"Apa dia putrimu yang akan kau berikan padaku, Gan...?!!" ujar pria itu dengan senyuman yang enggan untuk usai.
Deg...!!
Sontak saja otak Liana berkelana mengartikan maksud dari penuturan pria tua berkelas yang berada di hadapannya tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suami Menyebalkan
Liana menggeliat lantaran lehernya terasa sakit. Sepertinya posisi tidur yang sembarangan yang menjadi pemicunya. Dia teringat kalau semalam keasyikan main HP, dan sepertinya dia tertidur begitu saja.
Liana duduk sebentar untuk mengumpulkan serpihan nyawanya yang masih berantakan. Tak lupa menggerakkan lehernya pelan-pelan guna membuat otot-ototnya kembali lemas.
"Aaahh...!!" batin Liana. "Menyebalkan sekali. Sakit semua kan badanku."
Liana beranjak dari sofa itu, lalu menuju kamar mandi. Matanya melihat kasur yang masih rapi, lalu dia melihat ke sekelilingnya mencari keberadaan pria yang kini sudah berstatus menjadi suaminya.
"Kalau tahu dia bakal tidur di sofa. Aku akan tidur di sini semalam. Dasar menyebalkan..." gerutu Liana pelan. Meski kesal tapi dia tidak ingin ada keributan di pagi buta dengan suaminya.
Di sofa yang lain tampak Haris yang meringkuk dengan nyaman. Dan Liana tidak ambil pusing, dia bergegas membersihkan diri di kamar mandi. Agar bisa segera menunaikan sholat subuh.
Sampai Liana menyelesaikan sholatnya, Haris tak kunjung bangun. Liana ingin membangunkannya untuk sholat, tapi dia ragu. Karena hubungan mereka belum membaik. Bahkan mereka masih merasa asing.
Namun Haris pada akhirnya bangun dengan sendirinya, lantaran samar-samar mendengar suara yang ditimbulkan oleh aktivitas Liana. Tanpa banyak kata dia segera ke kamar mandi. Untuk mengurangi kecanggungan, Liana memilih keluar ke balkon sambil menatap indahnya langit berwarna jingga di ufuk timur.
"Ayah..., bunda... Aku merindukan kalian..." begitu batin Liana.
Mengingat mendiang kedua orang tuanya, membuat air mata Liana menetes begitu saja. Tak ingin Haris memergokinya bersedih, Liana segera mengusap air matanya. Liana kemudian memilih membuka ponselnya untuk mengalihkan suasana hatinya. Banyak sekali pesan masuk dan panggilan tak terjawab. Yang membuat dia tertarik adalah nama Rosa yang menyempil di antara pesan-pesan itu.
Rosa : Kak, ini beneran kamu? Kamu nikah??!!
Rosa mengirim sebuah foto yang sepertinya diambil secara diam-diam. Entah dari mana dia mendapatkan itu. Dari hasil fotonya bisa dilihat kalau si pengambil gambar bukanlah orang yang ahli.
Rosa : KAAAKK!!! ANGKAT TELEPONKUUU!!!
Pesan dan panggilan itu terjadi semalam dan berulang-ulang, ketika acara resepsi masih berlangsung. Dan Liana baru sempat membukanya. Karena semalam dia memilih bermain game untuk menghilangkan kesuntukannya. Tidak ada niatan sedikitpun untuk membalas pesan Rosa. Liana justru langsung menghapusnya.
"Kemasi barangmu!"
Suara itu sukses mengejutkan Liana. Liana pun menoleh ke arah pintu. Namun Haris sudah melenggang pergi. Liana menurut saja tanpa banyak bertanya.
___
Haris dan Liana sudah tiba di rumah kakek Sudibyo. Sesuai dengan permintaan sang kakek, mereka pun tinggal di rumah mewah itu.
"Mas Haris mau dibuatkan suatu? Aku mau ke dapur." ujar Liana.
Haris melihat nakas yang kosong, padahal dia ingin sekali minum sesuatu untuk menyegarkan tenggorokannya. Tapi karena gengsinya lebih tinggi, dia memilih menahan rasa dahaganya.
"Tidak." balasnya singkat, padat, dan dingin.
Liana hanya bisa menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan. Lalu dia beranjak dari kamar besar itu.
"Nona butuh sesuatu? Kenapa tidak telepon saja?" tanya Anisa menyambut kehadiran Liana di dapur.
"Aku ingin pergi sendiri." jawabnya dengan nada datar.
Anisa pun menautkan alisnya, menatap sang nona yang sedang menuangkan air dalam gelas. Lantaran sebelumnya Liana tidak pernah sedingin itu.
"Nona lelah banget, ya...? Mau aku pijit?" Anisa menawarkan jasanya seperti sebelum-sebelumnya.
"Tidak, Nisa. Thanks." jawab Liana setelah menghabiskan segelas air yang dituang tadi.
"Nona..., apa yang terjadi? Nona terlihat sangat aneh hari ini." kata Anisa yang tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Coba pikir, bagaimana jika kamu di posisiku...? Menikah paksa dengan orang asing yang menyebalkan seperti tuan muda kamu itu." celetuk Liana secara gamblang.
"Bukannya nona yang menyetujui hal itu sebelumnya?" gumam Anisa pelan, sambil celingukan ke setiap sudut ruangan yang terjangkau oleh matanya. Sebenarnya dia takut ada orang lain yang mendengar obrolan mereka.
"Kan sudah aku katakan alasannya. Dan aku pikir, dia nggak akan mau. Secara gitu..., dia sudah punya istri." ungkap Liana.
"Nona..., sepertinya tuan menuju kemari." bisik Anisa saat melihat Haris dari kejauhan.
"Iiih..., mengganggu saja. Aku pergi deh." ujar Liana setelah meneguk habis sisa air dalam gelasnya.
Liana pun segera pergi dari dapur. Tapi karena tidak ingin berpapasan dengan Haris, dia memilih arah yang berlawanan yang menuju ke bagian belakang rumah mewah itu.
Haris yang menyadari hal itu, hanya melirik sekilas. Selebihnya dia tidak peduli dengan apapun yang dilakukan Liana.
"Tuan butuh sesuatu?" tanya Anisa dengan sopan.
"Tolong buatkan kopi, pahit ya." katanya.
"Baik, tuan." Anisa beranjak dari tempatnya berdiri.
"Kakek pergi?" tanya Haris sambil duduk bangku pantry.
"Iya, tuan. Katanya akan pulang agak malam. Karena tuan besar pikir, tuan dan nona tidak akan pulang hari ini." begitu jawab Anisa.
"Kamu yang diperintah kakek melayani nonamu itu, benar?" tanya Haris lagi.
"Iya, tuan." balas Anisa dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Lalu kamu juga akan melakukan hal sama padaku begitu? Dimana yang lain, kenapa aku tidak melihat mereka? Dan hanya kamu yang berada di sini."
Ini kali pertama Anisa berhadapan langsung dengan tuan mudanya itu. Dan sepertinya dia mulai mengerti kenapa Liana mengatakan tuannya itu menyebalkan. Bagi Anisa, Haris sangat cerewet karena banyak tanya.
"Maaf, tuan. Bibi-bibi sedang memilah mangga di belakang. Kakek akan membagikan ke warga belakang komplek. Terus yang lain sedang mengerjakan tugas masing-masing. Sana ditugaskan di sini, jika sewaktu-waktu tuan muda dan nona Liana membutuhkan sesuatu." jawab Anisa lagi.
"Mereka memanen mangga di belakang?" sahut Haris. Anisa pun mengangguk.
"Katakan pada mereka untuk memilih yang bagus-bagus buat saya." kata Haris lagi.
"Baik, tuan."
Setelah kopi disajikan, Haris beranjak dari sana dan membawanya ke perpustakaan. Tempat favoritnya di rumah itu adalah perpustakaan. Sedangkan Anisa segera pergi ke belakang menemui para bibi.
___
Sedangkan di rumah yang lain, yakni rumah orang tua Haris. Vanya sedang bersiap untuk pergi. Dia akan kembali ke apartemen yang dia tempati bersama Haris.
"Kenapa tidak menunggu Haris, nak?" tanya bu Ameena.
"Mama, mas Haris pasti akan berkunjung kemari dengan Ana. Kalau aku di sini nanti khawatir Ana akan merasa canggung. Lagi pula aku sudah mengabari mas Haris kalau kembali ke apartemen hari ini." tutur Vanya.
"Baiklah, kalau memang kamu ingin kembali. Sering-sering ke sini ya. Mama juga akan jenguk kamu ke sana." bu Ameena mengusap bahu Vanya yang tidak tertutup sehelai kain pun.
Iya, penampilan mertua dan menantu itu sangat berbanding terbalik. Tapi bu Ameena tidak mempermasalahkan hal itu. Dia dulunya juga seperti Vanya. Tapi kemudian dia bisa berubah sedikit demi sedikit. Dia berpikir Vanya pun akan melakukan hal yang sama sepertinya di kemudian hari. Vanya pun tidak merasa canggung, karena bu Ameena menerima dan menyayanginya dengan apa adanya.
Saat mereka berada di luar, tiba-tiba datang seorang ojek online membawa satu kardus air mineral. Tanpa menunggu si abang mengatakan sesuatu, mereka berdua sudah bisa menerka kalau itu adalah mangga.
"Pasti kiriman dari papi." ujar bu Ameena sambil tersenyum.
"Iya, maa." sahut Vanya.
Handphone Vanya tiba-tiba berbunyi. Sebuah pesan dari Haris.
Haris : Mangganya sudah diterima? Bawalah untuk di apartemen juga ya. Kamu hati-hati. Aku akan segera mengunjungimu. Aku sangat merindukanmu.
Vanya : Aku juga, sayang. Terimakasih, nanti aku akan membawanya. Baik-baik sama Ana, jangan jutek terus. Atau aku akan marah sama kamu.
Haris : Sayang, aku suamimu tapi kamu malah berpihak padanya?!!!
Vanya : Sudahlah. Aku harus bantu mama, nanti aku kabari lagi.
Haris : Ok. I love you
Vanya : I love you too
Mereka mengakhiri pesan yang tidak singkat itu.
"Vanya, jangan pergi dulu. Biar bibi kemasin mangga ini buat kamu juga. Ternyata pengirimnya Haris." begitu kata bu Ameena.
Hati bu Ameena sedikit tidak nyaman saat mengatakan itu.
"Iya, maa." Vanya pun kembali masuk ke rumah.
"Jika Haris yang mengirim, itu artinya hari ini mereka sudah kembali ke rumah? Keadaan ini pasti sangat menyiksa Haris dan Liana. Sehingga mereka memilih langsung kembali. Tapi setidaknya mereka masih pulang di rumah yang sama. Ya Allah..., hamba mohon lindungilah rumah tangga anak hamba." begitulah do'a yang dipanjatkan oleh seorang ibu.
......................