Kedamaian yang seharusnya bertahan kini mulai redup. Entitas asing yang disebut Absolute Being kini menjajah bumi dan ingin menguasai nya, manusia biasa tak punya kekuatan untuk melawan. Namun terdapat manusia yang menjadi puncak yaitu High Human. High Human adalah manusia yang diberkahi oleh kekuatan konstelasi kuno dan memakai otoritas mereka untuk melawan Absolute Being. Mampukah manusia mengembalikan kedamaian? ataukah manusia dikalahkan?. Tidak ada yang tahu jawaban nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31: Kesedihan
Sejak pertama kali membuka matanya di dunia ini, Irene tidak pernah mengenal arti kata cinta.
Lahir sebagai anak tunggal dari pasangan petani miskin di Desa Arvalis, Irene dianggap sebagai kutukan. Tubuhnya lemah, mudah sakit, dan sering pingsan hanya karena terpapar dingin malam. Ayahnya—seorang pria keras yang merasa dirinya gagal karena memiliki anak seperti Irene—tidak pernah sekalipun memanggilnya dengan nama. Ia hanya menyebutnya dengan sebutan 'Beban'. Ibunya tak berbeda, dingin dan kasar, sering menyalahkan Irene atas semua kesialan yang menimpa keluarga mereka.
"Kenapa kau tak mati saja saat lahir?" Teriak Ibu Irene, tangan nya menampar wajah anak malang itu.
"Aku menyesal karena telah melahirkan mu!" Sambung ibunya sembari menendang Irene dengan penuh kebencian.
"Tak ada gunanya merawat makhluk sampah sepertimu!" Seru Ibunya dengan suara penuh kebencian yang disusul dengan kayu sapu yang patah di punggung Irene.
Hari demi hari, tahun demi tahun, Irene bertahan dalam rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman—tapi malah menjadi neraka. Ia tidak punya teman, tidak punya suara, dan tidak punya tempat untuk menangis. Satu-satunya pelariannya adalah langit malam, tempat di mana ia memandangi bintang-bintang sambil berdoa agar suatu hari seseorang datang menyelamatkan dia terus berdoa berharap dirinya di selamatkan.
Tapi tak ada yang datang. Hingga ulang tahunnya yang kelima belas. Malam itu, tubuh Irene kembali dilanda demam tinggi. Ia terbaring sendirian di lantai tanah, menggigil, tanpa selimut, tanpa suara yang peduli. Dan saat tubuhnya di ambang kematian, sosok bersinar muncul dalam pikirannya. Seorang wanita bertubuh api dan darah, bermata tajam seperti matahari di tengah wabah.
Sosok itu adalah Sekhmet, sang Dewi Penyembuhan dan Wabah. "Kau telah mengenal sakit lebih dari siapa pun. Malang sekali hidupmu..." Ucap Sekhmet dengan suara yang lembut bagaikan desiran angin.
"Aku akan memilihmu sebagai inkarnasi ku. Kau telah mengenal rasa sakit lebih dari siapa pun. Maka kini, kau akan menjadi penguasa atasnya" Sambung Sekhmet.
Dengan kata-kata itu, kekuatan meledak dalam tubuh Irene. Tulang-tulang rapuhnya membentuk ulang, darahnya mendidih dengan energi yang belum pernah ia rasakan. Ia bangkit dari lantai seperti makhluk baru—High Human pilihan Sekhmet, dengan konstelasi berbentuk mata singa yang menyala di punggungnya.
Namun anugerah itu bukanlah akhir dari penderitaannya. Irene masihlah memiliki tubuh lemah, karena kehadiran Sekhmet hanya mengobati tubuhnya agar Irene tidak mati.
Beberapa minggu setelah kebangkitan Irene sebagai High Human, wabah mengerikan melanda Desa Arvalis. Orang-orang sekarat dalam hitungan hari. Tubuh membusuk hidup-hidup, anak-anak menangis dalam pelukan mayat orang tua mereka. Irene, dengan kekuatan barunya merasa bertanggung jawab, ia melakukan segalanya. Ia menyembuhkan mereka satu per satu, bahkan menyerap penyakit ke dalam tubuhnya sendiri agar mereka selamat.
Irene tidak tidur tujuh hari berturut-turut hanya demi menyembuhkan warga Arvalis, "Ini adalah tanggung jawabku... aku tidak boleh tumbang." Gumam Irene dengan kesadaran yang tipis, dia bisa pingsan kapan saja, belum lagi karena tubuhnya sangatlah lemah.
Hanya tekad yang membuat Irene tetap terjaga. Tubuhnya sudah menyerah, namun karena tekad untuk menyelamatkan desanya, Irene rela tidak beristirahat tujuh hari berturut-turut.
Namun ketika semuanya usai, dan wabah berhasil dihentikan... Yang ia dapatkan bukanlah terima kasih. Melainkan hinaan, tuduhan, dan kebencian.
"Kau yang membawa penyakit ini kan?!" Teriak salah satu warga sembari melempar batu kearah Irene.
Irene diikat di tiang yang berada di pusat desa, Ia dituduh macam-macam bahkan anak-anak yang ia selamatkan melempari tubuhnya dengan batu dan kerikil.
"Ini semua karena kekuatan iblismu!" Teriak seorang warga, suaranya benar-benar dipenuhi kebencian.
"Wabah itu ulahmu, kan? Biar bisa pura-pura jadi penyelamat!" Sambung salah seorang warga.
Sejak saat itu, sesuatu bangkit dari Irene, bukan kekuatan Sekhmet ataupun keajaiban, tapi kebencian lah yang bangkit. Suara-suara dari Sekhmet pun di hiraukan oleh Irene, kini hatinya dipenuhi oleh kebencian dan bukan harapan.
Irene dibakar dan di eksekusi ditengah-tengah desa. Tubuhnya dibakar hidup-hidup, namun tanpa sepengatahuan para warga, Irene memalsukan kematian dan dan kabur pada saat orang-orang berpesta pora setelah membakar Irene hidup-hidup tanpa ada rasa bersalah.
Sejak hari itu, Irene menghilang dari catatan dunia.
---
Langit di atas reruntuhan kota Zafrel memucat, seakan ikut tercekik oleh hawa beracun yang merayap di udara.
Sho berdiri di padang gurun yang luas nan jauh dari hutan Iris apalagi reruntuhan Zafrel, napasnya berat. Dihadapan nya, Irene berdiri, rambutnya yang berwarna merah bagaikan darah mulai tertiup oleh angin. Mata peraknya menatap kosong seolah tak lagi mengenal arti simpati, namun dalamnya menyimpan luka yang belum pernah sembuh.
"Aku akan menyelamatkan Sekhmet dari siksaan mu." Ucap Sho dengan datar.
"Tidak ada yang perlu kau selamatkan... kecuali dirimu sendiri karena aku akan membunuhmu!" Seru Irene dengan suara penuh kelicikan.
Tiba-tiba udara di sekeliling mereka menghitam. Kabut tebal berwarna kehijauan menyebar cepat dari tubuh Irene. Asam dan busuk, namun lebih dari itu—menyerang jiwa. Sho menarik napas dalam-dalam dan menarik kalungnya yang seketika berubah menjadi bident yang bersinar hijau terang.
Tapi Irene tak bergerak. Ia mengangkat tangan, dan dari kabut itu, sebuah bentuk padat muncul—pedang panjang berwarna hitam kehijauan, berdenyut seperti jantung. Irene memadatkan wabah nya dan membentuknya menjadi senjata mematikan.
"Dimana kesombongan yang kau tunjukkan kepadaku dimalam tadi?" Tanya Irene, nada nya seakan-akan merendahkan Sho.
Pertarungan pun dimulai.
Sho melompat maju, bidentnya dilapisi oleh api hijau dan Sho mulai menebas nya kearah Irene. Irene menangkis dengan pedang wabahnya, dan benturan itu menimbulkan letupan busuk—racun menyebar seperti gelombang suara. Sho menghindar, namun sebagian lengannya mulai mati rasa.
"Sialan... kupikir menghindar saja cukup." Gumam Sho dengan penuh kekesalan. Api hijau menyelimuti tangan Sho yang terluka.
"Ayolah... dimana kepercayaan diri mu yang muncul pada malam tadi... kau berkata bahwa kau akan membunuhku bukan?" Desis Irene layaknya ular.
Irene kini membentuk tombak dari racun pekat dan melemparkannya cepat. Sho menangkis, tapi ujung tombak itu meledak jadi kabut yang langsung menyusup ke pernapasannya.
Sho mundur, bersalto di udara, dan menciptakan celah di tanah dengan hantaman bidentnya untuk mengalirkan udara segar dari bawah tanah. Namun Irene sudah ada di belakangnya. Dari tangannya muncul rantai berduri, terbentuk dari sisa-sisa wabah padat, melilit kaki Sho dan menjatuhkannya.
"Kenapa kau memilih jalan ini dan membuang jati dirimu sebagai manusia!?" teriak Sho sambil melepaskan diri.
"Karena ini menyenangkan..." Jawab Irene dengan penuh percaya diri.
Wajah Irene tetap datar, tapi tangannya gemetar—sedikit. Rantai baru terbentuk dari lengannya, kini dalam bentuk cambuk berduri. Sho menahannya dengan bident, lalu menatap langsung ke mata Irene.
"Aku akan membebaskan Sekhmet dari makhluk kejam sepertimu!!" Seru Sho tepat dihadapan wajah Irene, api hijau perlahan-lahan berpindah kearah Irene dan membakarnya.
Dengan cepat Irene mundur dan api hijau Sho di dipadamkan oleh kabut wabah dan kutukan miliknya. "Kau benar-benar berisik... aku mulai muak dengan kehadiran mu." Ucap Irene dengan nada kesal sembari melempari Sho dengan kabut wabah berbentuk senjata.
Sho menghindar dari serangan Irene dan membalas serangan nya, akan tetapi. Sebuah bisikan muncul dikepala Sho, dari suaranya, itu bukan suara Persephone. "Tolong... Irene..." Bisik sosok itu didalam kepala Sho.
Sho terdiam dan itu membuat ia lengah, Irene berhasil mendekat dan menusuk perut Sho dengan tombak berbentuk wabah. "Wah wah... seperti nya kau mulai lengah ya..." Ucap Irene sembari tertawa.
"Apa yang kau lakukan Sho!? aku tidak percaya kau bisa lengah seperti ini!" Teriak Persephone dengan penuh kekhawatiran.
Kesadaran Sho perlahan menghilang, meskipun api hijau menyelimuti tubuhnya dan mencoba mengobatinya, namun itu tak berguna, racun dan wabah sudah masuk kedalam tubuh Sho.
Sebuah sosok asing masuk kedalam kesadaran Sho. "Sho Noerant... tolong bantu aku... selamatkan Irene dan bebaskan dia..." Ucap Sosok misterius itu, suaranya terdengar lembut bagaikan desiran angin.
Sosok misterius itu adalah Sekhmet, ia membagikan ingatan Irene kepada Sho, hanya dengan merasakan sedikit ingatan dari Irene, Sho merasa hatinya sedang dicabik-cabik karena sebegitu mengerikan nya jalan yang selama ini di lalui oleh Irene.
Disisi lain, Irene sangat yakin bahwa Sho kini sudah mati. Tapi tanpa sepengetahuan nya, kini Sho berdiri lagi, tapi ada yang aneh. Racun yang menginfeksi Sho sudah menghilang, bahkan lubang yang berada tepat di perut nya menghilang.
"Mustahil... bagaimana mungkin kau masih hidup!" Ucap Irene dengan penuh ketidakpercayaan.
"Seperti nya aku salah... yang seharusnya diselamatkan itu bukan Sekhmet... tapi kau." Ucap Sho dengan nada datar, mata merahnya menyala.
"Maaf karena sudah membuat mu khawatir Persephone..." Bisik Sho.
Persephone hanya bisa terdiam mendengar ucapan maaf dari Sho. Perlahan-lahan Sho maju berjalan kearah Irene. "Kau seharusnya mati!" Seru Irene sembari melempari Sho dengan tombak dan pedang dari kutukan dan racun.
Meski terkena puluhan bahkan ratusan dari kutukan berbentuk senjata. Sho tidak berhenti dan masih berjalan kearah Irene, ajaibnya lagi seluruh luka Sho sembuh tanpa adanya api hijau yang muncul untuk menyembuhkan nya seperti biasa.
"Kau tahu... kau seharusnya bersyukur karena masih ada yang peduli kepadamu." Ucap Sho kepada Irene, langkah nya tidak terhenti meski Irene menyerang nya membabi buta.
"Omong kosong! Aku adalah makhluk superior. Bahkan dewa saja tunduk kepadaku!" Teriak Irene dengan penuh amarah.
Sho terus berjalan hingga akhirnya ia sampai dihadapan Irene. lalu memegang pundak nya tanpa peduli bahwa Irene sedari tadi menyerang Sho. Wabah pekat menyelimuti mereka berdua.
"Kau tahu... meski kau menyiksanya dan memanfaatkan kekuatan nya. Sekhmet masih lah peduli kepadamu, bahkan ia meminta pertolongan ku, bukan untuk menyematkan dia, tapi menyelamatkan mu." Ucap Sho dengan lembut.
Meskipun tubuh Sho terus menerus sembuh karena bantuan Sekhmet, dia tetap merasakan rasa sakitnya, tapi tetap dia dalam layaknya itu bukan apa apa. "Aku akan membebaskanmu... akan kuberikan kau kematian yang tidak terasa sakit." Ucap Sho dengan lembut.
"LEPASKAN AKU!!" Teriak Irene.
Irene menjerit sekuat tenaga, tubuhnya menggeliat hebat, mencoba melepaskan diri dari genggaman Sho. Namun genggaman itu bukanlah cengkeraman kasar—melainkan sentuhan lembut, hangat... dan menyakitkan dalam cara yang tak bisa ia mengerti.
Kabut wabah mengamuk di sekeliling mereka, menghancurkan tanah, mencabik-cabik langit, namun Sho tetap berdiri, tak tergoyahkan. Sorot matanya tak lagi membawa amarah atau kebencian—hanya kepedihan yang mendalam.
"Aku tak butuh dikasihani!" Teriak Irene, air matanya mengalir deras, tapi ia tak menyadarinya.
"Aku adalah Hollow, sosok entitas yang bahkan bisa mengontrol kehendak dari dewa! aku ingin mereka semua merasakan sakit yang aku rasakan! Dunia ini pantas hancur karena tak satu pun peduli padaku!" Ucap Irene, suaranya perlahan-lahan mengecil.
"Aku peduli... dan tak hanya aku... Sekhmet juga begitu." Jawab Sho pelan.
"Aku peduli pada anak kecil yang berdoa tiap malam agar diselamatkan. Aku peduli pada gadis yang menyerap penyakit demi menyelamatkan orang lain. Aku peduli pada kau yang tidak pernah diminta untuk lahir ke dunia sekejam ini." Sambung Sho.
Wajah Irene mengeras, lalu retak—seolah amarah yang ia bangun selama bertahun-tahun tak lagi cukup kuat menopang hatinya yang hancur. "Aku... aku tidak ingin diselamatkan. Aku hanya ingin dunia ini menderita, seperti aku dulu... seperti aku sekarang..." Bisik Irene, suaranya hampir tidak terdengar.
"Aku akan tetap menyematkan mu... Meskipun kau adalah Manusia yang menyatu dengan Absolute Being. Aku akan tetap menyelamatkan mu." Ucap Sho, suaranya terdengar lembut dan penuh dengan keyakinan.
Langit di atas mereka menggelap total. Udara menjadi hening, seolah semesta menahan napas. Sho memejamkan mata dan menggenggam kalungnya—dari dalamnya, terdengar bisikan hangat milik sang Dewi Kematian.
"Persephone, tolong... bantu aku mengakhiri penderitaannya, tanpa rasa sakit." Ucap Sho kepada Persephone.
"Mustahil... dia sudah bukan manusia lagi, dia adalah makhluk menyimpang—hasil dari penggabungan manusia dengan Absolute Being. Jiwa nya bahkan tidak diterima di neraka." Jawab Persephone.
"Pasti bisa! tidak ada yang mustahil." Ucap Sho dengan penuh tekad.
Sho menusukkan Bident nya kedada Irene, tapi tidak ada rasa sakit sedikit pun, bahkan Irene tidak merasakan apapun. Sho melakukan ritual dualitas meskipun itu adalah ritual yang berbahaya, bisa saja jiwa Sho hancur didalam ritual itu.
"Kau mulai bertindak bodoh lagi... baiklah kali ini saja." Ucap Persephone, suaranya melembut.
Bident di tangan Sho berubah. cahaya putih lembut yang tak menyilaukan muncul dan melapisi tubuh Irene, dan rasanya tak menyakitkan. Cahaya itu berdenyut seperti detak jantung terakhir—tenang, menenangkan, seakan waktu itu sendiri ingin berhenti bersamanya.
Sho mendekat, menatap wajah Irene yang kini dipenuhi air mata dan kemarahan yang tak mampu lagi menyamar sebagai kekuatan.
"Aku tak ingin mati, aku takut... tidak ada siapa-siapa di sisi lain. Aku tidak ingin dibuang." bisik Irene, suara yang begitu kecil seperti nyawa yang hampir padam.
Sho mengangguk pelan. "Aku akan ada di sana. Setidaknya untuk mengantarmu. Tidak hanya aku yang akan mengantar kepergian mu, tapi Sekhmet juga." Ucap Sho, suaranya bergetar.
Dalam sekejap, cahaya putih yang melapisi tubuh Irene mulai bersinar sedikit lebih terang. Tak ada darah. Tak ada jeritan. Tak ada rasa sakit. Hanya keheningan, dan satu tetes air mata terakhir jatuh dari mata Irene.
Sebelum raganya lenyap menjadi serpihan cahaya, Irene menatap Sho untuk terakhir kali.
"...terima kasih... meski... aku tak pantas..." bisik Irene dengan suara lemah.
Sho tersenyum kecil, tak menjawab. Ia hanya memandangi cahaya Irene yang perlahan terbawa angin—membubung ke langit seperti bintang jatuh yang kembali ke tempat asalnya.
Saat semuanya usai, hanya keheningan yang tersisa.
Sho berdiri seorang diri di padang gurun yang sunyi. Bidentnya kembali menjadi kalung, menggantung lemas di dadanya. Persephone tak berbicara, tapi kehadirannya terasa... hangat, tenang.
Dan untuk pertama kalinya sejak pertempuran itu dimulai, Sho menutup matanya dan membiarkan dirinya menangis.