Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengurai Bayang-Bayang Masa Lalu
Setelah pertemuan dengan Arga di acara reuni, Luna merasa pikirannya bercampur aduk. Meskipun ia sudah yakin akan masa depannya bersama Kaid, kehadiran mantan kekasihnya itu memunculkan kenangan lama yang telah lama ia kubur. Suasana di mobil saat perjalanan pulang terasa hening. Kaid, seperti biasa, tidak menunjukkan emosinya secara langsung. Namun, Luna tahu bahwa di balik ketenangannya, Kaid sedang memikirkan sesuatu.
Di rumah, Kaid langsung menuju ke kamar kerja tanpa berkata banyak. Luna hanya bisa memandangi punggungnya yang menghilang di balik pintu. Hatinya terasa berat. Ia tahu bahwa kehadiran Arga tadi membuat hubungan mereka kembali diuji.
Luna memutuskan untuk membereskan dapur sebagai pelarian dari kekalutannya. Namun, suara ketukan di pintu ruang kerja Kaid membuatnya menghentikan langkah. Setelah beberapa detik keraguan, ia mengetuk pintu.
“Kaid, aku boleh masuk?” tanyanya dengan suara pelan.
Kaid membuka pintu dan memberinya anggukan kecil. “Tentu.”
Luna melangkah masuk dan duduk di sofa kecil di dalam ruangan itu. Kaid menyusul, mengambil tempat di sebelahnya.
“Maaf kalau aku membuatmu merasa tidak nyaman tadi,” ujar Luna akhirnya.
Kaid menggelengkan kepala. “Bukan salahmu. Aku hanya… tidak suka melihat orang dari masa lalumu mencoba masuk kembali ke kehidupanmu.”
Luna menatap Kaid dengan penuh kesungguhan. “Aku mengerti, Kaid. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa Arga sudah menjadi bagian dari masa lalu. Kamu adalah masa depanku. Aku ingin kita fokus pada itu.”
Kaid terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Aku percaya padamu, Luna. Tapi aku juga perlu waktu untuk mencerna semuanya.”
Malam itu berlalu tanpa percakapan lebih lanjut. Namun, meskipun kata-kata mereka sedikit, Luna merasa bahwa pembicaraan singkat tadi telah membuka pintu untuk komunikasi yang lebih baik di antara mereka.
Keesokan harinya, Luna menerima pesan dari Arga. Pesannya sederhana: “Aku ingin meminta maaf atas pertemuan kita kemarin. Bisakah kita bertemu untuk berbicara sebentar?”
Luna membaca pesan itu berulang kali sebelum akhirnya memutuskan untuk menunjukkan kepada Kaid.
“Aku rasa aku harus menemuinya, hanya untuk menutup semua ini dengan baik,” katanya.
Kaid menatapnya dengan pandangan serius. “Kalau itu yang kamu rasa perlu, aku tidak akan melarang. Tapi pastikan kamu menjaga jarak.”
Dengan restu Kaid, Luna akhirnya mengatur pertemuan dengan Arga di sebuah kafe kecil yang tenang.
Ketika ia tiba, Arga sudah menunggunya di sudut ruangan. Luna menarik napas panjang sebelum melangkah mendekat.
“Terima kasih sudah mau bertemu,” ujar Arga sambil tersenyum.
Luna hanya mengangguk. Ia tidak ingin membuang waktu terlalu lama di sini. “Apa yang ingin kamu bicarakan, Arga?”
Arga menghela napas. “Aku hanya ingin minta maaf. Aku tahu aku telah banyak melakukan kesalahan di masa lalu, dan aku tidak ingin pertemuan kita kemarin mengganggu kehidupanmu sekarang.”
Luna memperhatikan ekspresinya yang tampak tulus. “Aku menghargai permintaan maafmu, Arga. Tapi kamu harus tahu, hidupku sekarang jauh berbeda. Aku sudah menikah, dan aku mencintai suamiku. Aku berharap kita bisa mengakhiri semua ini di sini.”
Arga tersenyum kecil, meskipun ada kesedihan di matanya. “Aku mengerti. Aku hanya ingin memastikan kamu bahagia, Luna. Itu saja.”
Percakapan mereka berakhir dengan saling pengertian. Saat Luna keluar dari kafe, ia merasa beban yang ia rasakan selama ini perlahan-lahan terangkat.
Di rumah, Kaid sedang menunggu di ruang tamu. Saat Luna masuk, ia langsung berdiri dan menghampirinya.
“Bagaimana pertemuannya?” tanya Kaid.
“Baik. Kami menyelesaikan semuanya. Aku rasa aku tidak akan bertemu dengannya lagi,” jawab Luna jujur.
Kaid mengangguk, lalu menarik Luna ke dalam pelukannya. “Aku bangga padamu.”
Pelukan itu terasa seperti janji baru bagi mereka. Sebuah janji untuk melangkah maju tanpa lagi dibayangi masa lalu.
Beberapa hari kemudian, Kaid mengajak Luna untuk pergi berlibur sejenak ke sebuah desa pegunungan yang tenang. “Aku rasa kita butuh waktu untuk benar-benar terhubung kembali, tanpa gangguan,” katanya.
Luna menyetujui ide itu dengan antusias. Perjalanan mereka ke desa itu menjadi pengalaman yang menghangatkan hati. Mereka menjelajahi jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang, menikmati udara segar, dan berbagi cerita yang jarang mereka ungkapkan sebelumnya.
Di salah satu malam terakhir mereka di sana, Kaid membawa Luna ke sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan langit penuh bintang.
“Aku ingin kita terus seperti ini,” kata Kaid sambil menggenggam tangan Luna. “Jujur satu sama lain, mendukung satu sama lain, dan melangkah maju bersama.”
Luna tersenyum, merasa hangat oleh ketulusan Kaid. “Aku juga ingin itu, Kaid. Bersamamu, aku merasa semua tantangan bisa kita hadapi.”
Malam itu, di bawah langit berbintang, mereka berdua menyadari bahwa cinta mereka telah tumbuh lebih kuat daripada sebelumnya. Mereka kembali ke rumah dengan hati yang penuh cinta dan keyakinan bahwa mereka bisa menghadapi apa pun yang akan datang di masa depan.