SRI

"Ganti baju mu, kita kan makan di luar." ujar Regan saat dia baru saja sampai di apartemen menjelang malam hari itu.

"Makan di luar?" tanya Sri, selama ini mereka hampir tidak pernah keluar berdua, meski mereka sudah satu rumah selama hampir satu minggu lamanya, Regan selalu di sibukkan dengan urusan pekerjaan juga sibuk mengurus ibunya yang masih di rawat di rumah sakit, sehingga pria itu biasanya pulang larut malam, bahkan kadang tidak pulang, namun Sri tidak pernah protes dan dia selalu menyambut juga mengurus keperluan Regan dengan sepenuh hati.

"Hemh,,," angguk Regan yang hatinya langsung menghangat saat melihat betapa bersemangat dan bahagianya Sri hanya karena dirinya mengajaknya makan di luar, gadisnya itu juga tidak menuntutnya macam macam, tidak seperti Karina yang selalu membahas uang dan uang saja, pikirnya tiba tiba saja membanding bandingkan wanita simpanannya itu dengan Karina yang sampai saat ini masih berstatus istrinya itu karena sidang perceraiannya baru akan di lakukan satu minggu yang akan datang.

*

Mata Regan seakan tidak mau berkedip, dia terkesima saat menatap wajah cantik Sri yang di poles dengan make up natural, belum lagi di tunjang dengan penampilan gadis desa itu yang kini terlihat elegan, sungguh tidak akan ada yang menyangka jika Sri berasal dari desa, dia menjelma bak gadis metropolitan yang dandanannya tidak kalah dengan para sosialita Ibukota.

"Kenapa hanya di lihat saja dan tidak di makan?" tanya Regan, kala melihat Sri seperti kebingungan dengan satu piring steak di hadapannya.

"Aku tidak tau bagai mana cara memakannya, aku takut membuat mu malu." bisik Sri dengan polosnya.

Saat Regan mengajaknya ke resto mewah ini, Sri memang sudah merasa tidak enak hati, dia takut akan terlihat norak atau mempermalukan Regan jika sampai dirinya membuat kesalahan.

Regan tersenyum, lalu dia memotong daging steak miliknya menjadi kecil kecil dan menukarkannya dengan piring milik Sri.

"Makan yang ini, jadi kamu tidak perlu repot dan bingung untuk memakannya." ujar Regan seraya mengedipkan sebelah matanya menggoda Sri yang sejak masuk ke dalam resto terlihat gugup.

"Harusnya kita makan di tempat makan biasa saja, di warung ayam goreng, soto atau nasi goreng, saja. Sayang satu piring begini harganya sangat mahal, ini bisa buat makan satu minggu." kata Sri.

"Kenapa, kamu gak suka makanannya?"

"Tidak, hanya saja sayang uangnya, bukannya ibu Mas sedang di rawat di rumah sakit, pasti butuh biaya banyak, sementara semua aset juga sudah di ambil istri Mas,,,," lirih Sri.

"Apa kamu takut jika aku tidak lagi punya uang dan tidak bisa menghidupi mu?" tanya Regan lagi.

"B-bukan seperti itu, Mas. Mas banyak kebutuhan, mas juga baru beli mobil, aku rasa kita bisa makan di tempat biasa saja untuk menekan pengeluaran mu, aku kasihan Mas setiap hari kerja pulang larut malam." kata Sri yang sontak saja membuat hati Regan terenyuh mendengarnya.

Sepanjang hidupnya dengan Karina sepertinya istrinya itu tidak pernah mengatakan hal seperti itu, justru Karina selalu menyuruhnya untuk semakin giat bekerja agar pendapatan bertambah dan uang untuknya bertambah, dia tidak peduli jika Regan sakit, pulang malam, atau bahkan pulang pagi dan tidak pulang sekalipun, yang penting pundi pundi uangnya harus selalu terpenuhi dan kalau bisa lebih.

"Tenang saja, aku ini masih mampu, bahkan aku berencana untuk membelikan mu mobil baru, lagi pula kita jarang keluar, tak apa lah jika kita sesekali menikmati hidup dengan makanan enak, sekaligus hitung hitung syukuran karena kondisi ibu ku kini semakin membaik." ujar Regan.

"Wah syukurlah kalau ibu Mas sudah lebih baik, aku senang mendengarnya." namun setelah mengucapkan itu, wajah Sri justru terlihat murung.

"Kenapa?" tanya Regan yang menyadari perubahan raut wajah Sri.

"Aku teringat si Mbok di desa, Mas." kata Sri dengan wajah sedihnya.

Meski ibunya sering berbuat jahat padanya termasuk menikahkannya dengan Darto, yang untungnya tidak terjadi itu, namun baginya Jumian adalah satu satunya keluarga yang dia miliki, bagaimanapun wanita tua itu adalah ibunya, dan selalu ada di setiap doa doanya. Sri tiba tiba saja merasa sangat rindu pada ibunya, saat Regan bercerita tentang kesehatan ibunya yang kini berangsur membaik.

sehat kah ibunya di desa, baik baik kah hidupnya, dari mana ibunya mendapatkan uang untuk hidup, sementara selama ini diri nya lah yang menjadi tulang punggung keluarga dan mencari nafkah untuk biaya hidup dirinya dan sang ibu setelah sang ayah menghadap Ilahi. Asa rasanya dia menjadi seorang anak yang egois dan jahat karena menikmati fasilitas dan kemewahan yang di dapatkan dari Regan sementara dia tidak tahu bagaimana nasib sang ibu setelah dirinya kabur dari pernikahan yang sudah pasti akan menimbulkan masalah besar untuk Jumian karena Darto si tuan tanah yang bau tanah itu pasti tidak akan membiarkan masalah ini berlalu begitu saja, setelah dirinya memberikan uang pada Jumian dan di permalukan begitu saja.

"Apa kamu mau pulang ke desa untuk melihat keadaan ibu mu?" Regan meraih tangan Sri dan menggenggamnya seolah tidak tega jika wanitanya merasa sedih seperti sekarang ini.

"Aku tidak tau," Sri menggelengkan kepalanya.

Jujur saja Sri memang tidak tahu apa yang harus di perbuat nya sekarang ini, dia sangat rindu pada sang ibu namun juga dia merasa jika dia belum siap untuk pulang dengan berbagai pertimbangan seperti belum siap menghadapi kemarahan sang ibu, kemarahan Darto dan cibiran warga desa padanya, satu lagi dia juga belum siap untuk berpisah dari Regan, dia takut jika sesuatu terjadi dan membuatnya tidak bisa kembali ke kota bersama Regan, bukannya over thinking, namun segala kemungkinan bisa saja terjadi bukan?

"Atau kamu ingin aku ikut mengantar mu pulang?" tanya Regan lembut.

"Gak usah, aku gak mau mengganggu pekerjaan mu." tolak Sri.

Baru saja dua langkah mereka keluar dari pintu masuk resto karena acara makan malam mereka sudah selesai, tiba tiba langkah mereka harus terhenti karena Karina yang malam itu kebetulan baru saja datang dan hendak masuk ke resto yang baru saja di tinggalkan Sri dan Regan menghalangi langkah mereka.

"Regan, jadi ini wanita yang sudah membuat mu berpaling dari ku dan akhirnya membuat mu memutuskan untuk menceraikan ku?" teriak Karina yang seperti sengaja ingin mempermalukan regan sekaligus ingin merusak citra Regan di depan teman teman sosialitanya yang datang bersamanya karena malam itu kebetulan Karina dan teman temannya akan mengadakan arisan di resto mewah itu.

Mendapati Regan tengah bersama wanita lain memang membuat dirinya syok, karena selama ini di matanya Regan tidak mungkin akan berkhianat dan berpaling pada wanita lain mengingat betapa cintanya Regan pada dirinya, namun di lain sisi, mendapati Regan tengah bersama wanita lain sekarang ini juga merupakan jackpot tersendiri baginya, terlebih itu di hadapan teman temannya, dengan begitu Regan lah satu satunya orang yang bersalah dan di salahkan oleh semua orang nanti saat mereka bercerai, dengan begitu dirinya akan mendapat banyak simpati dan dukungan setelah mendapatkan peran sebagai istri yang tersakiti, lebih jauhnya perselingkuhannya dengan Julian tidak akan terkuak, malah mungkin sepertinya hubungannya dengan Julian nanti akan mendapat dukungan dengan dalih membalas sakit hati atas perselingkuhan yang di lakukan Regan, pikirnya.

Sementara tanpa harus di beritahu siapa sosok wanita yang kini tengah marah marah terhadap dirinya dan Regan, Sri sudah bisa menebaknya jika itu adalah Karina, sang istri sah kekasihnya. Sebetulnya sejak memutuskan untuk menerima tawaran menjadi simpanan, dia sudah tau salah satu resiko terbesar yang akan di hadapinya adalah istri sah pasangannya, namun sekeras apa Sri mempersiapkan dirinya untuk menghadapi hal ini, tetap saja ini membuat mentalnya down. Terbukti dengan wajahnya yang kini terlihat pucat karena tatapan intimidasi Karina dan juga teman-teman Karina yang menatapnya denga tatapan yang seolah siap memangsanya hidup-hidup.