Update rutin 1-5 Bab ... Selamat membaca.
Jangan lupa tinggalkan jejak di komentar...
Long Tian, seorang pendekar jenius yang lahir di Alam Dewa, membawa bakat dan kekuatan yang melampaui batas. Namun, kehebatannya justru menjadi kutukan. Dibenci dan ditakuti oleh para pendekar lainnya, ia dianggap ancaman yang tak bisa dibiarkan. Suatu hari, empat pendekar terkuat dari ranah yang sama bersatu untuk menghancurkannya. Dalam pertarungan epik, Long Tian harus menghadapi kekuatan gabungan yang mengancam nyawanya—apakah ia mampu bertahan, ataukah takdir Alam Dewa akan berubah selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Pagi Hari di Sekte Api Emas...
Long Tian, yang berjalan santai di sekitar sekte, menghentikan langkahnya saat melihat sekelompok murid baru sedang berlatih teknik pedang. Suara logam yang beradu dan gerakan pedang yang tajam membelah udara membuat suasana terasa hidup.
Murid-murid itu tampak serius, mencurahkan seluruh konsentrasi mereka pada gerakan demi gerakan. Instruktur mereka, seorang pendekar pedang senior, berdiri di tengah lapangan, memberikan arahan dengan tegas. "Langkah kaki harus kokoh! Pedangmu harus menjadi perpanjangan tanganmu! Jangan biarkan gerakanmu goyah!"
Long Tian memperhatikan dengan seksama, tetapi di sudut bibirnya tersungging senyuman kecil. Teknik-teknik yang sedang diajarkan itu terlihat begitu dasar baginya. Pikirannya perlahan melayang ke masa lalu, saat ia masih menjadi seorang pendekar muda di Alam Dewa, mempelajari ratusan teknik pedang yang berbeda.
Di sebuah gunung bersalju yang sepi, Long Tian berdiri di tengah badai salju, memegang sebuah pedang panjang yang berkilauan seperti es. Di hadapannya, sosok bayangan seorang pendekar tua yang gagah sedang memperagakan gerakan pedang yang indah namun mematikan.
"Perhatikan ini, Long Tian," suara pendekar tua itu terdengar tegas namun penuh wibawa. "Ini adalah Teknik Pedang Cahaya Ilahi, salah satu teknik tertinggi di Alam Dewa. Tapi ingat, teknik ini hanyalah alat. Sejatinya, pedang itu adalah dirimu sendiri."
Hari-hari panjang ia habiskan untuk mempelajari teknik demi teknik, mulai dari Pedang Angin Langit, Pedang Ombak Abadi, hingga Pedang Bintang Jatuh. Setiap teknik memiliki karakteristik unik—ada yang mengandalkan kecepatan, ada yang mengutamakan kekuatan, dan ada pula yang memadukan seni dan strategi.
Namun, bagi Long Tian, semua teknik itu pada akhirnya terasa terbatas. Meskipun masing-masing memiliki keunggulan, tidak ada yang benar-benar cocok dengan dirinya. Ia merasa bahwa pedangnya tidak bisa terikat oleh aturan atau gaya tertentu.
Di puncak frustrasinya, Long Tian akhirnya menyendiri di lembah sunyi selama seratus tahun penuh. Di sana, ia memadukan semua yang telah ia pelajari, mengolah setiap teknik menjadi bagian dari dirinya sendiri, hingga akhirnya menciptakan jalannya sendiri: Dao Pedang Raja Langit.
Dao ini bukan sekadar teknik, melainkan filosofi pedangnya sendiri. Setiap ayunan pedangnya seolah membawa kekuatan langit dan bumi, tidak terikat oleh pola atau bentuk tertentu. Keindahan Dao ini terletak pada kebebasan total—Long Tian bisa beradaptasi dengan situasi apa pun tanpa kehilangan keunggulannya.
Ketika ia pertama kali menggunakan Dao Pedang Raja Langit dalam pertempuran, musuh-musuhnya tidak bisa memahami gerakannya. Pedangnya mengalir seperti angin, menghantam seperti badai, dan menusuk seperti petir. Dengan Dao ini, Long Tian memantapkan namanya sebagai salah satu pendekar pedang terkuat di Alam Dewa.
Lamunan itu membuat Long Tian tersenyum kecil. Pemandangan para murid baru yang tengah berlatih ini mengingatkannya betapa jauhnya ia telah melangkah.
"Mereka masih di tahap awal," gumam Long Tian sambil melipat tangan di dadanya. "Tapi setiap pendekar besar pasti memulai dari dasar seperti ini."
Seorang murid yang sedang berlatih tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan menjatuhkan pedangnya. Long Tian menggeleng pelan dan melangkah mendekat. "Langkah kakimu terlalu berat. Kau harus bergerak ringan, tapi tetap kokoh," katanya dengan nada tenang namun tegas.
Instruktur yang mengajar murid-murid itu memperhatikan Long Tian dan memberikan anggukan hormat. "Sepertinya kau cukup memahami seni pedang. Mungkin kau bisa memberikan sedikit saran kepada mereka."
Long Tian tersenyum samar, tetapi ia menggeleng. "Pedang mereka belum siap untuk mendengar Dao-ku," ucapnya sambil melangkah pergi, membiarkan para murid itu melanjutkan latihan mereka.
Dalam hatinya, ia merasa tidak perlu menunjukkan keunggulannya. Bagi Long Tian, seni pedang adalah perjalanan pribadi—jalan yang harus ditemukan oleh setiap pendekar melalui kerja keras dan pengalaman. "Suatu hari nanti," pikirnya, "mungkin ada di antara mereka yang cukup kuat untuk memahami apa itu Dao Pedang Raja Langit."
...
Tidak jauh dari tempat para murid pria berlatih, sekumpulan murid baru wanita juga sedang berlatih dengan penuh semangat. Senjata mereka bervariasi—ada pedang, tombak, kipas, hingga belati—dan masing-masing murid berusaha menguasai teknik dasar yang telah mereka pelajari dari perpustakaan. Namun, perhatian Long Tian langsung tertuju pada satu sosok.
Yu Mei.
Wanita itu tengah berlatih dengan tekad yang kuat, gerakan pedangnya elegan namun memancarkan kekuatan. Ia tampak berusaha menyempurnakan teknik pedang yang dipilihnya dari perpustakaan. Setiap ayunan pedangnya terlihat halus namun membawa daya serang yang tajam. Peluh membasahi dahinya, dan rambut panjangnya yang hitam berkibar tertiup angin sore.
Long Tian berdiri dari kejauhan, memperhatikan dengan senyuman di wajahnya. Dalam hatinya, ia mengakui dedikasi Yu Mei yang luar biasa. Setelah beberapa saat, Yu Mei akhirnya menyelesaikan latihan terakhirnya dengan satu gerakan penutup yang sempurna. Dia menarik napas panjang, menghapus keringat di dahinya, lalu duduk di bawah pohon untuk beristirahat.
Melihat kesempatan itu, Long Tian segera mendekat dengan santai, tangannya membawa sebuah kendi berisi air segar. Saat Yu Mei menyadari kehadirannya, dia menoleh dan tersenyum tipis.
"Kau berlatih cukup keras hari ini, Yu Mei. Kalau seperti ini terus, jangan-jangan aku yang harus berhati-hati darimu di masa depan," kata Long Tian sambil duduk di sampingnya.
Yu Mei tersenyum kecil, namun matanya menunjukkan rasa lelah. "Aku hanya ingin menjadi lebih baik. Tapi sepertinya masih ada banyak yang harus kupelajari."
Long Tian menyerahkan kendi air itu padanya. "Minumlah dulu. Kau tidak akan bisa menguasai apa pun jika tubuhmu kelelahan."
Yu Mei menerima kendi itu dengan ragu. "Apa ini benar-benar air biasa? Aku takut kau mencampurkan sesuatu yang aneh."
Long Tian tertawa pelan. "Kalau pun aku mencampurkan sesuatu, mungkin hanya sedikit pesona. Supaya kau lebih sering memikirkanku."
Yu Mei terdiam sejenak, pipinya memerah samar. "Kau benar-benar suka menggoda, Long Tian," katanya dengan nada canggung.
"Apa salahnya? Kau tahu, wajahmu yang serius saat berlatih memang menarik. Tapi wajahmu yang tersipu seperti ini jauh lebih indah," balas Long Tian dengan nada menggoda, sambil bersandar santai ke batang pohon.
Yu Mei memalingkan wajahnya, berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Namun, Long Tian tidak berhenti. "Kalau aku terus memuji, akankah kau semakin merah seperti senja di langit ini?" tanyanya sambil menatap ke arah matahari yang hampir terbenam.
"Sudah cukup, Long Tian," balas Yu Mei sambil meneguk air dari kendi itu. "Kalau kau terus bicara seperti itu, aku mungkin akan kehilangan kesabaran."
Long Tian tertawa ringan. "Baiklah, baiklah. Tapi aku tidak bercanda soal satu hal, Yu Mei."
Yu Mei menoleh dengan ekspresi penasaran. "Apa itu?"
"Aku benar-benar kagum dengan dedikasimu. Tidak banyak yang berlatih sekeras dirimu. Aku yakin kau akan menjadi pendekar hebat suatu hari nanti."
Kata-kata itu terdengar tulus, membuat Yu Mei terdiam sejenak. Dia akhirnya tersenyum lembut. "Terima kasih, Long Tian. Aku akan berusaha lebih keras lagi."
"Dan aku akan terus mengawasi. Jadi, jangan mengecewakanku," ujar Long Tian sambil berdiri. "Kalau kau butuh partner latihan, kau tahu di mana mencariku."
Yu Mei hanya mengangguk sambil tersenyum, dan Long Tian melangkah pergi dengan santai, meninggalkan kesan hangat di hati Yu Mei. Di kejauhan, Long Tian menoleh sekali lagi dan berkata dengan nada bercanda, "Oh, dan jangan lupa, aku akan menagih traktiran di masa depan karena sudah membantumu hari ini."
Yu Mei tertawa kecil. "Kita lihat saja nanti."
🤭🤭🤭🤭