NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Ratusan tahun lalu, umat manusia hampir punah dalam peperangan dahsyat melawan makhluk asing yang disebut Invader—penghancur dunia yang datang dari langit dengan satu tujuan: merebut Bumi.

Dalam kegelapan itu, lahirlah para High Human, manusia terpilih yang diinkarnasi oleh para dewa, diberikan kekuatan luar biasa untuk melawan ancaman tersebut. Namun kekuatan itu bukan tanpa risiko, dan perang abadi itu terus bergulir di balik bayang-bayang sejarah.

Kini, saat dunia kembali terancam, legenda lama itu mulai terbangun. Para High Human muncul kembali, membawa rahasia dan kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan segalanya.

Apakah manusia siap menghadapi ancaman yang akan datang kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 31 Remake: Noelle Bersaudara

Kawasan pelatihan militer di lembah pegunungan Faice dipenuhi hiruk-pikuk suara anak muda. Derap langkah berbaris, tiupan peluit keras, dan bentakan instruktur menyatu dengan dinginnya udara pegunungan yang menusuk tulang.

Di barisan belakang, dua sosok kembar berdiri berdampingan, sama-sama mengenakan seragam pelatihan sederhana.

Kiyara Noelle merapikan rambut abu-abunya yang sedikit berantakan tertiup angin, sementara sorot mata hijaunya menatap lurus ke arah lapangan utama. Mata itu jernih, namun penuh kalkulasi. Dari sekian banyak peserta, hanya satu orang yang menarik perhatiannya—seorang bocah laki-laki dengan rambut cokelat pendek dan mata merah yang menyala bagai bara, sedang berlari tanpa mengenakan pakaian atas, hanya celana pendek tipis. Tubuhnya berkilau karena keringat, dan meski wajahnya tampak kelelahan, langkahnya masih stabil, berputar mengitari lapangan entah untuk keberapa kalinya.

“Dia sudah berlari berapa putaran?” bisik Kiyara, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada orang lain.

Kieran, saudara kembarnya, mendengus sambil menyilangkan tangan. Rambut pirang kecokelatannya berkibar karena angin, dan mata cokelatnya memicing penuh ketidaksabaran.

“Kalau aku tidak salah hitung, itu sudah lewat dua puluh lima kali. Dan lihatlah—dia bahkan tidak melambat sedikit pun. Bocah itu gila.” Kieran menggeleng keras-keras lalu menguap lebar. “Yara, aku bersumpah, bocah itu pasti masokis. Orang waras mana yang mau lari tiga puluh putaran ditengah badai salju begitu.”

Kiyara tidak menjawab langsung. Dia hanya memperhatikan dengan tenang, sorot matanya mengikuti setiap langkah kaki Sho yang menginjak tanah lapangan. Dari cara napasnya teratur meski tubuhnya basah kuyup meskipun keringatnya langsung membeku, Kiyara bisa menilai sesuatu—bocah itu punya daya tahan fisik yang tidak normal.

“Dia bukan masokis,” gumam Kiyara akhirnya. Suaranya lembut, hampir tak terdengar di tengah riuhnya pelatihan. “Dia hanya... Berbeda. Seperti orang yang dipaksa melampaui batas, tapi tetap memilih bertahan.”

Kieran menoleh cepat, alisnya terangkat tinggi. “Terserah kau, tapi kalau aku lihat, itu tetap gila. Sudah dingin begini, mana pakaiannya cuma segitu. Bayangkan besok dia batuk-batuk pilek—apa itu yang disebut pahlawan masa depan? Lucu sekali.”

Kiyara tersenyum samar, meski tak mengalihkan pandangannya. “Mungkin justru karena itu dia diperhatikan. Orang-orang biasa akan berhenti. Tapi dia tidak. Ada sesuatu di matanya...”

Kieran mendengus lagi, tapi kali ini tidak ada komentar lanjutan. Dia hanya menendang kerikil kecil di kakinya, lalu memandang ke arah saudari kembarnya. Meski tidak mengakuinya, Kieran tahu Kiyara punya naluri tajam. Jika adiknya itu sampai berkata seseorang berbeda, maka biasanya memang ada sesuatu di baliknya.

Udara pegunungan yang dingin membuat napas para peserta pelatihan terlihat seperti asap tipis. Dari kejauhan, instruktur bersuara lantang, menghitung setiap putaran Sho dengan keras.

“Dua puluh delapan!”

Kieran menutup wajahnya dengan tangan. “Ya Tuhan, masih dua lagi. Apa dia tidak tahu kata menyerah?”

Kiyara hanya terdiam. Tatapannya masih melekat pada bocah itu, seperti seseorang yang menyimpan pertanyaan besar tapi belum menemukan jawabannya.

Di antara puluhan peserta yang berjuang dengan cara mereka masing-masing, bagi Kiyara Noelle hanya ada satu orang yang saat ini tampak menonjol—bukan karena sorak-sorai, bukan karena prestasi... Tetapi karena tekad yang memancar dari setiap langkah kakinya.

Dan entah kenapa, sesuatu dalam dirinya mengatakan, bocah itu akan membawa perubahan besar.

---

Malam menurunkan tirainya dengan tenang di atas pegunungan Faice. Angin dingin merayap masuk dari celah-celah jendela barak, membawa aroma tanah basah bercampur salju tipis yang baru saja turun. Para kadet sudah diarahkan untuk beristirahat setelah hari yang melelahkan—lari, push-up, hingga latihan ketahanan yang membuat tulang-tulang serasa remuk.

Kiyara Noelle duduk di tepi ranjang kayunya yang sederhana, rambut abu-abu miliknya tergerai bebas, tampak berkilau samar oleh cahaya obor yang redup. Ia berdiri dan menghampiri jendela, hendak menutupnya agar hawa dingin tak menusuk terlalu dalam ke tubuhnya. Namun, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok yang tak asing.

Di lapangan kosong yang diterangi rembulan, terlihat bocah itu—Sho. Tubuhnya masih berkeringat meski udara begitu dingin dan keringat yang membasahi tubuhnya sudah membeku. Ia duduk bersila, lalu berdiri, lalu berbicara... Sendirian. Bibirnya bergerak-gerak, ekspresinya serius seolah sedang berdialog dengan seseorang yang tak kasat mata.

Kiyara menyipitkan matanya. Ia mengamati setiap gerakan, setiap jeda napasnya, setiap tatapan Sho ke udara kosong di depannya. Ada aura aneh, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Tubuhnya tidak sekadar terlihat lelah—ada semacam kekuatan yang berdenyut samar di balik dirinya, seperti bara api yang enggan padam meski diterpa salju.

Perlahan, sebuah kesimpulan tumbuh di benaknya.

“Jadi begitu...” Bisiknya pelan. Senyum tipis terukir di wajahnya, seolah ia baru saja menemukan rahasia berharga.

Pintu kamar berderit. Masuklah Kieran, membawa sebongkah roti keras di tangan kanan dan sebuah botol air di tangan kiri. Rambut pirang kecokelatan nya kusut, wajahnya masih menunjukkan rasa lelah tapi matanya penuh cahaya khas remaja yang tak bisa diam.

“Hei, aku berhasil ‘mencuri’ lebih banyak jatah dari kantin,” katanya dengan nada bangga, lalu meletakkan roti di meja. “Kupikir kau lapar.”

Namun, bukannya menyambut makanan, Kiyara justru menoleh cepat dengan mata berbinar. “Kieran,” ujarnya dengan semangat yang jarang ia tunjukkan. “Aku tahu sekarang. Anak itu... Dia High Human juga. Sama seperti kita berdua.”

Kieran langsung membeku di tempat, seperti patung batu yang dipahat oleh tukang ukir pemula. Wajahnya berubah antara bingung, terkejut, dan tidak percaya.

“...hah?” Ia mengedip beberapa kali. “Kau bilang apa? Bocah aneh itu? High Human? Kau yakin tidak salah lihat?”

Kiyara mengangguk mantap. “Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Dia tidak sekadar berbicara sendirian. Ada... Sesuatu. Energi, kekuatan. Aku bisa merasakannya.”

Kieran terdiam sejenak, lalu terkekeh miris. “Atau mungkin otaknya sudah beku karena dingin. Kau tahu sendiri kan, suhu di luar itu cukup buat membekukan dan merusak otak. Mungkin dia cuma orang gila yang berbicara pada bayangannya sendiri.”

Namun, Kiyara tak bergeming. Tatapannya tetap tajam, penuh keyakinan. “Tidak, Kieran. Aku yakin. Dia bukan orang biasa. Sama seperti kita—dia High Human, bahkan Fujin juga mengaku kalau ia merasakan nya.”

Kieran akhirnya mendesah berat, lalu menjatuhkan dirinya ke ranjang sambil menggigit roti dengan malas. “Kalau kau yakin, terserah. Tapi kalau ternyata dia cuma masokis gila yang doyan dihukum lari, aku tidak akan bertanggung jawab,” gumamnya sambil mengangkat bahu.

Sementara itu, Kiyara masih berdiri di depan jendela, memandangi sosok Sho yang kini menundukkan kepala, seolah tengah mendengarkan bisikan yang tak bisa didengar orang lain. Senyum misterius menghiasi wajah gadis berambut abu-abu itu.

Ia tahu satu hal pasti: malam ini, sebuah rahasia besar telah terbuka.

---

Keesokan paginya, lapangan latihan militer dipenuhi teriakan instruktur dan derap langkah para kadet. Udara pegunungan yang dingin seakan dipanaskan oleh riuhnya suara, gemuruh sepatu menghantam tanah, dan derak kayu dari tongkat latihan yang saling beradu.

Kiyara dan Kieran berdiri di sisi lapangan, menunggu giliran mereka. Mereka berdua sudah dikenal sebagai anak yang bertalenta meski usia mereka masih muda. Begitu namanya dipanggil, mereka maju dengan percaya diri. Lawan mereka adalah dua kadet yang posturnya jauh lebih besar, tetapi itu tak berarti apa-apa.

Tanpa perlu senjata, Kieran hanya menggeser kakinya sedikit, tubuhnya melesat, dan satu hentakan bahu saja sudah membuat lawannya terjatuh. Sementara Kiyara, dengan gerakan yang anggun, mengunci pergelangan lawannya dan menekannya ke tanah seolah itu permainan kecil. Penonton bertepuk tangan kagum, dan instruktur hanya mengangguk puas—keduanya memang berbakat.

Namun meski kemenangan mereka mudah, pandangan Kiyara dan Kieran tidak pernah benar-benar tertuju pada lawan mereka. Dari sudut lapangan, ada satu sosok yang jauh lebih menarik perhatian.

Sho Noerant.

Bocah itu terlihat begitu canggung saat memegang tongkat kayu. Gerakannya tidak terlatih, kakinya salah posisi, dan setiap serangan yang ia lancarkan lebih mirip ayunan tanpa arah. Lawannya—bahkan seorang kadet yang dikenal lemah—dengan mudah menjatuhkannya. Sho terhuyung, terjatuh, lalu kembali bangkit dengan napas terengah.

“Instruksi dasar saja tidak bisa kau ikuti! Noerant!” Suara instruktur menggema tajam, membuat beberapa kadet lain terkekeh melihat betapa menyedihkannya anak itu.

Kiyara menggenggam tangannya erat, matanya mengikuti setiap detail gerakan Sho. Ia tak melihat seorang pecundang. Ia melihat sesuatu yang lain—sesuatu yang tidak bisa dibohongi. Gerakan Sho ketika menghindar terlalu alami, seolah tubuhnya tahu arah serangan bahkan sebelum lawannya bergerak. Meski ia terlihat panik, setiap langkahnya hemat, tidak ada energi yang terbuang sia-sia.

Kieran yang berdiri di sampingnya menyipitkan mata. “Dia bahkan kalah oleh anak paling lemah di kelas ini,” gumamnya dingin.

Namun Kiyara hanya tersenyum tipis. “Kau lihat? Dia memang buruk dalam bertarung... Tapi instingnya, Kieran. Tidak ada anak biasa yang bisa menghindar begitu.”

Kieran menoleh, menatap wajah kembarannya yang yakin. “Jadi kau benar-benar percaya kalau dia... High Human?”

Kiyara mengangguk mantap. “Ya. Sama seperti kita, aku tidak tahu mengapa ia menyembunyikan nya.”

Kieran tak langsung menjawab. Ia hanya diam, matanya sekali lagi tertuju ke arah Sho yang kini berlutut di tanah, wajahnya basah oleh keringat, napasnya kacau, tapi sorot matanya—sorot mata merah menyala itu—tidak pernah padam.

Dan di saat semua orang melihat Sho sebagai kadet paling gagal, dua bersaudara Noelle itu justru melihat sesuatu yang berbeda. Sebuah rahasia yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang serupa.

Sho Noerant bukan kadet biasa.

Ia adalah High Human dengan potensi yang masih tertidur.

1
That One Reader
baiklahh udah mulai terbayang wujud dan sifat karakternya
That One Reader
hmmm... "matanya masih merah, bukan karena kekuatannya", "Kekuatan" yang dimaksud gimana yh? tapi awal ketemuan sama Aria lumayan berkesan sii
That One Reader
welp.. prolognya okee
Sandra
simingit kikik:v
Cyno
Semangat author
Cyno
Ceritanya seru
Cyno
kalau sho bisa mengubah bident sesuka hati apa nanti aria bisa mengubah bow dia juga? menarik
J. Elymorz
Huhuu shoo/Cry/
Sandra
anjay pahlawan datang tapi bapaknya Aria... :(
Sandra
aku ga tau mau komen apa tapi mau lanjut!!
Sandra
kereennn!! semangat kak!!!
J. Elymorz
sho.. hikss /Cry//Cry/
J. Elymorz
omaigatt di remake, apakah alur ceritanya lebih ke arah romance? hmmzmz/Applaud//Applaud/
J. Elymorz
lucuuuu
J. Elymorz
lucuuuu, sifat mereka berbanding terbalik
J. Elymorz
yahh hiatus/Cry/

semogaa hp nya author bisa sehat kembali, dan semoga di lancarkan kuliahnya, sehat sehat yaa author kesayangan kuu/Kiss//Kiss/
J. Elymorz
gila... hollow bener' gila
Soul Requiem
Ini Saya, Kyukasho, untuk sementara Chaotic Destiny Akan Hiatus dikaenakan HP saya rusak/Frown/
J. Elymorz: /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
J. Elymorz
ouh oke.. kelakuan bodoh dari krepes ternyata berguna, bagus krepes
J. Elymorz
si krepes dateng tiba-tiba banget plss, krepes jangan jadi beban yh/Grievance//Grievance/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!