Menjadi pedagang antar dua dunia? Apakah itu memungkinkan?
Setelah kepergian kakeknya, Sagara mewarisi sebuah rumah mewah tiga lantai yang dikelilingi halaman luas. Awalnya, Sagara berencana menjual rumah itu agar dapat membeli tempat tinggal yang lebih kecil dan memanfaatkan sisa uangnya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat seorang calon pembeli datang, Sagara tiba-tiba mengurungkan niatnya. Sebab, dia telah menemukan sesuatu yang mengejutkan di belakang rumah tersebut, sesuatu yang mengubah pandangannya sepenuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Pandu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14 : Wanita Cantik Yang Misterius
Setelah keluar dari bangunan tempat pertemuannya dengan Hansel, Sagara memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak. Hawa siang yang sejuk di kota itu memberinya ketenangan, meskipun pikirannya terus berputar soal apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ketika menemukan sebuah warung kelontong sederhana di pinggir jalan, perutnya terasa lapar, mengingat ia belum makan siang ini. Sagara pun memutuskan untuk singgah dan memesan makanan sederhana.
Sagara duduk di bangku kayu sambil menikmati nasi goreng yang baru saja dihidangkan. Di sela-sela suapannya, pikirannya mulai dipenuhi kecemasan. Ia sadar, uang di sakunya hampir habis. Sagara tidak ingin merepotkan para pelayan di kediaman Adyatama dengan meminta mereka untuk menyediakan makanan untuknya. Ia merasa belum layak, apalagi saat ini dirinya belum benar-benar mendapatkan uang dari pelelangan. Pikiran itu membuatnya lebih berhati-hati dalam membelanjakan sisa uangnya.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja. Sebuah pesan masuk, dan nama pengirimnya membuat Sagara tersenyum lega. Itu adalah pesan dari Hansel, mengirimkan jadwal pelelangan yang akan dilaksanakan malam ini. Sagara tersenyum puas, setidaknya hal itu memberikan harapan bahwa situasinya akan berubah setelah pelelangan.
Setelah makan, Sagara melanjutkan perjalanannya, kali ini tanpa tujuan yang jelas. Ia ingin menghabiskan waktu sambil menjelajahi kota, mempelajari jalan-jalan dan tempat-tempat penting yang mungkin akan ia perlukan nantinya. Dia sadar bahwa dia akan tinggal di sini dalam waktu yang lama, dan mengenal seluk-beluk kota adalah hal yang penting.
Ketika matahari mulai tenggelam, Sagara merasa sudah waktunya bersiap untuk acara pelelangan. Ia kembali menggunakan uang tabungannya untuk membayar taksi yang akan membawanya ke alamat tujuan sesuai dengan pesan dari Hansel. Taksi yang dikendarainya pun pergi menuju lokasi. Sesampainya, mobil taksi itu kemudian berhenti di depan sebuah pintu gerbang besar yang terbuka lebar dengan dikelilingi oleh dinding-dinding yang menjulang tinggi. Sagara menatap bangunan mewah itu dengan perasaan nostalgia. Gerbang besar itu mengingatkannya pada pertama kali ia mengunjungi kediaman Adyatama. Ia berpikir, mungkin ini adalah milik salah satu orang kaya lainnya, seperti mendiang kakeknya.
Sopir taksi yang mengantarnya, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah, melihat ke arah gerbang yang dijaga ketat. “Maaf, Nak. Tempat ini sepertinya bukan untuk orang biasa. Mungkin sebaiknya pertimbangkan kembali, siapa tahu ada masalah nantinya.”
Sagara tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Pak. Saya punya urusan di sini. Bapak bisa mengantar saya sampai dalam."
Sang sopir tampak ragu, tetapi akhirnya menuruti permintaan Sagara. Mereka melaju pelan melewati gerbang besar, di mana beberapa mobil mewah tampak berbaris di belakang mereka. Ketika taksi sederhana itu berhenti di depan pintu masuk utama, Sagara merasakan tatapan aneh dari beberapa orang yang sudah berada di sana.
Ketika Sagara keluar dari taksi, perhatian orang-orang segera tertuju padanya. Ia tetap tenang, berusaha tidak menghiraukan tatapan dan bisikan yang mulai beredar di sekitarnya. Dengan langkah mantap, Sagara berjalan menuju pintu masuk, tetapi dua penjaga yang sedang bersiaga segera menghentikannya.
“Kami butuh kartu undangan, Pak,” ujar salah satu penjaga dengan nada meremehkan. Tatapan mereka menyiratkan keraguan terhadap penampilan Sagara yang sederhana, hanya mengenakan kaos, hoodie, celana jeans, dan sepatu kets. Sangat kontras dengan tamu-tamu lain yang berpakaian mewah.
“Saya memiliki undangan dari Tuan Hansel,” jawab Sagara dengan tenang.
Kedua penjaga saling berpandangan dan kemudian tertawa kecil. “Hansel? Maaf, tapi kami tidak bisa membiarkan siapa pun masuk hanya dengan mengandalkan nama tanpa bukti. Anda harus menunjukkan kartu undangan resminya.”
"Dia pikir Tuan Hansel adalah teman mainnya?" bisik salah satu petugas kemanan itu dengan petugas lainnya. Sagara dapat mendengar jelas percakapan yang meremehkan dirinya.
Sagara menghela napas, malas melanjutkan perdebatan. Ia memutuskan untuk menepi sejenak, merogoh saku dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Hansel.
Sebelum Sagara sempat menghubungi Hansel, seorang wanita cantik dengan gaun biru elegan muncul dari arah barisan tamu. Di belakangnya, seorang pria berpakaian serba hitam yang tampaknya pengawal pribadi, mengikutinya dengan sikap siaga.
Wanita itu mendekati Sagara dengan senyum ramah. “Selamat malam,” sapa wanita itu dengan nada sopan. “Apakah Anda mengalami masalah?”
Sagara menatap wanita itu dengan rasa penasaran. Meski penampilannya begitu sederhana, wanita tersebut tampaknya tidak mempermasalahkan hal itu. Tatapan matanya jauh berbeda dari orang-orang di sekitarnya yang sibuk menilai penampilan luar.
Pengawal di belakang wanita itu, sebaliknya, memandang Sagara dengan tatapan merendahkan. “Nona, sebaiknya Anda tidak terlibat dengan orang seperti dia,” ujar sang pengawal dengan nada memperingatkan.
Wanita itu menoleh pada pengawalnya dan dengan lembut, namun tegas, berkata, “Diamlah. Saya yang menentukan dengan siapa saya berbicara.”
Ia kemudian kembali menatap Sagara. “Apakah Anda tamu Tuan Hansel?”
Sagara mengangguk pelan. “Ya, saya diundang langsung oleh Tuan Hansel. Jadi, kamu mendengarnya?”
Wanita itu tersenyum lagi, kali ini lebih hangat. “Maaf karena saya tadi tidak sengaja mendengar perbincangan Anda dengan kedua petugas keamanan. Kalau begitu, izinkan saya membantu Anda masuk. Tidak semua orang di sini paham tentang tamu penting yang sebenarnya.”
Sagara mengangguk dan mengikuti wanita itu, sementara pengawal di belakang mereka memberikan tatapan peringatan. “Pastikan Anda tidak menimbulkan masalah. Nona ini tidak seharusnya menanggung konsekuensinya jika Anda membuat kekacauan.”
Sagara hanya menanggapinya dengan anggukan kecil. Ia tahu betul posisi dan tanggung jawabnya di sini. Langkahnya tetap tenang, meskipun banyak perhatian yang tertuju padanya saat ia berjalan menuju pintu masuk bersama wanita misterius itu.
Mereka akhirnya tiba di depan pintu utama, di mana para penjaga yang tadi meremehkan Sagara kini tampak terdiam melihat wanita itu. Tanpa banyak kata, wanita itu memberikan isyarat kepada mereka untuk membiarkan Sagara masuk. Kedua penjaga itu hanya bisa menunduk patuh. Sagara memasuki gedung dengan sikap penuh wibawa. Malam ini akan menjadi malam yang penting baginya, langkah pertama menuju masa depan yang lebih besar. Dia tidak bisa mengacaukannya dan harus pulang dengan membawa hasil, seperti yang direncanakan.