"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Yang Salah Tetap di Hukum
Di dalam gudang, Rani benar-benar merasa sangat takut. Dia mendengar suara kakaknya, tapi tak lama setelah itu, dia juga mendengar suara pukulan yang cukup keras.
"Ha ha ha, memangnya kenapa kalau kakakmu datang? kamu tahu Willy dan Radit jago beladiri kan?" tanya Damar yang masih berusaha mencium bibir Rani yang terkatup rapat.
Brakkk
Hingga suara pintu gudang yang dibuka paksa membuat tawa Damar itu berhenti.
"Kurang ajar!!" pekik Raja.
Bugh
Bugh
Damar tersungkur ke lantai yang sangat kotor itu.
Raja segera berlari menghampiri adiknya. Pakaian Rani sudah sangat berantakan. Bahkan beberapa kancing kemejanya sudah lepas dan rusak akibat ditarik paksa oleh Damar.
"Kakak" tangis Rani pecah.
Raja memeluk adiknya itu dengan sangat erat.
Matanya berkilat, dia melirik dengan penuh amarah ke arah Damar yang masih berusaha untuk bangun setelah diserang dengan membabi-buta oleh Raja tadi.
"Kakak, bawa aku pulang" tangis Rani.
Raja mengepalkan tangannya, sebenarnya dia masih mau menghajar Damar. Namun kondisi adiknya sepertinya sangat tertekan. Akhirnya Raja mengangkat tubuh adiknya, menggendongnya pergi dari tempat itu.
Satpam yang mendengar keributan segera datang, tak tinggal diam, satpam itu pun segera menghubungi pihak yang berwajib. Ini sudah keterlaluan, tindakan Damar itu sudah tidak bisa ditolerir lagi.
**
"Tidak apa-apa sayang, ayahmu sudah mengurus semuanya. Damar sudah dikeluarkan dari sekolah itu, dah sekarang ada di kantor polisi" Retno terus menenangkan putrinya.
Wanita yang sudah hampir paruh baya itu tadi sangat terkejut. Dia bahkan merasa sangat shock. Dia sampai menangis cukup lama melihat keadaan Rani. Namun, setelah memastikan Rani tidak tersentuh oleh pemuda kurang ajar itu, rasanya Retno menjadi sangat tenang.
Sejak pulang, Rani juga hanya diam. Dia benar-benar shock. Dia sama sekali tidak menyangka akan mengalami hal seperti itu dalam hidupnya. Jika saja tadi Raja tidak datang tepat waktu, entah apa yang sudah terjadi padanya. Rani sangat takut, tangannya dingin dan gemetaran, dia sangat ketakutan.
Retno mengusap kepala anaknya dengan sangat lembut.
"Rani..."
"Bu, biar Raja!" kata Raja yang datang dengan semangkuk nasi yang dan sup hangat yang dia buat sendiri untuk adiknya.
Melihat Raja datang dengan makanan, Retno mengangguk dan berdiri. Dia berpindah ke tempat duduk lain, memberikan Raja ruang untuk membujuk adiknya.
"Rani..."
Mata Rani kembali berkaca-kaca ketika mendengar suara Raja. Raja meraih tubuh mungil adiknya itu dan memeluknya.
"Besok weekend kan? kakak akan menemanimu seharian di rumah. Sekarang makan dulu ya" bujuk Raja sangat lembut.
Di pelukan Raja, Rani masih terlihat sangat ketakutan. Dia benar-benar hanya diam dan tatapannya juga kosong. Seperti orang yang benar-benar terkena trauma berat.
Retno yang melihat itu sangat sedih. Namun dia juga tidak mau menangis di depan Rani. Itu akan semakin membuat Rani sedih dan menyesal.
"Raja, ibu keluar dulu ya nak"
Retno buru-buru keluar, di balik pintu, dia menumpahkan air matanya yang sudah dia tahan sejak tadi.
"Tidak apa-apa jika tidak mau bicara, tapi kamu harus makan. Ini sudah malam, sejak kembali kamu bahkan tidak minum..."
Raja menjeda ucapannya ketika dia merasakan Rani memegang tangannya dengan sangat erat.
'Rani' lirih Raja dalam hati. Dia tahu adiknya itu sedang tidak baik-baik saja.
**
Sementara itu di kantor polisi, Jacky begitu marah pada Damar. Apalagi keluarga Damar yang datang mengatakan kalau anak mereka tidak bersalah. Mereka membawa banyak pengacara.
"Proses hukum harus tetap berjalan!" tegas Jacky.
"Anakku masih di bawah umur. Kamu itu siapa? makanya didik anak kamu dengan benar! mana mungkin hal seperti ini bisa terjadi di sekolah, kalau anak kamu tidak genit merayu anakku. Pikir saja pakai logika, kenapa anak kamu belum pulang jam segitu? mereka itu mau sama mau, anak sulung kamu saja yang kurang ajar memukul anakku!" kata ayah Damar.
Jacky mengepalkan tangannya dengan kuat. Bahunya naik turun menahan emosi. Rasanya dia juga ingin memberi pelajaran pada ayahnya Damar.
Sekarang dia tahu, kenapa Damar bisa sangat kurang ajar seperti itu. Ayahnya saja tidak benar, bagaimana anaknya mau benar.
"Tenang pak Jacky, pak Danu. Kami masih menyelidiki masalah ini, kami memeriksa rekaman cctv dan beberapa saksi..."
"Aku mau tuntut anak kurang ajar yang sudah memukul anakku sampai seperti ini! kamu itu hanya orang dari keluarga rendahan, seorang dokter kamu pikir bisa apa?" pekik Danu.
"Silahkan! anakku membela harga diri adiknya. Tuntut saja, kamu akan menyesalinya! Kamu selalu bangga dengan jabatanmu, sekarang tuntut saja anakku, lalu kita bertemu di pengadilan. Setelah itu aku mau lihat, apakah citramu yang selalu kamu banggakan itu rusak atau tidak nantinya di masyarakat!" Jacky tak kalah tegas, ini masalah harga diri dan kehormatan putri kesayangannya.
Danu mengepalkan tangannya. Dia tidak sangka Jacky berani sekali.
Saat keadaan sedang sangat tegang, datanglah Alia dengan terburu-buru.
" Paman Jacky, Alia mau kasih kesaksian!" kata Alia yang terlihat tersengal-sengal.
**
Hingga tiga hari berlalu, akhirnya kasus ini selesai. Kesaksian Alia dan satpam sekolah sangat meringankan Rani dan memberatkan Damar. Rekaman cctv menunjukkan Rani memang berlari ke tempat itu, tapi ditarik oleh Willy, itu semakin menguatkan pernyataan Rani. Dia tidak merayu Damar, meski dia mengaku memang baru putus dari Damar.
Semua bukti menunjukkan Damar bersalah. Damar dikeluarkan dari sekolah. Namun meski begitu, tiga hari itu juga. Rani terlihat masih sangat takut saat akan pergi ke sekolah.
Di ruang keluarga, Raja dan kedua orang tuanya mendiskusikan masalah ini.
"Bagaimana kalau pindah sekolah saja?" tanya Retno.
Jacky menghela nafas panjang.
"Sudah mau ujian akhir, tidak mungkin bisa" jelasnya.
"Tidak apa-apa, ayah, ibu. Aku yakin beberapa hari lagi Rani akan pulih. Aku sudah minta ijin pada sekolahnya, meteja maklum. Setidaknya Rani diberikan waktu satu mingguan untuk bisa menenangkan diri di rumah. Aku akan menghiburnya, Rani akan baik-baik saja" ujar Raja.
Dia tahu kedua orang tuanya khawatir. Dan dia tidak mau hal itu terus terjadi.
"Baiklah"
Raja pergi ke kamar Rani. Adiknya masih duduk di kursi rotan yang ada di balkon kamarnya.
"Rani, lihat ini!"
Rani menoleh. Kakaknya membawa gulali kapas yang cukup besar.
"Aku bukakan untukmu, kata penjualnya makanan manis itu mood booster. Aku mau lihat, dia berbohong atau tidak padaku. Jika dia bohong, aku akan kembali ke sana dan..."
Raja menjeda ucapannya, ketika Rani tiba-tiba memeluknya lagi.
"Kakak, maafkan aku"
Raja menghela nafas berat. Pemuda itu membelai kepala Rani dengan sangat lembut.
"Tidak apa-apa Rani, semua sudah berlalu. Kakak ada kan? percayalah, kakak akan selalu menjagamu"
***
Bersambung...