Ada cowok yang pikirannya masih di zaman batu, yang menganggap seks cuma sekedar kompetisi. Semakin banyak cewek yang ditiduri, maka semakin jantan dia.
Terus ada juga yang menganggap ini cuma sebagai salah satu ajang seleksi. Kalau goyangannya enak, maka mereka bakal jadian.
Ada lagi yang melihat ini cuma buat kesenangan, tanpa perlu ada keterikatan. Ya, melakukannya cuma karena suka. Sudah, begitu saja.
Dan ada juga cowok yang menganggap seks itu sesuatu yang sakral. Sesuatu yang cuma bisa mereka lakukan sama orang yang benar-benar mereka sayangi.
Nah, kalau gue sendiri?
Jujur, gue juga nggak mengerti. Gue bahkan nggak tahu apa arti seks buat gue.
Terus, sekarang gue ada di sini sama Carolline?
Gue baru kenal dia, jadi gue nggak ada niatan buat tidur sama dia. Tapi kalau soal bikin dia puas?
Itu cerita lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obrolan Malam
Suara air dari kamar mandi mencair. Melvin ninggalin pintu terbuka. Gue tiduran miring di kasur dengan selimut yang menutupi tubuh gue yang masih telanjang.
Melvin keluar dari kamar mandi, sudah pakai baju, rambutnya masih basah, dia keringkan pakai handuk.
"Gue di studio. Ada live streaming, mungkin baru balik subuh." Dia nunduk, kasih ciuman sebentar di bibir gue. "Tidur yang nyenyak."
Gue gak jawab.
Ini sudah jadi rutinitas tiap akhir pekan. Melvin selalu siaran di studio yang ada di sisi lain aparteman. Jarang banget dia tidur bareng gue, dan gue kangen itu. Sekeren apa pun kamar ini, rasanya tetap dingin dan sepi kalau tidur sendirian.
Gue lihat punggungnya pas dia keluar dan menutup pintu. Lalu, pikiran lain muncul, sesuatu yang dari dulu sebenarnya mengganggu gue. Melvin gak pernah mengumumkan hubungan kita. Bahkan, dia belum terbuka ke followersnya. Gue sih mengerti, itu keputusan dia. Tapi tetap aja, rasanya aneh melihat dia pakai pesonanya buat narik perhatian cewek-cewek di live-nya.
Melvin ngelakuin itu semua dengan santai. Kayak dia manfaatin mereka, kasih harapan palsu. atau mungkin gue yang kebanyakan mikir?
Gue yakin kalau dia jujur, mereka tetap bakal nerima dia apa adanya.
Tapi yang paling bikin gue kepikiran itu "kolab" dia sama influencer cewek lain. Mereka flirting, bikin video couple goals, dan hal-hal kayak gitu. Gue tahu itu semua cuma konten, gak nyata. Tapi tetap aja, sakit rasanya melihat dia lakuin itu sama orang lain, bukan sama gue.
Gue gak ada masalah sama cewek-cewek itu, tapi gue juga pengen jadi orang yang ada di video-video itu. Gue pengen ada di kolom komentar, baca orang-orang yang dukung hubungan kita, bukan cuma diam di belakang layar.
Gue muter badan, tiduran telentang, menatap langit-langit. Akhirnya, pikiran yang sudah gue hindari dari tadi muncul juga.
Asta.
Tatapan kecewanya gak bisa gue lupain. Gue tahu gue harus minta maaf, makanya tadi di kafe gue minta nomor dia dari Selma.
Gue raih HP di meja samping tempat tidur dan mulai ngetik pesan.
...📩...
Gue: Gue gak bakal bisa tidur kalau gak minta maaf. Sorry tadi gue ngomong kasar. Selma yang kasih gue nomor lo. Phyton.
Gue nunggu, agak gugup. Bisa saja dia milih buat gak bales sama sekali. Dia berhak kalau mau jauhin gue setelah drama yang terjadi di pesta tadi.
HP gue bergetar. Gue buru-buru buka pesannya, saking paniknya hampir kepencet tombol telepon.
^^^Asta: Gak usah dipikir, santai aja.^^^
Gue akhirnya bisa napas lega.
Gue: Besok lo bisa pesen apa aja di kafe. Gue yang traktir.
Kata-kata Melvin langsung terngiang di kepala gue. Tapi ya sudahlah, masa gue gak bisa bikinin dia satu kopi terakhir sebelum gue minta dia buat gak balik lagi ke Tera's?
Gue sendiri bahkan gak tahu bagaimana gue bakal ngomong itu ke dia.
^^^Asta: Oke, sampai besok, Phyton.^^^
Gue mengeluarkan napas panjang, taruh HP di samping, terus balik menatap langit-langit. Habis itu, gue bangun dan jalan ke jendela besar, memperhatikan lampu-lampu kota yang kelap-kelip di bawah sana.
Gue merasa... sendiri.
Melvin bilang teman itu gak penting, tapi dia sendiri punya teman. Dia keluar, bersenang-senang, sementara gue di sini, di tempat yang dingin dan sepi ini.
Seumur hidup, gue memang gak pernah dikelilingi banyak orang. Cuma ada gue dan nyokap.
Gue tumbuh di pinggiran kota, di daerah yang orang-orangnya berpikiran sempit. Dulu, gue harus pura-pura jadi kayak cowok lain di sana. Karena sekali aja gue nunjukin diri gue yang sebenarnya, mereka langsung ngetawain gue habis-habisan, sampai sekarang, gue masih suka mimpi buruk gara-gara itu.
Tapi, di dalam hati, gue selalu pengen punya banyak teman. Gue pengen diterima apa adanya, pengen ketawa bareng, pengen ada yang dukung gue, dan gue juga bisa dukung mereka.
Tapi Melvin mungkin benar. Mungkin gue cuma butuh satu orang aja yang selalu ada buat gue. Nyokap dulu adalah segalanya buat gue, dan sekarang, Melvin yang jadi segalanya. Perasaan kosong ini bakal hilang sendiri seiring waktu. Gue bukan anak kecil lagi. Gue sudah cukup, gue gak butuh lebih.
Gue ambil baju, terus pergi ke dapur buat bikin teh chamomile. Begitu cangkir ada di tangan, gue iseng jalan ke studio. Pintu agak terbuka, jadi gue bisa lihat Melvin di depan komputernya. Dia ketawa, terus jilat bibirnya dikit.
"Makasih buat donasinya, Milea229, lo selalu support gue. Kapan nih kita ketemu biar gue bisa kasih lo pelukan?"
Gue mencibir, terus memutar badan buat balik ke kamar.
Pas gue masuk, layar HP gue nyala.
Satu panggilan tak terjawab dari Asta.
Gue telan ludah, ragu. Mata gue melihat ke arah pintu, terus gue jalan pelan buat menutupnya. Gue duduk di kasur, terus nelpon balik.
...📞...
"Eh, lo tadi nelpon gue?"
Dari seberang sana, suara Asta terdengar serak.
^^^"Iya, gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja."^^^
"Gue baik-baik aja, stop khawatirin gue."
^^^"Gue gak bisa tidur."^^^
"Dan nelpon gue solusinya?"
Gue ngeset posisi lebih nyaman di kasur, taruh cangkir chamomile di meja samping.
^^^"Maaf, lo lagi tidur ya?"^^^
"Enggak."
^^^"Lo... sama dia sekarang?"^^^
"Iya, dia lagi... kerja."
Sebelum dia sempat ngomong sesuatu soal Melvin, gue langsung menyelak.
"Terus, kenapa lo gak bisa tidur? Lo kepikiran Selma?"
^^^"Gue kepikiran banyak hal. Mikir itu hobi gue."^^^
Gue senyum dikit.
"Gue udah nebak dari pas di kafe… Terus, lo lagi mikirin apa?"
^^^"Gue pikir, gue harus berhenti nyium cewek kalau gue sendiri gak yakin maunya apa sama mereka."^^^
"Asta… lo ini bad boy banget, ya?"
^^^"Nah, bukan gitu. Semua orang nyuruh gue buat santai, menikmati hidup, tapi ujung-ujungnya gue malah terbawa suasana di momen yang salah."^^^
"Dan lo akhirnya bikin kacau?"
^^^"Persis."^^^
"Terus, emangnya kenapa? Selamat datang di kehidupan, Asta. Di mana kita semua bikin kacau hampir di setiap waktu."
^^^"Gue gak suka salah… Gue harus..."^^^
"Sempurna?"
"Kalau itu yang lo pikirin, lo bakal sering banget kecewa. mencari kesempurnaan cuma bikin lo capek sendiri."
^^^"Lo jago banget kasih nasihat, Phyton."^^^
"Makasih."
^^^"Lo juga jago gak sih kasih nasihat buat diri lo sendiri?"^^^
Gue langsung kaku.
"Gak terlalu."
^^^"Kayaknya kita semua memang gitu, ya? Jago kasih wejangan buat orang lain, tapi pas giliran diri sendiri, bubar jalan."^^^
Gue menyeruput chamomile dikit.
"Kenapa kita malah ngobrol dalem begini , ini jam dua pagi?"
Asta mengeluh pelan.
^^^"Karena obrolan terbaik tuh selalu terjadi tengah malem."^^^
"Oke, kalau gitu, cerita dong. So far, yang gue tahu tentang lo tuh cuma selera kopi lo, kalau lo udah nyium cewek, lo takut bikin kesalahan, dan lo suka Selma."
"Mulai dari mana ya… "
Gue senyum dikit. Tapi senyum gue langsung hilang pas pintu kamar tiba-tiba terbuka.
cobalah utk hidup normal phyton
𝚜𝚊𝚕𝚞𝚝 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊,𝚠𝚊𝚕𝚊𝚞𝚙𝚞𝚗 𝚖𝚊𝚕𝚟𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚍𝚒𝚊 𝚝𝚍𝚔 𝚋𝚎𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔𝚗𝚢𝚊,𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊 𝚖𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚗𝚐𝚎𝚍𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐 𝚙𝚑𝚢𝚝𝚘𝚗
𝚜𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚍𝚘𝚗𝚐 🥰🥰
𝚜𝚖𝚘𝚐𝚊 𝚌𝚘𝚌𝚘𝚔 𝚢𝚊 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊 🥰🥰
𝚜𝚎𝚖𝚘𝚐𝚊 𝚍𝚐𝚗 𝚊𝚍𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚗𝚎𝚖𝚞𝚒𝚗 𝚓𝚊𝚝𝚒 𝚍𝚒𝚛𝚒 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚍𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊𝚒𝚗 𝚟𝚎𝚢..𝚐𝚊𝚔 𝚜𝚎𝚝𝚞𝚓𝚞 𝚔𝚕𝚘 𝚊𝚜𝚝𝚊 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚟𝚎𝚢