Liliana Larossa tidak sengaja menemukan anak laki-laki yang berdiri di bawah hujan di depan restoran ayahnya. Karena kasihan Liliana menjaga anak tersebut dan membawanya pulang.
Namun siapa sangka kalau anak laki-laki bernama Lucas tersebut merupakan anak bos tempatnya bekerja, sang pemilik perusahaan paling terkenal dan termasyur di San Francisco bernama Rion Lorenzo. Dan sayangnya, Lucas begitu menyukai Liliana dan tidak mau dipisahkan dari gadis tersebut. Hingga Rion harus mau tidak mau meminta Liliana tinggal di rumah Rion dan mengasuh Lucas dengan bayaran Liliana dapat tetap bekerja dari rumah sebagai IT perusahaan Lorenzo.
Tapi bagaimana jika Liliana tanpa sengaja menemukan fakta siapa sebenarnya Rion Lorenzo, yang merupakan ketua dari organisasi bawah tanah, Mafia? Dan harus mengalami banyak kejadian dan teror saat ia mulai menginjakan kakinya di rumah Rion?
Ikuti kisah Liliana dalam mengasuh Lucas sekaligus menghadapi sang ketua Mafia dalam teror yang akan mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14. HACKING
Rion melihat Dante yang keluar dari mobil dengan wajah panik. Pria berambut perunggu itu berlari kecil ke tempat atasannya yang sedang berdiri tak jauh dari mobil yang kini telah padam dari kobaran api. Menyisakan orang-orang yang berkerumun untuk melihat sumber ledakan satu jam lalu. Beruntung karena polisi dan pemadam kebakaran sigap, sehingga tidak ada kerusakan yang terdampak dari meledaknya mobil Rion itu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Dante, menatap atasan yang juga kawan baiknya itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memastikan tidak ada luka pada pria itu.
"Aku baik-baik saja. Lili menyelamatkanku," jawab Dante dengan wajah yang tampak memikirkan hal serius. Tentu hanya satu hal yang memenuhi kepalanya saat ini, Lili.
"Lili? Bagaimana bisa?" tanya Dante bingung, ia tidak melihat ada sosok gadis itu di sini.
"Dia meneleponku tepat sebelum aku masuk ke mobil. Memberitahu kalau ada bom di dalam mobil dan akan segera meledak," Rion menjawab dengan rahang mengeras.
"Bagaimana bisa ia tahu?" Dante benar-benar bingung sekarang.
"Itulah yang sedang kupikirkan sejak tadi. Dan karena kau sudah ada di sini, kuserahkan masalah ini padamu. Aku akan pulang dan bertanya tentang semua ini padanya," ujar Rion menghela napas panjang.
"Baik. Aku akan ke sana setelah selesai membereskan yang di sini." Dante mengerti dengan jelas apa yang harus ia lakukan.
Rion masuk ke dalam mobil yang telah di siapkan oleh Dante. Duduk di kursi belakang dengan pikiran yang masih tidak tenang. Ia hanya melihat ke luar jendela. Untuk pertama kalinya tidak ingin memikirkan segala kemungkinan, segala hal terburuk atas alasan bagaimana Lili bisa tahu tentang Bom tersebut. Ia yakin kalau gadis itu bukanlah gadis jahat.
Begitu ia sampai di depan rumah besarnya, ia menghampiri para penjaga untuk meminta informasi akan dua orang yang mereka jaga.
"Nona Lili dan Tuan Lucas tidak pergi kemana pun hari ini. Mereka seharian ada di dalam rumah," jawab salah satu penjaga ketika Rion bertanya tentang aktivitas Lili dan Lucas seharian ini.
Rion hanya menganggukan kepala, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.
Pria itu mengerutkan dahi saat tidak mendengar suara dari Lili atau pun Lucas sama sekali. Ia berjalan ke kamar Lucas dan tidak mendapati kehadiran anaknya di sana. Begitu juga di dapur dan ruang tamu hingga ruang bermain sang anak.
Rion berjalan ke kamar Lili, mendapati pintu kamar tersebut terbuka.
"Lili?" panggil Rion saat ia melihat komputer-komputer di meja sang gadis menyala. Menampilkan game diperuntukan untuk anak-anak dimainkan namun tak ada pergerakan sama sekali.
Kekhawatiran Rion menghilang begitu saja saat ia mendapati Lili tertidur di kursi sofa besar yang pria itu siapkan untuknya. Sofa lembut agar gadis itu nyaman saat bekerja di depan komputer untuk waktu lama.
Sepertinya mereka tertidur saat bermain game, batin Rion saat ia melihat Lili tertidur bersama dengan Lucas dalam pangkuannya.
Rion mengambil Lucas pelan-pelan dari tubuh Lili, kemudian membawa bocah itu ke kamarnya. Ia merebahkan tubuh sang anak, menyelimutinya dan mencium kening sang putra sebelum meninggalkan kamar Lucas.
Langkah pria itu kembali menuju ke kamar Lili yang masih tertidur dengan nyenyak di kursi sofa depan meja komputer. Tersenyum kecil saat melihat betapa nyenyak sang gadis dalam buaian tidur. Berpikir kalau Lili kelelahan setelah menjaga Lucas seharian.
Sebenarnya ia tidak ingin mengganggu tidur gadis itu, tapi ada yang perlu ia tanyakan mengenai kejadian hari ini. Ia tidak bisa menunggu hingga besok, takut kalau-kalau kejadian berbahaya seperti yang terjadi sore tadi terulan lagi. Lebih-lebih terhadap Lucas.
"Lili?" panggil Rion, membangunkan gadis itu dengan menepuk lembut pundaknya.
Setelah tepukan beberapa kali, gadis itu membuka mata. Masih linglung dengan keadaan sekitar karena sepertinya pikiran gadis itu belum terkumpul.
"Lucas?!" seru Lili yang panik saat tidak mendapati bocah lima tahun itu di pangkuannya, sedangkan ia ingat sekali hingga ia memejamkan mata Lucas masih menempel di tubuh Lili.
"Tenang, Lucas sudah kupindahkan ke kamarnya," kata Rion saat melihat kepanikan dalam air muka sang gadis. Tersentuh karena Lili sampai segitunya menjaga Lucas.
"Rion?" Lili terkejut ketika mendapati pria berambut legam itu berdiri di sisinya.
"Hai, Princess," sapa Rion yang merekahkan senyum untuk sang gadis.
Lili menghela napas lega saat ia tahu kalau Lucas baik-baik saja. Rion sudah pulang ke rumah ternyata.
"Bisa kita bicara?" pinta Rion.
"Tentu."
Rion menarik kursi dari meja rias di ruangan tersebut, lalu duduk di samping Lili dengan tubuh mengarah ke gadis itu sepenuhnya.
"Kau ingin membicarakan tetang bom di mobil itu, kan?" tebak Lili.
Anggukan menjadi jawaban dari Rion. Senang karena Lili mengerti dengan jelas arah pembicaraan yang Rion inginkan.
Lili mengambil botol minum di atas meja, lalu menengguk air untuk membasahi tenggorokannya serta menjernihkan kepala karena baru saja bangun dari tidur.
Pandangan Rion tidak lepas menatap sang gadis. Hingga memandangi leher sang gadis yang bergerak ketika menelan air yang diminum. Entah kenapa Rion benar-benar tidak ingin beralih dari gadis itu. Kali ini bukan desir kepriaannya, namun karena ingin tahu apa yang gadis itu pikirkan.
"Aku melakukan Hacking," kata Lili menjawab pertanyaan yang belum terlontarkan oleh Rion dari mulutnya.
"Hacking? Maksudku, bagaimana kau bisa tahu?" tanya Rion. Bahkan Frans yang Rion mintai tolong sejak pagi saja belum mendapatkan kabar apa pun mengenai akan adanya serangan, diperuntukan untuk Rion pula.
"Tidak sengaja sebenarnya. Setelah mendengar mengenai penculikan Lucas waktu itu, jadi aku menggunakan kata kunci yang berhubungan dengan nama Lucas, dirimu, dan nama Lorenzo dalam skala San Fransisco. Jadi ketika ada orang yang mengetikkan kata-kata kunci itu dengan media yang terhubung dengan internet, maka aku akan tahu dan mendapatkan notif. Dan aku mendapati namamu dalam sebuah percakapan di salah satu aplikasi chat. Saat aku membacanya, ternyata isinya mengenai rencana ... untuk membunuhmu," jelasku.
Untuk beberapa saat Rion kehilangan kata-kata mendengar penjelasan dari Lili. Seolah ia tidak percaya apa yang gadis itu lakukan, mendengarnya menjelaskan seperti itu seolah pa yang dilakukan sang gadis terdengar begitu mudah untuknya. Seperti orang yang membuka smartphone sendiri dan melihat notifikasi yang masuk.
"Kau tidak marah, kan. Aku melakukan hacking menggunakan nama kalian? Aku bersumpah aku hanya ingin berjaga-jaga kalau sesuatu yang buruk terjadi pada Lucas seperti rencana penculikan," ucap Lili yang terlihat sedikit panik, takut kalau ia telah melewati batas yang tidak seharusnya ia lewati.
"Oh Lili, bagaimana mungkin aku marah setelah kau menyelamatkan nyawaku hari ini. Kau tidak tahu betapa bersyukurnya aku kau meneleponku bahkan sebelum aku masuk ke mobil, itu benar-benar timing yang luar biasa sempurna," kata Rion dengan pandangan lembut. Tak ingin membuat gadis di depannya ini berpikir kalau Rion marah atau menyudutkan gadis itu.
"Aku bertanya dengan Dante jadwalmu saat aku membaca pesan tentang rencana pembunuhanmu itu. Kau tidak bisa dihubungi ketika aku meneleponmu sebelumnya, kupikir karena kau sedang melakukan rapat besar dengan para penanggung jawab Perusahaan Lorenzo. Jadi aku mencarimu lewat CCTV. Dan aku bersyukur kau masih belum masuk ke mobilmu ketika aku menemukanmu lewat CCTV. Lebih bersyukur karena kau mengangkat teleponku," Lili kembali menjelaskan.
"Boleh aku memegang tanganmu?" tanya Rion, ia tahu kalau dirinya tidak bisa bersikap sembarangan dengan menyentuh gadis itu tanpa izinnya setelah mendengar perihal sang gadis dari Robert.
Walau ragu Lili mengangguk. Bertanya-tanya kenapa Rion tiba-tiba ingin menggenggam tangan gadis itu.
Tangan besar Rion kini menangkup tangan kanan Lili. Ia mengarahkan tangan itu ke pipi pria itu dan berkata, "Sungguh aku benar-benar berterima kasih atas bantuanmu hari ini, Lili. Aku tidak tahu kekacauan apa yang akan terjadi jika aku ikut meledak dalam mobil itu. Keadaan Lucas, keadaan perusahaan, keadaan keluargaku, semua akan sangat kacau jika kau mati hari ini. Kau memiliki rasa terima kasih dariku dan seluruh Lorenzo. Katakan apa pun yang kau inginkan dan aku akan memberikannya tanpa bertanya sedikit pun."
Lili tidak menyangka akan melihat sisi Rion seperti ini. Ia terlihat begitu lembut namun juga terlihat lemah. Seolah memberitahu kalau seseorang yang memiliki kekuasaan dan uang pun takut akan kematian. Rion menunjukan kelemahannya kali ini, melepaskan topeng orang kuat yang selalu pria itu pasang.
"Tapi sepertinya terormu belum selesai, Rion," kata Lili.
Rion menatap sang gadis bingung.
"Dari chat yang kubaca tentang rencana pembunuhanmu, hal yang mengancam nyawamu akan terus berlanjut sampai kau menangkap orang yang merencanakan dan menjalankan rencana itu," Lili berkata dengan nada dan wajah serius.
Bagaimana gadis itu tidak serius jika di sini yang sedang dipertaruhkan adalah sebuah nyawa.
"Lili, aku butuh bantuanmu dan juga kemampuanmu. Boleh aku meminta bantuanmu?" pinta Rion, memastikan kalau ia tidak memerintah dan justru membiarkan gadis itu memilih.
Namun Lili menggelengkan kepala. Membuat Rion menatap gadis itu dengan pandangan 'kenapa?' yang begitu kental.