Nala Purnama Dirgantara, dipaksa menikah dengan Gaza Alindara, seorang Dosen tampan di kampusnya. Semua Nala lakukan, atas permintaan terakhir mendiang Ayahnya, Prabu Dirgantara.
Demi reputasi keluarga, Nala dan Gaza menjalani pernikahan sandiwara. Diluar, Gaza menjadi suami yang penuh cinta. Namun saat di rumah, ia menjadi sosok asing dan tak tersentuh. Cintanya hanya tertuju pada Anggia Purnama Dirgantara, kakak kandung Nala.
Setahun Nala berjuang dalam rumah tangganya yang terasa kosong, hingga ia memutuskan untuk menyerah, Ia meminta berpisah dari Gaza. Apakah Gaza setuju berpisah dan menikah dengan Anggia atau tetap mempertahankan Nala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon za.zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Malu
Gaza terus menatap Nala yang terlelap di sampingnya. Istrinya itu terlelap dalam keadaan memeluk dirinya dan menahan malu.
Beberapa kali Gaza mendengar Nala menahan diri untuk tidak mencaci keadaan mereka saat ini, bahkan tubuhnya yang tegang pun bisa Gaza rasakan dalam pelukannya. Sebenarnya setelah Nenek keluar, Nala siap beranjak tapi Gaza menahannya, tanpa suara tanpa bicara hanya keheningan hingga akhirnya Nala terlelap dalam dekapan Gaza.
Hal yang sangat menguntungkan bagi Gaza, hingga Gaza baru menyadari, Nala cantik. Bahkan sangat cantik, tak kalah dari Anggia. Wajahnya keduanya memang mirip, tapi Nala, memiliki garis rahang yang lembut tapi tetap tegas, memperlihatkan sisi ngeyel dan mandirinya. Sedangkan Anggia, ia memperlihatkan sisi rapuhnya sehingga siapapun sangat ingin melindunginya.
Di bawah lampu yang temaram, Gaza bisa melihat dengan jelas kulit wajah Nala yang lembut dan sehat. Perlahan tangannya terulur, menyentuh pipi Nala. Mengelus pelan, merasakan kelembutannya. Gaza tersenyum saat jemarinya mengukir alis tebal milik Nala, pantas saja istrinya ini tak pernah terlihat mengukir alisnya dengan pensil, tanpa apapun, lengkungannya sudah indah.
Gaza mendekat berusaha mengikis jarak antara dirinya dan Nala, perlahan ia menyentuh bibir Nala yang sedikit terbuka. Bibir tipis berwarna merah muda alami itu seolah memanggil Gaza untuk mendekat sedikit demi sedikit. Gaza bisa merasakan hembusan nafas Nala yang hangat menyentuh wajahnya,
“Bolehkah?” tanya Gaza pada heningnya malam.
Tak ada jawaban membuat Gaza sekuat mungkin menahan diri. Ia tau ini tak apa-apa, Nala halal untuk dirinya sentuh. Tapi dia tak mau mencuri sesuatu dari istrinya.
Gaza kembali menarik diri. “Kedepannya ayo lebih baik. Berusaha saling mencintai.” Gaza berbisik pelan.
Ia menarik Nala dalam dekapannya, ingatannya kembali pada saat Nala dan Zanna berbicara di kamar. Gaza mendengar semuanya, termasuk niat Nala untuk melayangkan gugatan.
“Aku akan buat kamu menyetujui permintaan 90 hari ku dan Aku akan buat kamu sendiri yang membatalkan niatmu untuk memasukkan gugatan. Maaf jika kesannya aku egois atau jahat. Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup, selama kamu masih hidup, maka istriku tetap kamu. Mengenai cinta, aku usahakan,” ucap Gaza dengan suara seraknya. Ia tahu Nala tak akan mendengar, tapi setidaknya Nala bisa merasakan kesungguhannya.
Gaza memilih memejamkan matanya, mungkin ini kesempatan yang jarang terjadi. tak peduli bagaimana reaksi Nala besok pagi, setidaknya malam ini Gaza berhasil melangkah sedikit lebih dekat. Mungkin seterusnya Gaza akan tidur dengan Nala, aroma tubuh Nala membuatnya merasa tenang.
***
Adzan subuh terdengar samar-samar, Nala perlahan membuka matanya. Ia tau tubuhnya tak bisa bergerak sebebas biasanya. Bayangannya kembali pada kejadian dini hari tadi, kedatangan Nenek dan tiba-tiba memeluk Gaza. Dengan cepat Nala mendongakkan kepalanya dan mendapati Gaza terlelap sembari tangannya memeluk tubuh Nala.
“Kok bisa,” bisik Nala. Ia perlahan melepas pelukan Gaza agar bisa turun dari sofa bed. Ia tak ada kesempatan untuk memandang wajah suaminya, ia takut Gaza memergokinya.
Gerakannya sangat pelan, ia merasa sangat bodoh. Semalam dengan mudahnya ia terlelap dalam posisi seperti ini. Harusnya semalam Nala bersikeras untuk bangun, bukannya diam dan malah menikmati pelukan Gaza.
“Sudah bagun?” gumam Gaza membuat Nala menghentikan gerakannya.
Nala diam sepersekian detik sebelum benar-benar turun dari sofa bed dengan gerakan cepat.
“Semalam aku gak bermaksud seperti ini.” Nala memberikan pembelaan ia tak peduli lagi tampilannya yang acak-acakannya.
Gaza duduk, ia masih mengumpulkan kesadarannya. Ia baru tidur sekitar satu jam. Rasa kantuk masih memintanya untuk kembali terlelap, tapi ia memilih bangun, sudah waktunya sholat.
“Aku tau. Gak apa-apa.” Gaza tersenyum kemudian berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi setelah menepuk pelan bahu istrinya.
Nala menarik nafas kesal, ia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia malah ketiduran. Gaza bisa saja merasa dirinya memanfaatkan keadaan. “Mungkin nanti akan aku jelaskan lagi.” Nala menatap pintu kamar mandi yang tertutup. “Kok bisa sih dia biasa saja?” ucap Nala kesal. Sementara dirinya merasakan jantungnya berdetak tak karuan, bahkan jika lampu kamar di nyalakan wajah merahnya akn terlihat dengan jelas.
“Akhhh…” Nala mengacak rambutnya. “Bagaimana aku menghadapinya, aku malu!” ucap Nala sembari berjalan dan merebahkan tubuhnya di sofa bed.
“Tapi…” Nala diam, ia kembali mengingat bagaimana Gaza menahanya semalam. “Seharusnya aku memberontak!” Nala menyesali semuanya. “Bisa siaran ulang gak sih?” tanya Nala frustasi.
Nala kembali membenamkan wajahnya di sofa bed, ia tak peduli badannya yang pegal karena tidur dalam posisi yang sama dalam waktu yang lama.
“Kamu kenapa?”
Nala tersentak saat mendengar suara Gaza, ia segera duduk dan membenarkan rambutnya. Gaza yang melihat itu hanya bisa menahan tawanya. Istrinya ini ternyata sangat lucu jika sedang salah tingkah.
“Gak apa-apa. Mengenai ini…”
Gaza mendekat membuat Nala tak lagi melanjutkan ucapannya.
“Mengenai ini?” Gaza meminta Nala melanjutkan ucapannya.
“Aku minta maaf karena semalam ketiduran. Harusnya Mas bangunkan aku!” Nala membalikan keadaan, di sini Gaza yang seharusnya bersalah.
“Maaf? Memangnya kita habis berbuat salah?” tanya Gaza sembari menjauh.
Klik!
Seketika cahaya putih mengisi kamar, cahaya temaram diganti dengan cahaya lampu utama yang memperlihatkan dengan jelas betapa berantakannya kamar yang sebelumnya tertata dengan rapi itu.
“Kita gak salah, La. Suami istri tidur bersama itu normal. Aku yang harusnya minta maaf karena membiarkan kamu tidur seorang diri selama ini. Aku janji, mulai malam ini dan seterusnya kita akan tidur dalam kamar yang sama.”
Nala segera berdiri membaut Gaza menatapnya heran.
“Oh gak perlu, gak apa-apa. Kita seperti biasa saja!” Nala menolak dengan cepat. Jika dulu dia akan sangat senang, tidak dengan sekarang. Ini bisa membuat kasusnya semakin sulit diselesaikan.
Suasana seketika hening. Otak Nala seketika berpikir cepat. Seharusnya kondisi dirinya dan Gaza yang pisah kamar bisa dijadikan bukti untuk berpisah.
“Kita jangan sampai tidur sama-sama lagi, Mas.” Nala berucap dengan serius, ia berharap Nenek Puspa dan Zanna segar pergi dan dia bisa kembali ke kamarnya
Gaza mengerutkan keningnya, ia tahu apa yang ada di pikiran istrinya. Apa lagi melihat gelagat Nala yang seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Mas…” panggil Nala cepat. “Hari ini aku izin ke rumah Bunda dan ke Restoran di dekat rumah Bunda ya? Boleh?” tanya Nala penuh harapan, mau bagaimana pun ia harus tetap meminta izin, Gaza masih suaminya. Meski tidak memberitahu siapa yang akan ia temui di restoran. Gaza harusnya mengerti.
“Ke rumah Bunda?” ulang Gaza. “Mas gak di ajak?” tanya Gaza lagi.
“Mas gak ke kampus?” tanya Nala sangat hati-hati, ia takut jika Gaza ikut ia tidak leluasa mencari bukti dan bertanya pada Anggia. Tujuannya pulang adalah mencari bukti walaupun resikonya akan mendapat ceramah dari Bundanya.
“Ya sudah, sepertinya kamu tak mau Mas ikut. Pergilah…” ucap Gaza kemudian segera berlalu membawa sajadahnya untuk sholat subuh.
Nala menatap punggung Gaza yang menghilang di balik pintu, ia heran dengan ekspresi Gaza tadi.
“Aneh…” gumam Nala kemudian berlalu ke kamar mandi sambil mengacak rambutnya, ia malu jika kembali mengingat ia dan Gaza semalam tidur sambil berpelukan.
“Kacau, peluk dikit baper. Murah sekali nih hati.” Nala dengan cepat membuka kran air, sepertinya dirinya harus menyiram kepalanya yang mulai berpikir hal yang tidak-tidak.
up nya jangan lame2 dong,
berase nunggu pengumuman hilal hari Raye je da ni🤭
tak kira tadi yang punya kesayangan pada nyusul tapi pke teka-teki 🤔
🤭🤭🤭
kok jadi kyk uji nyali yaaa🤣🤣🤣
rapi nulisnyaa
semangat kaka othorr