Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08
Raihan tak menghiraukan teriakan Andin, dia melangkah menuju sofa dengan membawa bantal dan mengambil posisi ternyaman untuk segera tertidur lelap. Cukup tau diri karena kehadirannya yang tak di harapkan, membuat Raihan yang tak ingin berdebat segera bertindak.
Andin menarik selimutnya tak perduli dengan Raihan yang tidur di sofa dengan meringkuk kan tubuhnya. "Kasian sich, tapi males berbagi. Biarin aja dech, aku capek!" Andini memejamkan mata untuk mulai terlelap tetapi tak kunjung bisa nyenyak, kembali dia lirik Raihan yang sudah pulas.
"Adil nggak sich, gue yang tidur di kasur nggak bisa merem tapi yang tidur di sofa udah mimpi indah." Andini kembali duduk melihat dengan jelas Raihan yang menekuk kakinya tanpa selimut yang membungkus.
Lama-lama memperhatikan tak membuatnya tega, walaupun bagaimanapun Raihan orang baik yang tersesat karena ulahnya. Andin turun dari ranjang dan melangkah mendekat. Memanggil Rai, tak kunjung terjaga. Hingga menggoyang sedikit pundaknya sampai matanya terbuka, menatap heran Andini yabg sudah menunduk di depannya.
"Belum tidur?"
"Pindah atas kak, sakit kaki kakak tidur di sini!" ucap Andin kemudian kembali menuju ranjang.
"Boleh?"
"Boleh asal jangan khilaf, aku masih punya perasaan kak walaupun hati aku tak ada nama kakak."
Raihan segera beranjak, tidur di sofa memang tak membuatnya nyaman, karena cukup lelah hingga dia dapat pulas.
"Tidurnya nggak boleh merusuh ya kak! awas sampe nyenggol aku."
"Nggak boleh galak-galak, bertanduk kamu lama-lama!" Raihan kemudian merebahkan tubuhnya menarik selimut yang sama kemudian memejamkan mata. Begitupun dengan Andini yang mulai merasakan kantuk hingga tertidur nyenyak.
Cukup kalem di antar keduanya hingga tak ada yang melebihi batas, terbangun dengan segar dan siap memulai aktifitas. Raihan lebih dulu melesat ke kamar mandi meninggalkan Andini yang membereskan ranjang.
Dering ponsel Andini membuat aktivitasnya terhenti, dengan sekali gerakan ponsel sudah menempel di telinga.
"Halo"
"Andini loe kemana aja sich? ditelpon nggak diangkat, mau main kerumah loe juga gue repot. Loe semedi sampe nggak keliatan batang hidungnya. Tara nyariin loe sehari tiga kali udah kayak jadwal makan, sampe pusing gue jawabnya. Hmmm....halo Andin, loe masih hidup?"
"Berisik loe Tia pagi-pagi, mamah gue aja belum teriak. Gue di rumah, nggak kemana-mana, nggak usah perduliin Tara, loe cukup jawab nggak tau. Kelar urusan...."
"Tumben, ada apa gerangan dengan hubungan kalian, sepertinya ada yang gue lewatkan. Cepat masuk magang, loe baru mau ngelamar aja udah nggak masuk-masuk!"
"Ntar kalo urusan gue udah kelar," Raihan keluar dari kamar mandi kemudian mencari tasnya yang ntah lenyap kemana.
"Tas aku kemana dek?"
"Aku taro dalam lemari kak," jawab Andin. Sedangkan di seberang sana Tia benar-benar sudah dalam mode kemal, kepo maksimal.
"Siapa?"
"Kakak gue."
"Kak Dika? loe kata gue nggak hafal sama suara kakak loe! itu siapa ? kayak gue kenal suaranya."
"Kak Rai."
"Wah.......duren, Vidio call yuk, gue mau liat duren. Loe beruntung dech Din, pagi-pagi bisa liat wajah duda tertampan di jagat raya begini. Tukeran tempat yuk, gue mau dech jadi adiknya si curut Andika, asal tiap hari bisa ketemu sama mood booster."
Andin jengah mendengar ocehan Tia, ingin rasanya mematikan ponselnya tetapi takut nanti ada yang penting.
"Udah dech, loe pagi-pagi kenapa mendadak rempong begini."
"Ikh Andini, gue kan kangen sama loe."
"Bodo, gue mau mandi. Dach ....."
Andini mematikan secara sepihak, cukup riweh saat terus menanggapi ocehan Tia yang tiada henti. Walaupun memang dari kedua sahabatnya, dia yang paling perhatian.
Andini segera masuk ke kamar mandi tanpa perduli Raihan yang sedang berdiri di depan cermin.
Membersihkan diri lanjut memakai baju di kamar mandi karena tidak ingin terlalu mendrama dengan adegan handuk sebatas dada. Andini cukup siaga dan waspada. Keluar dengan penampilan yang sudah rapi dengan handuk yang membungkus rambut.
"Habis sarapan langsung pindah ya, bawa yang di butuhkan saja. Nggak perlu di bawa semua."
"Hhmmm...." hanya dengan berdehem cukup menjawab ucapan Raihan. Melihat itu Raihan melirik Andin yang berada di depan meja rias dengan santainya mengeringkan rambut tanpa perduli dirinya.
"Setelah mengantarkan kamu ke rumah, aku lanjut ke kantor karena banyak yang harus aku kerjakan. Nggak masalah kan jika aku tinggal sendiri?"
"Nggak masalah." Singkat, padat dan jelas. Cukup membuat geram lawan bicara. Raihan memilih duduk di sofa memilih diam karena Andin yang begitu cuek.
"Kakak kalo mau turun duluan aja, nggak usah nunggu aku."
"Hhmmm....." Raihan beranjak kemudian keluar dari kamar, menuju meja makan yang sudah di isi oleh mamah, papah dan Andika.
"Rai, sini nak!" ajak mamah. "Duduk, loh Andini mana? kok nggak turun suaminya mau sarapan juga."
"Masih mengeringkan rambut mah, sebentar lagi turun." Tanpa menunggu Andini Raihan segera mengambil makan sendiri. Melihat pergerakan Raihan, Andika hanya melirik sekilas kemudian fokus dengan nasi gorengnya.
"Gimana nggak ngeringin rambut, semalem Andini berisik. Otak gue traveling njir!"
"Kamu nya aja yang piktor, wajarlah mereka kan pengantin baru. Kamu yang nggak wajar, Raihan aja udah nikah lagi tapi kamu sekali aja belum. Heran mamah sama kamu, segitu gelinya para wanita sama kamu sampai jadi jomblo akut?" sahut mamah yang membuat Andika mendelik.
"Mamah lupa aku ini siapa? aku Andika loh mah anak laki-laki kesayangan mamah, teganya membully anak sendiri."
"Lagian papah juga heran sama kamu. Rai, memangnya di kantor nggak ada yang tertarik sama dia. Atau klien wanita?" sahut papah.
Raihan mengulum senyum, sebenarnya tak sulit untuk kakak iparnya ini mendapatkan pasangan. Tapi dianya saja yang memang terlalu memilih atau memang belum ingin. "Banyak Pah, apa lagi kalo mau sama anak magang juga ada. Masih fresh..."
"Fresh.....otak gue yang nggak fresh kalo tiap hari ngikutin loe mulu kemana-mana, giliran ada yang gue demen eh dianya ngelirik ke loe. Ya mati pasaran gue, sadar diri gue masih di bawah loe!" sewot Andika membuat semua tertawa.
"Eh rame banget ada apa, Andin ketinggalan hot news kah?" tanya Andin yang baru bergabung dan duduk di samping Andika.
"Sana duduk deket laki loe! udah punya laki juga, bosen gue di deketin sama adik modelan loe! teriak-teriak, pertamanya aja diem-diem Bae!"
"Mah, ada lakban?"
"Buat apa? paking?"
"Buat ngelakban mulut kakak yang semena-mena. Aku hari ini pindah, kangen Awas loe!" menatap Andika dengan muka garang.
"Pindah rumahnya doank, tapi tiap hari gue tetep bakal liat loe di kantor. Emang loe pikir gue nggak tau loe magang di kantor laki loe!"
Andini segera menoleh ke Raihan mencari tahu kebenaran yang Andika ucapkan. Raihan yang merasa di perhatikan segera menoleh, senyum tipis tercetak, ntah apa maksudnya. Tak ada jawaban dari Rai, dengan santainya dia melanjutkan makannya.
"Kenapa harus satu kantor sich, tiap saat ketemu. Ngeselin banget! Apa banget harus begini." Andin menghentakkan sendoknya di atas telur yang ingin ia makan dengan kasar.
"Emang telurnya keras, sampe sekuat tenaga gitu motongnya?" tanya mamah, sedangkan Andika yang paham hanya tersenyum mengejek.
"Inget loe dalam pantauan gue sama Rai!" bisik kakaknya yang membuat moodnya anjlok seketika.
"Gue bakal minta ganti."
"Loe pikir bisa? nama loe udah masuk list, bahkan tiga hari loe nggak masuk, baik-baikin bosnya biar dapet nilai bagus!" ledek Andika.
Andini langsung menatap tajam Rai yang sudah selesai makan, "Jahat kalo sampe ngasih nilai istrinya jelek!" lirih Andin yang jelas di dengar oleh Rai, tapi yang bersangkutan hanya diam sambil menyeruput teh hangat.
Andika yang mendengar semakin semangat, "udah nganggep suami? bukannya sebulan lagi loe minta cerai, berarti selesai magang loe udah bukan bininya donk!" bisiknya lagi.
"Kak Andika!" kesel Andini.
mkasih bnyak thorr🫰