Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
00014
Siang hari Zira merasa bosan kalau hanya duduk diam saja sepanjang hari tanpa melakukan apapun. Zira melangkah menuju garasi mobil, melihat berbagai mobil yang Aldan miliki. Sangat banyak bahkan ada mobil Lamborghini yang harganya sangat mahal itu.
“Dia memang pemborosan,” ucap Zira, ia heran melihat Aldan yang ternyata penyuka mobil sport lainnya.
Pandangan mata Zira salah fokus pada sepeda motor yang terparkir disudutan. Sebuah motor warior yang mencengangkan bagi Zira, ia sudah lama tidak menaiki kendaraan itu. Terakhir kali disaat Zira meminjam sepeda motor milik temannya yang bentuknya sama tentunya dengan harga yang berbeda.
Langsung saja Zira berlari kearah sepeda motor tersebut, ia melihat tertera nama kecil disana. “Alya and Aldan..” Zira tersenyum tipis.
Tidak iri sama sekali, sama sekali tidak. Hanya saja Zira kagum melihat Aldan yang memiliki rasa yang cukup besar kepada Alya. Hingga di benda seperti sepeda motor saja terdapat nama Alya, tapi kenapa ketus kepada Aila yang merupakan darah daging sendiri?
Tidak tahu apa yang terjadi dan juga Zira merasa pusing memikirkan itu semua. “Wah.. Bensinnya masih sangat banyak. Hihi, bisa dinaikin nih..” Zira malah ingin berjalan mengelilingi kota dengan sepeda motor keramat milik Aldan ini.
Disaat Zira ingin menaiki, ia mendengar suara Aila yang seperti mencari keberadaannya. Zira harus mengajak Aila untuk melakukan perjalanan ini, setidaknya akan ada teman disepanjang perjalanan.
“Aila..” Zira memanggil putri sambungnya.
Gadis kecil dengan rambut ikat dua kucir kuda itu langsung berlari kearah Zira. Sudah berganti pakaian, sepertinya sudah pulang sedari tadi.
“Ayo ikut Mama, kita jalan-jalan naik itu..” Tangan Zira menunjukkan pada sepeda motor berwarna hitam itu.
Aila ragu kala melihat bentuk sepeda motor itu karena memiliki body yang sangat besar. “Memangnya Mama bisa naikinnya? Soalnya body sepeda motor itu gede, sementara Mama kurus..” ucapan polos dari Aila membuat Zira tertawa.
“Tubuh Mama memang kecil, sayang. Tapi, soal kekuatan jangan sepelekan itu.” ujar Zira dengan sangat bangga. “Digempur Papamu berjam-jam aja Mama sanggup.. Apa lagi hanya dengan motor itu, yaelah.. Gincil!”
Perkataan Zira membuat Aila bingung. “Digempur? Memangnya Papa dan Mama perang kemarin malam?” tanya Aila, membuat Zira tersadar apa yang sudah ia katakan tadi.
“Eeee.. Bukan begitu, maksudnya..” Zira bingung harus menjelaskan seperti apa. Apa lagi tatapan mata Aila yang sangat ingin tahu, tiada henti Zira merutuki dirinya sendiri yang sudah ceroboh berbicara asal kepada anak kecil seperti Aila.
“Sudah-sudah, mau ikut tidak?” Zira mengalihkan percakapan, ia mengambil helm berwarna pink yang sudah berdebu mungkin ini milik mendiang Alya.
“Kak Alya, permisi.. Pakai barangnya ya,” ucap Zira, ia memakai helm pink menggemaskan itu. Lalu, memakaikan Aila helm mungil yang ntah apa ada disana.
Aila sebenarnya tidak mau, hanya saja Zira tidak akan meninggalkan Aila seorang diri. “Ma, pelan-pelan ya.. Jangan balap balap,” pinta bocil itu kepada Zira yang sudah menyalakan mesin sepeda motor.
“Iya, sayang..” Zira senang mendengar suara sepeda motor Aldan yang sangat menyala kalau kata anak-anak negeri tektok.
Pintu garasi terbuka otomatis kala Zira mulai melaju. “Pegang Mama erat-erat, sayang. Kita akan berjalan-jalan!” ucap Zira dengan penuh semangat. Aila memeluk sang Mama dengan sangat erat, ia takut tapi juga penasaran akan seperti apa kota kalau dilihat dengan menaiki sepeda motor.
•
Sementara itu di sisi lain, Aldan baru saja selsai meeting yang cukup melelahkan. Untungnya berjalan dengan lancar dan para kolega juga puas dengan kinerja Aldan dan juga Liam. Tidak ada yang membuat Aldan senang kecuali itu, setidaknya masalah hidup mulai menipis.
Liam masuk dengan membawa kerdus, tidak tahu apa isinya. “Tuan, kau mendapat kiriman dari Nyonya besar,” ucap Liam.
“Apa?” tanya Aldan, sekali pun masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada tapi sesekali Aldan melihat kearah kerdus yang kini ada di mejanya.
Liam penasaran juga sebenarnya, ia membuka kerdus itu dihadapan Aldan. “Emm..” Liam tidak tahu mau berkata apa, yang ada ia ingin tertawa saja.
“Apa itu?” Kedua alis Aldan seakan mau mengkerut kala melihat sebotol minuman dan juga madu ditangan lain Liam. “Bunda ngirim apa si?” Aldan kesal, ia merebut botol itu dari tangan Liam.
Membaca dengan seksama khasiat minuman itu, seketika bola mata Aldan seakan mau keluar membaca khasiat dari minuman yang ia pegang.
“Obat kuat?” Aldan tidak mengerti apa maksud bunda Claudia mengirim semua ini.
“Maksud Bunda apa mengirim ini semua?” Aldan kesal tentunya, sang Bunda selalu ada ada saja melakukan hal yang tidak terduga. Aldan melihat ada kertas dibawah botol yang masih ada didalam kerdus, pasti ada pesan disana.
Isi kertas:
Aldan, Bunda sungguh meragukan keahlianmu dalam hal ranjang. Hal itu yang membuat Bunda mengirim obat kuat itu.. Mengingat istrimu masih sangat muda, jangan sampai kau kekurangan memberikan nafkah batin untuknya.
Hei jangan marah, bagaimanapun kau sudah menduda lama. Bunda takut aja kalau mungkin kau sudah kaku atau sudah tidak bergairah lagi.
Aldan meremas kuat kertas itu, ia menggelengkan kepala saja melihat ulah sang Bunda. “Seharusnya Bunda tahu seperti apa kemarin malam aku membuat Zira merintih, pasti menyesal sudah menduga seperti ini yang terjadi pada diriku..” gumam Aldan didalam hati.
Memang Aldan membantah setiap apa yang bundanya katakan, hanya saja Aldan sedikit kepikiran jadinya. “Tapi, yang dikatakan Bunda sedikit benar. Zira masih sangat muda, gairahnya cukup tinggi kalau dari yang aku rasakan. Umur kami berbeda jauh, aku sudah tua sementara dia masih sangat muda..”
“Jangan sampai aku kekurangan atau bahkan tidak memiliki tenaga lagi untuk memuaskan istriku. Sungguh hal itu sangat memalukan,” gumam Aldan didalam hati.
Ntah kenapa jadi overthinking sendiri, Aldan panik juga tentunya. “Hem..” Aldan menatap serius botol jamu itu.
“Tuan, di buang saja ya?” tanya Liam, ia menanyakan pasti karna merasa jika Aldan tidak akan suka dengan apa yang Bunda inginkan.
“Tidak perlu, simpan saja didalam mobil,” Jawaban Aldan membuat Liam sangat terkejut. “Jangan banyak tanya, cepat lakukan!” perintah Aldan lagi.
“Kau ragu akan kekuatan_”
“Liam…!”
“Ah baiklah, Tuan.. Setidaknya setiap malamlah, berikan aku keponakan cowok agar bisa aku ajak tinju nih!” ucap Liam yang mana langsung melangkah pergi dengan membawa kardus itu.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila