Pinky, gadis rusuh dan ceplas-ceplos, tergila-gila pada Dev Jaycolin meski cintanya selalu ditolak. Suatu kejadian menghancurkan hati Pinky, membuatnya menyerah dan menjauh.
Tanpa disadari, Dev diam-diam menyukai Pinky, tapi rahasia kelam yang menghubungkan keluarga mereka menjadi penghalang. Pinky juga harus menghadapi perselingkuhan ayahnya dan anak dari hubungan gelap tersebut, membuat hubungannya dengan keluarga semakin rumit.
Akankah cinta mereka bertahan di tengah konflik keluarga dan rahasia yang belum terungkap? Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat adalah kisah penuh emosi, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Pinky menuruni tangga dengan langkah penuh percaya diri, keranjang telur di tangannya bergoyang mengikuti gerakannya. Wajahnya dipenuhi ekspresi puas, namun itu belum cukup baginya. Ia mendekati Mark, Sania, dan Jenny yang masih berdiri di sana.
Tanpa menunggu ia mengambil sebutir telur dari keranjangnya dan melemparkannya dengan keras ke arah Sania. Telur itu pecah tepat di kepala Sania, kuning telur dan cangkangnya menyebar, mengotori rambut dan wajah wanita itu.
"Aaahhh!" jerit Sania, tangannya langsung meraih rambutnya yang kini penuh dengan cairan lengket.
"Hentikan!" teriak Sania dengan suara bergetar, tetapi Pinky hanya tertawa kecil.
"Sudah lama aku ingin menghajar kalian," ucap Pinky dengan nada mengejek, lalu dengan cepat ia mengambil telur lain dan melemparkannya ke arah Jenny. Telur itu menghantam bahu gadis muda tersebut, menciptakan bercak lengket di bajunya. Pinky terus melempari mereka tanpa henti, seolah menikmati setiap momen dari aksinya.
"Aaaahh!" Jenny berteriak ketakutan ketika telur berikutnya menghantam wajahnya. Cairan kuning telur meleleh di pipinya, dan dia mencoba membersihkannya dengan tangannya yang gemetar.
"Pinky, hentikan!" suara Mark menggelegar ketika ia maju, mencoba melindungi Jenny dengan memeluknya erat. Namun tindakan itu hanya membuat emosi Pinky semakin memuncak. Kenangan pahit masa kecilnya kembali menghantui, saat ia teringat bagaimana Mark meninggalkan dirinya dan ibunya demi wanita lain.
"Seberapa kuat kamu bisa melindungi mereka?" tantang Pinky sambil mengambil telur berikutnya. Dengan gerakan penuh amarah, ia melemparkan telur itu ke arah Mark dan Sania, satu per satu.
"Aaahh!" jeritan Sania menggema di sekitar area parkir ketika wajah, kepala, dan tubuhnya dipenuhi pecahan telur. Rambutnya kini sepenuhnya lengket, sementara bajunya terlihat seperti kanvas yang dicat dengan kuning telur dan cangkang.
Kerumunan orang yang berkumpul di sekitar mereka mulai merekam aksi tersebut. Beberapa dari mereka bahkan terdengar berbisik, menilai dan mempermalukan Mark dan keluarganya.
"Ini adalah caraku membuat kue yang lezat!" teriak Pinky dengan nada sarkastis, melambai ke arah kamera seolah sedang memberikan pertunjukan.
Namun ia belum selesai. Pinky mengambil sebungkus plastik besar dari keranjangnya. Isi plastik itu adalah tepung, dan tanpa ragu, ia membuka bungkusnya dan melemparkan tepung itu ke arah mereka. Tepung itu beterbangan seperti awan putih, menyelimuti Mark, Sania, dan Jenny.
"Berhenti! Ini sudah keterlaluan!" Mark mencoba melindungi keluarganya dari serangan Pinky, tetapi tepung itu tetap mengenai mereka. Sekarang, selain lengket oleh telur, mereka juga terlihat seperti patung tepung hidup.
Kerumunan mulai tertawa, beberapa bahkan bersorak mendukung aksi Pinky. Mereka bertepuk tangan ikut senang melihat gadis itu yang memberi pelajaran kepada Mark dan selingkuhannya.
Suasana berubah tegang ketika suara Mark menggelegar, mencoba menghentikan aksi Pinky yang sudah keterlaluan. "Apakah sudah cukup? Kau benar-benar keterlaluan!" bentaknya dengan nada tinggi, matanya memerah menahan amarah.
Namun, Pinky tak gentar. Ia berdiri tegak dengan tatapan dingin. "Kau lebih keterlaluan daripada aku!" balasnya tajam. "Memiliki seorang istri dan anak, tapi kau tinggalkan mereka begitu saja. Kalau bukan karena ulahmu, mana mungkin aku akan seperti ini?"
Mark menggeram, suaranya semakin meninggi. "Sejak kapan kau bertingkah seperti ini? Aku adalah ayahmu!" teriaknya, mencoba menegaskan otoritas yang dulu pernah ia miliki.
Pinky tertawa pahit, namun air mata mulai menggenang di matanya. "Bukan! Kau sudah lupa?" ucapnya dengan suara bergetar, penuh emosi. "Sejak aku usia 15 tahun! Saat itu aku dibully di sekolah. Tapi kau ke mana? Bukan hanya tidak datang untukku, kau malah menyalahkan aku! Kau bilang aku menghancurkan rencanamu untuk pergi liburan dengan selingkuhanmu dan anak luar nikahmu itu. Dalam hatimu, hanya mereka keluargamu, bukan aku!"
Kata-kata Pinky seperti pisau yang menusuk hati Mark. Ia terdiam, matanya perlahan berkaca-kaca. Kenangan itu kembali menghantui, mengingatkan dirinya pada kata-kata kejam yang pernah ia lontarkan kepada anak perempuannya sendiri.
Pinky menghapus air mata yang mulai mengalir di pipinya, tetapi tatapannya tetap penuh kebencian. "Kau juga pernah mengatakan bahwa anakmu hanya dia," lanjutnya, suaranya bergetar karena marah dan terluka. "Aku masih ingat setiap kata itu sampai sekarang. Jadi, kau bukan ayahku!"
Mark tertegun, tidak mampu berkata-kata. Penyesalan tampak jelas di wajahnya, tetapi Pinky tidak memberi ruang untuk belas kasih.
"Menyakiti memang sangat mudah, ya?" Pinky mendekat, menatap ayahnya dengan tajam. "Tapi orang yang disakiti tidak akan lupa sampai mati! Saat ini, dan seterusnya, aku bukan anakmu. Jangan pernah mengaku kau adalah ayahku!"
Suara Pinky terdengar penuh kepastian, meskipun hatinya terasa hancur. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan, "Aku mempertahankan apartemen ini demi mama. Jadi siapa pun dari kalian yang ingin merebutnya, harus berhadapan denganku."
Tatapan penuh kebencian terpancar dari matanya yang basah oleh air mata. Mark hanya bisa berdiri kaku, terjebak dalam rasa bersalah dan kehilangan.
Pinky menatap Sania dan Jenny dengan penuh kebencian. "Kalian benar-benar manusia yang tidak tahu malu," ujarnya tajam. "Sania, seorang pengusaha terkenal, malah menjadi selingkuhan dan punya anak dari seorang pria yang sudah punya keluarga. Setelah cerita ini tersebar, aku ingin lihat apakah kalian masih bisa berjalan dengan kepala tegak menghadapi semua orang."
"Jangan pernah membawa ulat bulu ini ke sini lagi. Kalau tidak mau terluka lebih parah. Ini baru permulaan," kecamnya, sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan mereka.
Pinky berjalan santai menuju apartemennya, meninggalkan Mark, Sania, dan Jenny yang terpaku di tempat, penuh dengan rasa malu dan hinaan yang baru saja mereka terima.
---
Di sisi lain kota, Dev duduk di kursinya yang mewah, memandang layar ponsel dengan ekspresi dingin. Di layar itu, rekaman aksi Pinky yang viral sedang diputar. Di sampingnya, Jastice berdiri sambil memperhatikan video yang sama.
"Tuan, wanita itu adalah Sania, orang yang ingin bekerja sama dengan kita," ujar Jastice, suaranya terdengar serius. "Ternyata dia adalah selingkuhan Mark, ayah dari Nona Pinky. Jadi, gosip yang tersebar selama ini benar adanya."
Dev tidak langsung merespons, tetapi matanya tetap tertuju pada video itu, penuh dengan ekspresi tidak senang. Akhirnya, ia angkat bicara, suaranya tegas dan tanpa kompromi. "Pasangan seperti mereka benar-benar tidak tahu malu. Mulai sekarang, jika mereka menghubungi kita lagi, tolak dengan tegas. Katakan bahwa aku tidak tertarik bekerja sama dengan mereka, kapan pun itu. Jika Mark berani datang ke sini, usir dia."
"Baik, Tuan," jawab Jastice dengan anggukan kecil. Namun, perhatian Jastice kembali tertuju pada rekaman tersebut. Matanya memicing, memperhatikan Pinky yang dengan penuh percaya diri menghadapi Sania dan yang lainnya. "Gadis ini benar-benar luar biasa," gumamnya, setengah kagum.
Dev tetap diam, tetapi matanya tak lepas dari layar. Rekaman itu kini diputar ulang oleh tetangga Pinky yang menyebarkan video tersebut ke grup mereka. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya, meskipun ia tidak mengungkapkan apa pun. Ketenangan di wajah Dev hanya menambah misteri apa yang sebenarnya ia pikirkan tentang gadis itu.
sebenarnya kamu itu suka ma pinky
awas lho jgn menyesal