau sanggup menerima tawaranku atas apa yang sudah kau lakukan tadi,” jawab Revan tenang.

Eliana mengerutkan kening. “Tawaran?”

“Oh, ya. Kita bahkan belum saling kenal.” Revan tersenyum tipis lalu mengulurkan tangan. “Revan.”

Eliana sempat ragu, namun akhirnya menyambut uluran tangan itu dengan perlahan. “Eliana.”

“Baiklah, Eliana.” Revan melepaskan genggaman tangannya lalu menatap lurus ke arahnya. “Aku akan segera menjelaskan. Untuk jas ini, aku tidak terlalu mempermasalahkannya. Tapi pertemuan penting yang batal karena ulahmu tadi, itu sungguh merugikan, bukan hanya aku, tapi juga perusahaan.”

Jantung Eliana berdegup kencang, seperti seorang terdakwa yang menunggu vonis hakim.

“Aku ingin kau menjadi… tunanganku.” Ucap Revan tanpa basa basi dan mantap.

"Apa?"Eliana terkejut dan menatap tajam pada Revan. Kamu gila, kamu meminta aku untuk menjadi tunangan mu, hei... tuan Revan kamu yang benar saja, kita baru kali ini bertemu dan kau langsung meminta ku untuk menjadi tunangan mu atas kesalahan ku tadi, yang benar saja."Eliana tidak mengira tawaran atas kesalahannya sungguh diluar prediksi nya.

Revan sudah menduga reaksi itu, tapi tekadnya tak goyah. “Ya, kau benar. Aku memang ingin menjadikan mu tunanganku. Itu konsekuensi atas kesalahanmu. Jika tidak mau, kau harus mengganti kerugian yang aku alami. Dan kalau kau tak sanggup… bersiaplah tinggal di balik jeruji besi.” Suaranya terdengar pelan, tapi cukup membuat bulu kuduk Eliana meremang.

Eliana semakin panik. “Yang benar saja, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana bisa kamu meminta ku untuk menjadi tunanganmu? Jangan-jangan setelah aku terima tawaranmu, kau malah menjualku, untuk mengganti kerugian perusahaan mu?!”

“Hey!” Refleks Revan menyentil dahi Eliana. “Kamu ini, asal bicara saja. Aku tidak sejahat itu.”

“Aduh! Tu kan belum apa-apa sudah main kekerasan!” Eliana mengelus dahinya sambil manyun.

Revan menghela napas, dan menyesal. “Maaf. Kamu sih ngomongnya ngawur. Aku kan refleks.” Tangannya sempat terulur untuk mengusap dahi Eliana, tapi Eliana buru-buru menepis.

“Tidak perlu!” jawab Eliana cepat, membuat Revan hanya bisa tersenyum tipis.

Interaksi keduanya begitu manis. Orang yang melihat pasti akan mengira mereka pasangan kekasih yang sedang bercanda, padahal mereka bahkan baru saja saling mengenal.

“Jadi, bagaimana? Apa kau menerima tawaranku?” tanya Revan dengan nada serius.

Eliana menarik napas panjang. “Ini pilihan sulit. Apa yang membuatmu meminta ku untuk jadi tunanganmu? Pasti ada alasannya, kan? Kau tidak sedang main-main, kan?”

“Kalau aku jujur… apa kau akan menerimanya?” balas Revan tatapan nya begitu dalam pada Eliana.

“Ya, lihat dulu. Kalau ini cuma pertunangan kontrak, nikah kontrak, seperti cerita drama yang sering aku lihat, aku tidak mau. Meski biasanya ujung-ujungnya jatuh cinta… tapi itu kan cerita mereka, bukan ceritaku. Kalau tidak jatuh cinta bagaimana? Pihak perempuan yang rugi!” Eliana bicara panjang lebar.

Revan mengangguk, lalu menjawab dengan tenang. “Kau benar. Aku juga tidak mau seperti itu. Pertunangan ini, jika kau menyetujui tidak akan jadi permainan atau kontrak semata.”

Eliana terdiam, menimbang setiap kata yang keluar dari mulut Revan.

“Jadi… apa alasannya?” desaknya lagi. Eliana benar-benar ingin penjelasan sebelum ia memikirkan jawaban nya.

Revan pun menceritakan semuanya, tentang keluarganya, tentang pertunangan serta tekanan dari mamanya dan tentang do'anya kepada Tuhan agar dipertemukan dengan jodoh yang tepat. Ia tidak menutup-nutupi apa pun. Hanya saja, ia belum berani jujur bahwa sejak awal, hatinya sudah tertarik pada Eliana, sejak ia melihat gadis itu menolong seekor kucing beberapa waktu lalu.

Eliana mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela.

“Apa yang harus kau tahu,” lanjut Revan, “meskipun aku baru mengenalmu, tekadku jelas. Jika kau setuju, pertunangan ini bukan sekadar kontrak. Kita bisa memulainya dari awal, dengan niat yang sungguh-sungguh.”

Hati Eliana sedikit bergetar. Kata-kata itu terdengar tulus.

“Tapi…” Eliana menghela napas. “Apa yang membuatmu yakin kalau aku orang yang tepat?”

“Karena aku sudah berdo'a. Aku meminta Tuhan menunjukkan jodohku dengan cara apa pun. Dan… aku percaya jawaban itu adalah dirimu.”

Eliana terdiam, kaget sekaligus bingung.

“Aku harap jawabanmu secepatnya. Karena, hari pertunangan itu… tidak sampai seminggu lagi,” lanjut Revan.

“Apa?!” Eliana hampir melompat dari duduknya. Kamu ini kenapa suka bikin orang jantungan “Bagaimana aku bisa memikirkannya kalau waktunya hanya beberapa hari?!”

"Tidak perlu dipikirkan. Minta saja petunjuk pada Allah, jika kita memang berjodoh InshaAllah. Allah akan memudahkan urusan kita dan membukakan jalan nya.

Eliana terdiam kenapa ia tidak terpikir sampai ke situ, mungkin karena shock jadi ia lupa pada sang pengatur hidup. "Astagfirullah" batinnya

Eliana tersenyum samar. Entah kenapa, pria di depannya ini terasa berbeda. Seperti sosok yang diam-diam ia idamkan.

“Tapi tetap saja aku butuh waktu,” ujar Eliana akhirnya.

“Baik. Sampai besok. Ini nomorku.” Revan menyerahkan kartu nama. “Tapi ingat, jangan coba-coba lari. Aku tidak akan melepaskanmu.”

Eliana menatapnya tak percaya, tapi akhirnya menerima kartu itu. “Baiklah. Kamu tenang saja aku tidak akan lari.”

Mereka keluar dari mall secara bersamaan.

Dan berhenti diparkiran.

Revan berdiri, dengan tenang membukakan pintu mobilnya. “Ayo, biar aku antar.”

“Aku bisa sendiri, terimakasih” Eliana menolak halus.

“Tidak ada tapi. Kamu itu calon tunanganku. Aku harus memastikan keselamatanmu.” Revan menatapnya tegas.

“Hei, enak saja. Aku belum bilang iya!” protes Eliana. Namun akhirnya, mau tidak mau ia masuk ke dalam mobil.

Revan tersenyum tipis lalu menyalakan mesin. Dalam hatinya ia berdoa, semoga besok jawaban Eliana adalah ya.

Sementara Eliana duduk diam, menatap jalanan yang dilalui. Hatinya masih bimbang, tapi jauh di lubuk hatinya, ia yakin… ia akan menemukan jawabannya.

1
erviana erastus
ckckck revan2 beres kan dulu si celine baru happy2 sama elina .... 😏😏😏😏
erviana erastus
dasar j*******g giliran ninggalin revan nggak ngotak skrng mau balikkan 🤣 nggak laku ya say makax cari mantan
erviana erastus
ada rahasia apa dinnk lampir
erviana erastus
emak satu ini minta ditampar biar sadar
erviana erastus
ribet ... knp nggak langsung nikah aza .... satu lagi jalang dia yg pergi tp merasa tersakiti ... hei Miranda kamu tuh ya buka tuh mata lebar2 jadi tau kelakuannya si celine
erviana erastus
jadi orang nggak usah terlalu baik el, tuh calon pelakor didepanmu .....
erviana erastus
miranda ini batu banget, tipe emak2 sok kuasa 😏
erviana erastus
calon plakor mulai tampil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!