Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13 Cinta Sendiri
Happy reading 😘
Guyuran air langit semalam membuat badan Zaenal demam. Meski badannya terasa lemah, tetapi niatnya untuk memperjuangkan cinta belum memudar dan malah semakin menguat.
Zaenal berpikir, pagi ini ia harus kembali ke rumah Nofiya untuk meluluhkan hati calon papa mertua. Pantang baginya menyerah.
"Den, jangan pergi-pergi dulu! Lebih baik Den Zaenal istirahat di rumah. Simbok buatkan wedang jahe dan sup ayam, biar badan Den Zaenal kembali sehat dan bugar,"' tutur Sumi begitu melihat Zaenal keluar dari dalam kamar. Ia berusaha mencegah tuannya agar tidak pergi.
"Makasih, Mbok. Tapi aku harus segera pergi. Ada yang harus aku perjuangin."
"Den, jangan ngeyel! Sek manut sama Simbok! Badan Den Zaenal 'kan masih demam dan lemah. Simbok khawatir kalau Aden pingsan di jalan."
Zaenal menerbitkan seutas senyum dan merangkul pundak Sumi--pekerja rumah tangga yang sudah dianggap sebagai ibunya.
"Simbok nggak usah khawatir. Insya Allah, aku nggak bakalan pingsan. Doain aja, semoga Den Mas Zaenal-mu ini bisa meluluhkan hati calon papa mertua. Biar bisa cepet nikahin Fiya dan ngasih Simbok cucu."
"Walah, Den Zaenal sudah kebelet nikah tho?"
"Iya, Mbok. Kebelet banget."
"Ck, ck, ck, anak muda zaman sekarang kok ya nggak ada sabar-sabarnya. Den Zaenal 'kan masih kuliah. Kenapa nggak nunggu sampai lulus aja? Mbok ya diampet dulu! Jangan grusa-grusu, takutnya malah seperti Simbok. Nyesel. Ndak lulus sekolah karena buru-buru nikah sama Paijo, yang ternyata cinta nya palsu."
"Mbok, Mbok, yang lalu biarlah berlalu. Nggak usah disesali. Toh masih ada Pak Bendot, calon pengganti Paijo."
"Ealah, Den. Kok malah gantian nuturi Simbok," ujar Sumi--menimpali ucapan Zaenal.
"Pak Bendot 'kan cuma temen, Den --"
"Temen tapi mesra," lanjutnya dengan logat yang terdengar kemayu.
"Mbok, Mbok, sudah sepuh kok masih aja kemayu."
"Ya nggak pa-pa, Den. Biar Simbok awet muda dan selalu bahagia. Simbok berhak bahagia, apalagi bahagianya bersanding dengan Pak Bendot." Sumi menggigit bibir bawahnya dan memilih ujung baju.
Terbayang olehnya saat-saat romantis bersama pria paruh baya yang bernama Bendot. Perjaka tua si pemilik segudang pesona, dengan rambutnya yang selalu terlihat klimis.
Zaenal menggeleng pelan dan menarik kedua sudut bibir hingga terlukis seutas senyum, lalu membawa langkahnya pergi meninggalkan Sumi yang masih asik memilin ujung baju sambil senyam-senyum sendiri.
Wanita paruh baya itu belum menyadari jika sang tuan sudah menjauh pergi dan membawa mobilnya menggelinding, meninggalkan garasi.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Nofiya, Zaenal melafazkan pinta pada Sang Penggenggam Hati, semoga ikhtiarnya untuk memperjuangkan cinta dan meluluhkan hati calon papa mertua diberi kemudahan.
"Ck, aku lupa belum bawa oleh-oleh buat nyogok calon papa mertua," monolognya.
Zaenal tampak berpikir sejenak, lalu menepikan kendaraan besinya tepat di depan restoran ayam bakar Bu Tini. Ayam bakar yang terkenal enak dan selalu laris.
Seorang waiters menyambut dengan senyum dan tutur kata yang teramat sopan begitu Zaenal masuk ke dalam restoran.
Ia mempersilahkan Zaenal untuk menulis minuman atau makanan yang ingin dipesan.
Zaenal membaca menu yang tertera, lantas menulis beberapa minuman dan makanan yang terlaris di restoran itu. Salah satunya ayam bakar utuh plus sambal matang.
Setelah itu, ia menyerahkan list dan membayar semua pesanannya.
Setengah jam menunggu, semua pesanan Zaenal telah siap.
Waiters ber name tag 'Rena' segera menyerahkannya pada Zaenal.
Baik Rena maupun Zaenal terkesiap, saat sepasang netra mereka saling bersitatap.
"Zen --"
"Rena --"
"Kamu Zaenal 'kan? Yang waktu kecil upilan?" Netra Rena berbinar diiringi senyum yang mengembang. Ia sungguh tidak menyangka akan bertemu dengan teman masa kecilnya, setelah sepuluh tahun mereka berpisah.
"Iya, aku Zaenal. Kamu Rena yang hobi banget ileran 'kan?" Zaenal balik bertanya.
"Ish, nggak usah bahas ileran!"
"Kan kamu dulu yang mulai. Kamu bahas upilan, aku gantian bahas ileran."
Rena mengudarakan tawa, sementara Zaenal hanya tersenyum samar, bahkan hampir tak terlihat.
Rasa-rasanya saat ini Zaenal malas menanggapi Rena karena ada hal yang harus segera dilakukan. Memperjuangkan cinta dan meluluhkan hati calon papa mertua.
"Maaf, Ren. Aku harus segera pergi," ucapnya tanpa basa-basi dan sukses menghentikan tawa Rena yang sempat mengudara.
"Kenapa buru-buru banget, Zen?"
"Karena calon istriku udah menunggu." Zaenal mengulas senyum tipis, lalu memutar tumit dan bergegas melangkah pergi.
Seketika raut wajah Rena berubah saat Zaenal mengucap kata 'calon istriku'. Binar yang semula terlukis jelas, kini meredup dan terganti sendu.
Ia tidak menyangka, pertemuannya dengan Zaenal yang hanya sekejap menyisakan lara hati.
"Zen, ternyata kamu udah memiliki calon istri. Kita bertemu di waktu yang nggak tepat." Rena bermonolog lirih dan menghembus nafas berat.
Ternyata selama sepuluh tahun ini, ia hanya cinta sendiri dan penantian panjangnya teramat sia-sia.
Sungguh sangat menyakitkan.
Rena membuang pandang ke luar restoran. Terlihat olehnya, sosok rupawan yang tengah berjalan dengan langkah lebar, lalu masuk ke dalam mobil Honda Jazz berwarna merah.
Sosok itu adalah Zaenal Alfariz, teman masa kecil sekaligus cinta pertama baginya.
Meski merasa diintai oleh sepasang netra yang mendamba, Zaenal tak acuh. Ia bergegas melajukan kendaraan besinya dan meninggalkan restoran.
Ya Allah, kuatkan badanku. Jangan biarkan hamba-Mu ini pingsan di jalan. Ada yang harus aku perjuangkan, bisik batinnya melafazkan pinta sebab badannya terasa semakin lemah.
🍁🍁🍁
Bersambung ....
Jangan lupa like dan subscribe, terima kasih 😊🙏🏻
kalimatmu Thor..
mak nyesss dehh
Restu yang pergi entah kemana, sekarang datang juga...
Tu...Tu...lama amat sih lu datengnya..
Tapi beda cerita kalau kata Zaskia gotik.
Dia bilang..paijo...paijo..ditinggalke bhojhone....😄😄
Belajar sama² ya Zen udah ada lampu hijau dari Papa Ridwan.
semoga
eh Authornya duluan.
Terus siapa yg bisa jawab nih