Di negeri magis Aelderia, Radena, seorang putri kerajaan yang berbakat sihir, merasa terbelenggu oleh takdirnya sebagai pewaris takhta. Hidupnya berubah ketika ia dihantui mimpi misterius tentang kehancuran dunia dan mendengar legenda tentang Astralis—sebuah senjata legendaris yang dipercaya mampu menyelamatkan atau menghancurkan dunia. Dalam pelariannya mencari kebenaran, ia bertemu Frieden, seorang petualang misterius yang ternyata terikat dalam takdir yang sama.
Perjalanan mereka membawa keduanya melewati hutan gelap, kuil tersembunyi, hingga pertempuran melawan sekte sihir gelap yang mengincar Astralis demi kekuatan tak terbayangkan. Namun, untuk mendapatkan senjata itu, Radena harus menghadapi rahasia besar tentang asal-usul sihir dan pengorbanan yang melahirkan dunia mereka.
Ketika kegelapan semakin mendekat, Radena dan Frieden harus memutuskan: berjuang bersama atau terpecah oleh rahasia yang membebani jiwa mereka. Di antara pilihan dan takdir, apakah Radena siap memb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dzira Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Lya, Sang Pemanah
Langkah Radena dan Frieden perlahan membawa mereka lebih dekat ke puncak gunung di Pulau Astralis. Udara semakin dingin, dan sihir di sekitar mereka terasa lebih kuat dari sebelumnya.
“Aku tidak suka suasana ini,” gumam Frieden sambil memandang ke sekeliling.
Radena mengangguk. “Pulau ini penuh dengan jebakan, dan aku yakin ada sesuatu yang lebih besar menunggu kita di depan.”
Namun, sebelum mereka melangkah lebih jauh, suara desingan terdengar, dan sebuah panah menghantam tanah hanya beberapa inci dari kaki Frieden.
“Berhenti di tempat kalian!”
Dari balik pepohonan, muncul seorang wanita elf dengan rambut perak panjang yang berkibar tertiup angin. Ia mengenakan baju kulit berwarna hijau tua yang pas di tubuhnya, dan di tangannya ia memegang busur panjang yang tampak seperti terbuat dari kayu kuno.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya elf itu dengan nada tajam.
Frieden mengangkat tangannya, mencoba menunjukkan bahwa mereka tidak berniat jahat. “Kami sedang dalam perjalanan untuk menemukan sesuatu yang penting. Kami tidak bermaksud melanggar wilayahmu.”
Radena, yang masih memegang tongkatnya, memandang elf itu dengan penuh rasa ingin tahu. “Siapa kau?”
Elf itu menurunkan busurnya sedikit, tetapi tetap berjaga-jaga. “Namaku Lya. Aku adalah penjaga pulau ini, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun merusaknya.”
Konfrontasi yang Tegang
Radena melangkah maju perlahan. “Kami tidak di sini untuk merusak apa pun, Lya. Kami mencari Astralis untuk melindungi dunia dari sekte gelap yang ingin menggunakannya untuk menghancurkan keseimbangan.”
Lya mengerutkan kening, tetapi tidak menyerang. “Sekte gelap... mereka sudah ada di sini. Aku melihat mereka di puncak, mendekati Kuil Astralis.”
Frieden menatap Radena dengan cemas. “Jadi mereka lebih cepat dari yang kita duga.”
Radena memandang Lya lagi, suaranya tenang tetapi tegas. “Kami membutuhkan bantuanmu. Jika kau menjaga pulau ini, maka kau tahu betapa pentingnya mencegah mereka mendapatkan Astralis.”
Lya terdiam sejenak, matanya yang berwarna hijau seperti zamrud menilai Radena dan Frieden. Akhirnya, ia menurunkan busurnya.
“Baiklah,” katanya. “Aku tidak bisa membiarkan sekte itu menghancurkan pulau ini, atau dunia ini. Tapi kalian harus tahu, Kuil Astralis memiliki perlindungan yang sangat kuat. Kalian akan membutuhkan lebih dari sekadar keberanian untuk masuk ke sana.”
Frieden tersenyum kecil. “Kami punya keberanian, tapi kau tampaknya punya sesuatu yang lebih dari itu.”
Lya tersenyum tipis. “Aku tahu jalan pintas menuju puncak. Tapi kalau kalian berkhianat, jangan berharap aku akan memberi kalian kesempatan kedua.”
Menuju Puncak Bersama Lya
Dengan Lya memimpin jalan, mereka bergerak cepat melalui jalur sempit yang tersembunyi di antara batu-batu besar. Jalur itu terasa jauh lebih aman dibandingkan rute utama yang dipenuhi jebakan magis.
“Kenapa kau tinggal di pulau ini sendirian?” tanya Frieden saat mereka mendaki.
Lya tidak langsung menjawab. “Aku pernah menjadi bagian dari dunia luar, tetapi dunia itu penuh dengan kebohongan dan kehancuran. Pulau ini adalah satu-satunya tempat yang terasa murni. Tugasku adalah melindunginya.”
Radena menatap Lya dengan rasa hormat. “Kau memiliki keberanian yang besar. Aku senang kau memutuskan untuk membantu kami.”
Lya hanya mengangguk, tetapi ekspresinya menunjukkan sedikit kelembutan.
Penyergapan di Tebing
Ketika mereka mendekati puncak, suasana berubah. Udara terasa lebih berat, dan suara gemuruh samar terdengar di kejauhan.
“Tunggu,” kata Lya, mengangkat tangannya untuk memberi isyarat agar mereka berhenti.
Dari tempat mereka berdiri, mereka bisa melihat sekelompok anggota sekte gelap di jalan utama. Mereka sedang mempersiapkan sesuatu—lingkaran sihir yang memancarkan energi gelap.
“Mereka mencoba membuka portal,” bisik Lya.
“Portal?” tanya Radena dengan cemas.
Lya mengangguk. “Portal itu akan memperkuat energi mereka dan mungkin memberi mereka akses langsung ke Astralis.”
“Kita harus menghentikan mereka,” kata Frieden sambil menghunus pedangnya.
“Bukan dengan menyerang langsung,” balas Lya. “Ada terlalu banyak dari mereka.”
Radena memikirkan rencana sejenak, lalu menatap Lya. “Kau bisa menyerang dari jauh, bukan?”
Lya tersenyum tipis. “Tentu saja.”
Serangan yang Terencana
Dengan Lya di posisi tinggi, ia mulai menyerang para anggota sekte dengan panah yang akurat. Panahnya memancarkan cahaya hijau samar, menghancurkan lingkaran sihir mereka satu per satu.
Ketika anggota sekte itu kebingungan, Radena dan Frieden meluncur masuk, menyerang dari sisi yang berlawanan.
Radena melantunkan mantra sihir, menciptakan ledakan cahaya yang memaksa para anggota sekte mundur. Frieden menggunakan pedangnya untuk melawan mereka yang mencoba mendekat, gerakannya cepat dan penuh presisi.
Namun, pertarungan tidak berlangsung lama. Pemimpin sekte, pria bertopeng perak, muncul dari bayangan. Ia mengangkat tangannya, dan energi gelap menyelimuti area tersebut.
“Jadi, kalian akhirnya sampai di sini,” katanya dengan nada mengejek.
Radena menggenggam tongkatnya erat-erat. “Kau tidak akan mendapatkan Astralis!”
Pria itu tertawa kecil. “Kalian bahkan tidak tahu apa yang kalian hadapi. Astralis tidak akan memihak kalian—atau aku. Itu hanya akan memihak kekuatan sejati.”
Sebelum mereka bisa menyerang, pria bertopeng itu menghilang, meninggalkan mereka dengan pesan yang menggema di udara.
“Kita akan bertemu di Kuil Astralis. Jangan terlambat.”
Persiapan Terakhir
Setelah pertempuran selesai, Radena, Frieden, dan Lya berkumpul di dekat jalan menuju puncak.
“Dia semakin dekat dengan Astralis,” kata Radena, napasnya berat.
“Kita juga,” balas Lya. “Dan aku yakin, ini akan menjadi pertempuran terakhir.”
Frieden menatap keduanya dengan serius. “Kalau begitu, kita tidak boleh membuat kesalahan. Kita harus bersiap.”
Radena menggenggam tongkatnya dengan lebih kuat, matanya penuh dengan tekad. “Ini belum selesai. Kita akan menghentikan mereka, apapun yang terjadi.”
Lya tersenyum tipis, menyiapkan busurnya. “Kalau begitu, ayo kita selesaikan ini.”
Bersama, mereka melangkah menuju puncak, siap menghadapi ujian terakhir yang akan menentukan nasib dunia.