bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 14
Lana pulang dengan di antarkan Gilang, ini sudah malam dan Lana menghabiskan waktu sorenya dengan Gilang di Happy Caffe. Alana menarik nafas sebelum masuk rumah jika sebelumnya ritual tarik nafas itu di lakukannya untuk bersiap menghadapi kemarahan Ayahnya maka kali ini ritual itu dia peruntukkan dirinya untuk bersiap melakuan perlawanan
Alana masuk, dan duduk di meja makan tempat di mana Ayah, ketiga Abangnya dan Aluna sedang menikmati makan malam, sebelumnya Alana sudah makan bersama Gilang hanya saja dia memang sedang ingin mencicipi makanan di meja yang semuanya adalah makanan gofood
"kemana aja lo sampe malam baru pulang? mau jadi apa lo keluyuran di luar hah!" marah Rayn padanya
"cuma jalan bentar bareng Gilang" jawab Lana santai bahkan dengan tersenyum
"lo mau ngehancurin nama keluarga hah? jalan sama cowok malem-malem kemana aja lo?" marah Rayn lagi, jawaban Lana benar-benar membuatnya kesal
"ke Caffe" jawab Lana masih dengan senyumnya
"Gue heran, lo sebenernya beneran adek gue gak sih? Bunda gak akan lahirin anak gak tau diri dan pembangkang kayak lo!" ucap Rayn menatap kesal Alana
"mungkin, Alana juga mikir gitu, sebenarnya Lana benaran anak Ayah atau bukan sih? apa Jangan-jangan Lana gak sengaja ketuker lagi waktu bayi, iya kan? sejak kecil Lana curiga Lana bukan anak Ayah, bukan adek Abang Pharta, Abang Rayn dan Abang Seno, bukan juga saudara kembarnya Lana.. kata orang saudara kembar itu punya telepati kan? tapi Lana gak pernah ngerasain bahagia waktu Luna bahagia, Luna juga gak pernah sedih waktu Lana sedih.. iya kan?" sahut Alana melepas garpu di tangannya
"Alana!!!" bentak Kunan marah, entah kenapa Alana begitu banyak bicara malam ini
"kenapa? Ayah mau pukul Lana lagi? Alana capek yah" ucap Lana pelan tanpa ada rasa takut sedikitpun, rasanya Alana tidak terkejut atau takut dengan reaksi Ayahnya apalagi saat memikirkan setelah ini ayahnya mungkin akan benar-benar memukul nya, seolah Alana mati rasa
"saya tidak peduli! kamu berani bicara sembarangan itu adalah kesalahan besar!" bentak Kunan lagi
"sembarangan? Lana malah ngerasa ucapan Lana tadi masuk akal?" jawab Lana memainkan dagunya
"Alana!!! kamu tidak bosan saya cambuk??" bentak Kunan menggebrak meja Pharta dan lainnya bahkan terkejut
"Bosan! capek juga, tapi Lana bukan capek di cambuk, Lana capek ganti perban sendiri, kalo Ayah mau mukul Lana lagi, boleh sekalian gantiin perban Lana? selama Lana hidup Lana gak pernah dapet sentuhan lembut dari Ayah" sambut Alana tersenyum kecut
"...... "
Pharta dan lainnya terdiam, malam ini adalah kali pertama Alana banyak bicara, bahkan sampai membuat mereka tak tau harus berkata Apa.
"kok kalian diem? Lana gak cegah Ayah buat pukulin Lana kok" lanjut Alana yang kembali mengambil garpunya
"Lana lanjut makan ya? ngisi daya biar nanti kalo Ayah pukul Lana, Lana gak pingsan" ucapnya lagi
"Lana... Luna minta maaf ya?" ucap pelan Aluna setelah terdiam begitu lama
"buat? gak usah! gak usah minta maaf, lo tau kan satu kata yang keluar dari mulut lo buat gue itu mengundang seribu cambukan Ayah buat gue, luka gue yang kemarin masih basah, dan gue gak siap di cambuk lebih banyak dari kemarin" jawab Lana buru-buru
Lana menghentikan makannya, menarik tas yang sebelumnya dia taruh di bawah meja dan berjalan meninggalkan mereka
"oh ya, Ayah kalo mau pukul Lana, Ayah masuk aja kamarnya gak Lana kunci tapi kalo ayah gak sudi masuk kamar Lana Ayah tinggal panggil Lana aja nanti Lana keluar kok" ucapnya sebelum keluar dari ruang makan
Aluna terdiam mendengar kalimat Lana, entah apa yang Luna pikirkan hingga meminta maaf pada Lana, Luna sejak pagi ingin bicara dengannya tapi Lana tak berhenti untuk menghindarinya.
Kunan meninggalkan ruang makan, nafsu makannya menghilang begitu saja. Pharta dan Seno yang sejak tadi diam juga meninggalkan ruang makan, Rayn terdiam membeku di tempatnya. sejak kecil Alana tidak pernah menjawab setiap ucapannya, selalu diam mendengar cacian dan kemarahannya lalu sekarang kenapa? apa yang membuat Alana begitu berani untuk bicara? Rayn meremas genggamannya, Lana tidak hanya menjawab ucapannya dia bahkan begitu tenang dan masih tersenyum
'telepati.. ?' batin Alunan mengelus pelan dadanya
'apa aku sejahat itu? aku gak salah apa-apa, aku juga gak pernah nyiksa luna' lanjutnya, Aluna tidak mengerti dengan perasaannya yang tak tenang itu
Alana sudah siap untuk tidur, tubuhnya segar karena baru selesai mandi. mulai besok Alana akan bekerja dari pulang sekolah hingga malam, Alana juga menggunakan alasan kerja itu untuk menghindari Ayahnya, akan sulit baginya melepas harapan pada Ayahnya jika tidak sedikit menghindar
Alana belum ingin tidur, karena Ayahnya belum juga memanggilnya jadi dia berfikir mungkin salah satu dari abangnya yang akan datang. tapi satu jam menunggu Alana tidak melihat abang atau ayahnya hanya bik Sumi yang masuk membawakannya teh
"Non, minum tehnya dulu" ucap Sumi menaruh teh di meja samping tempat tidur Alana
"bibik sini" panggil Alana menepuk tempat di sebelahnya
"Non Alana mau cerita sesuatu?" tanya Sumi lembut setelah duduk di samping Alana
"Bik, kalo suatu hari nanti Alana pergi bibik bakalan sedih gak?" tanya nya sambil menatap mata Bik Sumi
"Non Alana mau kemana? bibik gak akan ninggalin Non, Non Lana gak boleh nyerah" Sumi mengelus lembut pipi tirus Alana
"bibik jawab aja" ucap Lana lagi
"bibik akan kehilangan anugerah paling berharga dalam hidup bibik, Alana adalah Alasan bibik bertahan di tempat ini.. Non Alana jangan berfikir yang enggak-enggak, bibik gak akan biarin Non Lana sendirian.. memangnya Non Alana ingin pergi kemana? bibik ikut ya? bibik mau jagain kamu" Sumi mengelus jari jemari Alana, bik Sumi mengeluarkan isi hatinya berharap Nona mudanya itu tidak putus semangat
"Alana gak akan pergi kemana-mana, Lana cuma berfikir sampai sejauh mana Lana masih bisa bertahan? bibik jangan khawatir Lana gak akan macem-macem kok, Lana sayang sama hidup Lana, Lana juga sayang sama bibik, gak mau ninggalin bibik" Alana memeluk Sumi yang selalu ada disisi nya itu, Alana tidak bohong rasa sayangnya pada Sumi memang besar, di saat Ayah dan lainnya tak peduli dengan dirinya Sumi selalu memeluknya dan memberikan kehangatan
"makasih ya bik, Lana gak yakin bisa bertahan sejauh ini kalo gak ada bibik" lanjut Alana
"bibik gak butuh ucapan terimakasih nya Non Lana, bibik cuma mau Non Lana bisa hidup lebih baik kedepannya" jawab Sumi lembut
keesokan harinya, usai dengan semua masakannya Alana kembali kekamar dan mandi. Alana belum mengambil uang yang Ayahnya tinggalkan pada Sumi, bukan Alana lupa tapi sengaja menolaknya. sekarang Sumi bingung bagaimana mengatakan hal itu pada Tuan besarnya.
Alana bersiap untuk berangkat ke sekolah, Ayah dan lainnya sedang sarapan dan Alana melewatinya seperti pagi kemarin, kali ini Kunan tak memanggilnya ataupun marah dia bahkan mengabaikan Anak-anak nya yang lain dan meneruskan makan
Alana di jemput Gilang, memang tak ada janjian sama sekali Gilang yang tiba-tiba datang menjemput, jika Gilang bilang lebih dulu Alana pasti akan menolaknya jadi dia datang tanpa kabar
"pagi cantiknya guee" sapa Gilang menyambut Alana di luar gerbang
"lo ngapain?" tanya Lana heran melihat Gilang yang merentangkan tangan saat dirinya datang
"jemput elo lah, ngapain lagi" jawab Gilang membuka pintu mobilnya untuk Alana
Seno yang berdiri di depan pintu terdiam menyaksikan Alana masuk ke mobil Gilang, entah mengapa Seno mengikuti Alana sebelumnya namun melihat Gilang di luar gerbang membuat nya berhenti didepan pintu