🍁Ketika kesetiaan diragukan, nasib rumah tangga pun mulai dipertaruhkan.
-
-
Bukan pernikahan impian melainkan sebuah perjodohan. Aini harus menikah dengan anak dari sahabat lama Ayahnya atas permintaan sang Ayah yang tengah terbaring lemah dirumah sakit.
Berbeda dengan Aini yang berusaha menerima, Daffa justru sebaliknya. Dinginnya sikap Daffa sudah ditunjukkan sejak awal pernikahan. Meskipun begitu Aini tetap mencoba untuk bertahan, dengan harapan mereka bisa menjadi keluarga yang samawa dan dapat menggapai surga bersama.
Dan ketika cinta itu mulai hadir, masa lalu datang sebagai penghalang. Keutuhan cinta pun mulai dipertanyakan. Mampukah Aini bertahan ditengah cobaan yang terus menguji kesabaran serta mempertahankan keutuhan rumah tangganya?
📝___ Dilarang boom like, menumpuk bab apalagi sampai kasih rating jelek tanpa alasan yang jelas. Silahkan membaca dan mohon tinggalkan jejak. Terimakasih 🙏🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Bertemu kembali.
"Pagi, Sayang..."
Aini yang baru saja membuka matanya langsung terkesiap saat melihat Daffa sudah duduk ditepian ranjang dengan penampilan yang sudah sangat rapi. Padahal dia sendiri belum mandi dan belum sempat menyiapkan sarapan pagi. Meskipun dirumah ada seorang asisten rumah tangga, tapi Aini lebih senang menyiapkan keperluan suaminya sendiri.
Sebenarnya tadi pagi mereka sudah sempat bangun untuk mandi dan menjalankan sholat subuh bersama, tapi setelahnya Daffa kembali mengajaknya bergulat hingga membuatnya benar-benar kelelahan dan sampai tertidur lagi.
"Mas, kok kamu udah rapi aja, padahal aku belum nyiapin sarapan buat kamu,"
"Nggak apa-apa, nanti sarapan dikantor aja. Kalau kamu lelah, jangan pergi kerja dulu. Sebaiknya kamu siapin tenaga saja untuk nanti malam lagi,"
"Iih, Mas."
Daffa tergelak saat Aini mencubit perutnya, wajah istrinya bahkan terlihat sangat menggemaskan saat sedang merona malu seperti sekarang ini. Sejenak, suasana kembali hening dan hanya tatapan mata yang mampu mewakili perasaan.
"Makasih ya, Ai." ucapnya begitu tulus, dan Aini bisa melihat ketulusannya itu hanya dari sorot matanya saja.
Aini menggenggam erat tangan Daffa yang ada dipangkuan, bibirnya mengulas senyum manis, "Jangan berterimakasih, Mas. Memang sudah kewajibanku untuk melayani kamu sebagai suamiku,"
Ada rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Daffa memeluk tubuh Aini dengan mata berkaca-kaca. Tak pernah dia duga sebelumnya jika hatinya akan tergerak kembali untuk merasakan cinta. Setelah kepergian Celine dulu, dia sempat dibuat lupa bagaimana rasanya jatuh cinta.
Namun kali ini dia bisa merasakannya kembali, merasakan cinta yang begitu besar, apalagi yang dia cintai adalah seorang wanita yang sudah berstatus sebagai istri sahnya.
Air matanya dia biarkan lolos dengan begitu saja. Dan kerapuhannya ini hanya akan dia tunjukkan didepan Aini saja. Baginya, Aini sekarang adalah hidupnya, dan hanya dengannya dia ingin berbagi sedih dan tawa bersama.
"Mas, kamu..." Aini menyeka air mata diwajah Daffa, hatinya mendadak ikut sedih.
"Apapun yang terjadi, jangan pernah pergi meninggalkan aku, Ai." sorot matanya begitu dalam, seolah meminta permohonan untuk disetujui.
"Aku berjanji akan selalu ada disamping kamu Mas, apapun yang terjadi." Aini menyeka air mata diwajah suaminya. "Hem, katanya mau berangkat ke kantor, nanti kesiangan loh, Mas."
Daffa tersenyum, diusapnya lembut kepala Aini. "Ya udah, aku berangkat kerja dulu, kamu baik-baik ya dirumah. Kalau bosan telefon mama aja suruh nemenin,"
Sebuah kecupan mendarat dikening Aini sebelum Daffa pergi meninggalkan kamar. Begitu suaminya sudah tidak terlihat, Aini segera menelfon Hana untuk mengatakan jika hari ini dia tidak bisa berangkat kerja.
Meskipun akan merasa kesepian dirumah, tapi Aini memilih untuk tidak menelfon mama mertuanya seperti yang disarankan oleh suaminya tadi. Dia tidak ingin merepotkan siapapun, lagi pula dia tidak benar-benar sendirian, ada seorang asisten rumah tangga yang menemaninya di rumah.
-
-
-
Celine mengeluarkan semua koleksi pakaian miliknya dan menjajalnya satu-satu. Hari ini dia akan pergi menemui Daffa, dan dia ingin terlihat cantik agar bisa memberikan kesan yang menarik dipertemuan pertama mereka kembali.
Meskipun sebenarnya Daffa lebih menyukainya jika dia sedang tidak memakai sehelai benangpun. Dulu pujian seperti itu sering Daffa lontarkan hampir setiap hari, bagaimana mantan suaminya itu menyentuhnya, membelainya, semua itu benar-benar membuatnya sangat rindu dan dia sudah tidak sabar untuk mengulang kembali masa-masa indah itu.
"Perfect, Daffa pasti akan menyukainya,"
Setelah mencoba hampir semua pakaian, akhirnya pilihannya jatuh pada dress pendek tanpa lengan dengan warna merah menyala. Merah adalah warna favorit Daffa, dan Celine selalu ingat itu.
Celine menarik nafas dalam, menatap bayangan dirinya dalam pantulan cermin. Ada sedikit ketakutan dalam hatinya, takut jika Daffa akan menolak kehadirannya karena masih kecewa atas pilihannya dulu.
Meskipun begitu, dia yakin jika Daffa tidak akan pernah bisa marah lama padanya. Dan itu yang selalu terjadi dimasa lalu, dimana mantan suaminya itu akan langsung luluh dan berbalik membujuknya jika melihatnya menangis.
Meninggalkan ruangan apartemennya, Celine turun ke lantai basement untuk mengambil mobilnya. Fera sudah menyiapkan semua keperluannya disana, supaya dia tidak merasa kesulitan apalagi Fera tidak bisa setiap saat datang untuk mengantar jemput karena Fera memiliki seorang anak berusia 3 tahun yang harus dia urus.
Belum apa-apa jantungnya sudah dibuat berdebar kencang, sungguh dia tidak sabar menunggu momen pertemuan mereka nanti yang pastinya akan sangat mendebarkan.
Kebetulan jalanan siang itu tidak begitu padat, hingga dia bisa melajukan mobilnya dengan cepat. Dan hanya dalam waktu singkat, mobil yang dia kendarai sudah sampai di halaman kantor yang dituju. Sengaja Celine meminta Fera untuk mencarikan apartemen yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor Daffa, supaya dia bisa sering-sering datang berkunjung kesana.
Dan begitu turun dari dalam mobil, Celine langsung disuguhi pemandangan yang membuat jantungnya semakin berdebar kencang. Di pintu utama, Daffa baru saja keluar dengan sekertarisnya, sepertinya mereka akan pergi untuk urusan pekerjaan.
Tak ingin membuang waktu lagi karena sudah begitu rindu, Celine berjalan mendekat dan berdiri didekat mobil yang akan dinaiki oleh Daffa dan sekertarisnya itu. Seorang supir juga sudah berdiri disana dan sudah membukakan pintu mobil untuk majikannya.
"Daffa..."
Mendengar namanya dipanggil, Daffa yang sedang mengobrol serius dengan Sinta, sekertarisnya, langsung menoleh ke arah sumber suara. Begitu terkejutnya dia ketika melihat wajah wanita yang sudah ingin dia lupakan kini tengah berdiri di hadapannya dengan sebuah senyuman diwajah. Waktu seakan berhenti detik itu juga, disaat tatapan mata mereka saling bertemu.
...💧💧💧...
. tapi aku ragu celine bakal sadar sebelum dapet karma instan🤧🤧