Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di lift
Hari berganti dengan cepat.
Ruby menarik napas dalam-dalam saat melangkahkan kakinya ke lantai empat gedung perusahaan Zan group. Gaun ketat berwarna nude yang membalut tubuhnya terasa seperti kulit kedua, rapuh namun memaksanya tetap tegak.
Kamera-kamera di studio menyala, lampu sorot dipasang, dan staf kru sibuk mengatur properti untuk pemotretan katalog musim gugur. Di tengah keramaian itu, hanya satu sosok yang membuat jantung Ruby berdebar tak karuan.
Ha Joon.
Laki-laki itu kembali lagi, mengawasi pemotretan. Ha Joon berdiri di belakang monitor besar, mengenakan setelan abu-abu gelap dengan dasi merah marun. Wajahnya tajam seperti biasa, dengan sorot mata yang sukar dibaca. Sejak pertemuan mereka di acara keluarga Ha Joon semalam, pria itu seperti gemar bermain tarik ulur. Kadang bersikap ramah, namun lebih sering menyakitkan lewat kata-kata dingin dan sinis. Yang hanya Ruby yang tahu.
Rubi menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis, berpura-pura tak terguncang.
"Miss Ruby, tolong ganti dengan outfit kedua. Kami akan mulai sesi close-up," ujar salah satu staf, menyodorkan gaun baru.
Ia mengangguk sopan.
"Baik."
Di ruang ganti, tangannya bergetar saat mengganti gaun. Matanya sempat memandangi bayangan dirinya di cermin. Ia berusaha mengingat alasan kenapa menerima pekerjaan ini. Bukan hanya karena tawaran gaji yang tinggi atau peluang karier di Korea, tapi juga karena ingin melihat Ha joon. Ya, alasannya berada di negara ini memang karena pria itu. Ha Joon tidak tahu itu, tidak perlu tahu juga.
Setelah pemotretan selesai, Ruby mengganti pakaian dan mengenakan coat panjang krem. Saat lift terbuka, di dalamnya ada Ha joon seorang laki-laki lainnya. Tinggi mereka sama, tampan juga. Tetapi laki-laki yang asyik berbincang-bincang dengan Ha Joon itu tampak jauh lebih hangat.
Ruby merutuk dirinya sendiri karena lagi-lagi harus dipertemukan dengan pria itu. Walau dia ingin melihatnya, tapi dengan melihatnya dari jauh secara diam-diam saja sudah cukup.
Tatapannya sempat bertemu dengan Ha joon namun ia buru-buru membuang muka seolah mereka tidak saling mengenal. Ha Joon juga cuek, meski sesekali ia akan melirik ke arah gadis itu.
"Bagaimana, kau akan ikut minggu depan? Hanya satu malam. Para karyawan memintaku untuk bertanya. Joon-ah, sudah enam tahun lebih kau memimpin perusahaan ini, masa tidak pernah mau ikut kegiatan camping seperti ini?"
Oh Jin young, lelaki yang berbicara dengan Ha Joon itu terdengar agak memaksa. Keduanya berbicara seakan hanya ada mereka berdua saja di dalam lift. Ruby yang berdiri di sudut belakang pura-pura sibuk dengan hapenya saat Ha Joon sesekali melirik ke belakang.
Jin young, si wakil CEO sekaligus sahabat Ha Joon itu ikut melihat ke belakang. Ia mengamati Ruby yang masih berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Jin young baru pertama kali melihat gadis itu di kantor. Tapi gayanya tidak seperti karyawan kantor.
"Kau, kau bekerja di sini?" pertanyaan Jin young membuat Ruby mengangkat kepalanya menatap pria itu. Ia melirik Ha joon sebentar, lalu menatap Jin young lagi.
"Ya, aku seorang model yang di kontrak beberapa bulan oleh perusahaan ini." jawabnya.
"Ah model, pantas saja. Kau tidak terlihat seperti karyawan biasa. Siapa namamu?"
"Ru-Ruby." sahut Ruby.
Jin young mengangguk-angguk. Saat ia ingin bertanya lagi, lift terbuka. Ha joon langsung keluar, mau tak mau Jin young ikut keluar. Pria itu melambaikan tangannya sembari tersenyum ramah ke Ruby.
Ruby sendiri akhirnya bernafas lega. Sesungguhnya ia masih tidak tahu bagaimana harus bersikap pada Ha Joon sekarang.
Di jalan menuju ruangan Ha Joon, Jin young terus menatap sang sahabat, bahkan sampai mereka tiba di ruangan Ha joon.
"Katakan, kau kenal wanita itu?" sembur Jin young penasaran.
Tentu dia tahu ada yang berbeda dari seorang Ha joon. Pria itu tidak pernah memperhatikan wanita manapun bertahun-tahun ini, tetapi di dalam lift tadi, Jin young menyadari gerak-gerik Ha joon. Pria itu beberapa kali melirik ke belakang hanya untuk melihat perempuan yang katanya model tadi.
"Wanita yang mana?" Ha joon pura-pura tidak paham.
"Yang di lift tadi. Sepertinya dia bukan warga lokal."
"Aku tidak kenal." balas Ha Joon cepat.
Jin-young menyipitkan mata.
"Kau yakin? Wanita itu adalah wanita pertama yang aku lihat bisa membuat fokusmu hilang."
Ha Joon mendongak menatap Jin Young lalu tertawa.
"Kau sakit?" bantahnya. Ia kembali fokus melihat beberapa map di atas mejanya. Jin young mengangkat bahu, ia yakin tidak salah lihat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, sesampainya di apartemen, Ruby tidak keluar lagi. Ia hanya duduk di dekat jendela sambil menyeruput teh hangat, mengenakan sweater tebal dan celana panjang. Hujan turun pas dia sampai tadi, membuat langit Seoul muram dan gelap.
Ia membuka laptop dan membuka folder berisi foto-foto masa SMA. Di sana, tersimpan foto Ha Joon muda, gemuk, berkacamata, tapi dengan senyum yang selalu tulus. Ruby tersenyum kecil melihatnya. Ada rasa bersalah yang tidak pernah benar-benar padam sejak dulu.
Mereka pernah dekat dulu. Sebelum ia di ancam oleh seseorang yang menyebabkan dirinya harus mengatakan kalimat yang paling menyakitkan terhadap Ha Joon.
Kalimat itu menghancurkan segalanya.
Seandainya waktu bisa diputar, ia ingin menarik kembali kata-kata itu. Tapi kenyataan tidak pernah memberi kesempatan kedua secepat itu. Namun, Ruby tetap bersyukur. Sekalipun Ha Joon membencinya sampai sekarang, setidaknya pria itu telah berhasil dalam karier-nya.
Ruby mengusap layar laptopnya perlahan, seolah bisa menghapus luka yang tertinggal di sana. Ia menatap wajah polos Ha Joon muda yang tertangkap kamera, mengenang suara tawa mereka yang dulu memenuhi lorong sekolah.
Saat itu, dunia terasa sederhana. Tapi satu kalimat dari mulutnya telah meruntuhkan segalanya. Ruby menutup laptop dan menekuk lutut ke dadanya. Ia menatap keluar jendela. Hujan belum berhenti. Tapi kali ini, bukan hanya langit yang kelabu. Hatinya pun kembali terjebak dalam badai lama yang belum selesai.
Sesaat kemudian ponselnya bergetar pelan. Sebuah pesan masuk dari Kim Ha-na, sahabatnya yang baru saja menikah.
Kim Ha-na
Aku dengar dari ibuku, nyonya Nam berhasil menjodohkan kau dan Ha Joon. Ha Joon tidak membencimu lagi? Kau sudah cerita semuanya waktu di SMA? Alasan kau melukai dia? Jadi Ha Joon masih menyukaimu sampai sekarang?!
Isi pesan Kim Ha-na menunjukkan wanita itu sangat antusias. Sayangnya semua itu tidak seperti yang dia bayangkan. Ha Joon membencinya. Pertunangan itu hanyalah sebatas status untuk mereka nanti.
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....