NovelToon NovelToon
Penyesalan

Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

Semua itu karena rasa ego. Ego untuk mendapatkan orang yang dicintai, tanpa berfikir apakah orang yang dicintai memiliki perasaan yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Hari sudah beranjak petang, layar ponselku menunjukkan saat ini sudah pukul 20.00. Aku membuka kotak pesan, dan juga wa, namun tak satupun ada pesan masuk dari mas Adam. Itu artinya ia tak mencari ku, ia tidak mengkhawatirkan keadaanku. Angin malam mulai terasa menusuk kulitku. Kali ini aku telah duduk di taman kota yang lokasinya tak begitu jauh dari lokasi Rumah Sakit tempat Selia dirawat. Aku memandangi orang-orang yang berlalu lalang sambil menikmati sekotak cilok dan segelas jus jeruk.

Tiba tiba cincin di jari manis ku menyita perhatianku, aku mengelus cincinku dengan jari tangan kiriku.

"Indah sekali" ujarku lirih seraya tersenyum sedih. Aku pun melepas cincin nikah yang kupakai di jari tengah tangan kananku. Kemudian menyimpannya ke dalam tas ku. Saat ini mas Adam tengah berduaan dengan Selia, lalu buat apa aku masih memakai cincin nikah ini.

"Haiii... bisa duduk di sini?" seorang pria menghampiriku, dengan senyum mengembang di pipinya.

"Ya, silahkan" ujarku setelah kuamati ia sepekian detik, sepertinya dirinya bukanlah orang jahat.

"Sendiri aja mbak?" tanyanya, ku tahu itu hanya basa-basi.

"Iya pak" ujarku, dari setelannya sepertinya ia orang kantoran, jadi lebih cocok ku panggil bapak saja meski tampaknya kami seumuran.

"Hahhaha, tak perlu di panggil bapak, panggil saja Romi, atau Mas Romi" ujarnya, aku mengangguk.

"Iya Mas Romi"

"Kalau nama mbak siapa?" tanyaya lagi.

"Nama saya Zara Amani, biasa dipanggil hanya Zara saja." ucapku, kemudian memasukkan cilok ke mulutku. Ia mengangguk angguk.

"Kamu asli orang sini?" tanyanya.

"Ya, saya asli orang sini, hanya saja saya bukan asli kecamatan sini, saya berasal dari kecamatan sebelah" ucapku.

"Ohhh, terus ke sini ada keperluan apa?" iya terus bertanya, sebenarnya aku malas berbasa basi begini. Tetapi, kalau tak dijawab kesannya menjadi tidak sopan dan sombong.

"Ada keluarga yang sakit dan di rawat di rumah sakit warisan bunda. Jadi, saya ke sini cari angin sebentar" ujarku.

"Ohhh, iya ya. Jadi kapan rencananya balik ke rumah mbak?" Aku menatapnya, pandangan kami beradu  untuk sepersekian detik. Bisakah dia membaca fikiranku, atau bisakah dia mengerti aku malas menjawab pertanyaan apapun saat ini.

"Maaf kalau saya banyak tanyak mbak. Saya lagi galau soalnya mbak" ucapnya, dan aku tak perduli. Memangnya tingkat kegalauan dia bisa mengalahkan tingkat kegalauan ku saat ini begitu? Saya rasa tidak.

"Ibu saya baru meninggal 1 Minggu yang lalu, dan kemarin adalah tepat penutupan tahlilannya untuk yang ke tujuh hari. Saya anak tunggal mbak, tidak punya saudara mara manapun. Ayah saya sendiri sudah lama bercerai dengan ibu saya. Dan dia telah sibuk dengan keluarganya. Di rumah hanya ada saya seorang, para kerabat jauh telah pulang ke kampungnya masing masing. Saya rindu ibu saya mbak. Hinggalah saya ke sini, sebab dulu aku dan ibu sering berkunjung disini. Dan kursi ini adalah tempat paforit kami. Aku duduk di sini dan ibuku duduk di tempat mbak duduk saat ini. Jika mbak tidak percaya, ini saya tunjukkan photo saya da ibu saya saat duduk di taman ini." Ia merain ponselnya, dan jarinya berselancar di atas layar benda pipih bernama ponsel itu.

Di photo tersebut tampak dirinya dan ibunya, duduk di kursi ini dengan posisi duduk persis seperti yang ia ucapkan tadi. Aku jadi merasa bersalah karena telah merasa menjadi orang paling berduka saat ini.

"Aku turut berduka dengan musibah yang telah menimpamu. Maaf jika saya tadi terkesan tidak menanggapi pertanyaan kamu dengan baik. Itu karena suasana hati saya saat ini pun sedang tidak baik," jawabku tak bersemangat.

"Apakah itu karena cinta?" tanyanya, aku menatapnya. Apa itu cinta? Pantaskah aku menceritakan soal percintaan ku yang konyol kepada orang asing ini? Kurasa tidak.

"Ahh bukan krena cinta, tapi karena hal yang lain. Lupakan saja." Ucapku, dan ia mengangguk pelan. "Oh ya, kalau kamu apakah kamu asli orang sini?" tanyaku kemudian.

"Ya, aku asli orang sini. Dan bekerja juga di sini" ucapnya, aku mengangguk angguk.

Kami mengobrol cukup lama, ia orangnya ramah dan juga sopan. Selama obrolan, tak sedikitpun ia menyinggung atau membahas hal yang tak senonoh denganku. Darinya, aku tahu kalau dia adalah pemilik usaha percetakan di depan rumas sakit warisan bunda. Dan ternyata usaha percetakannya sudah tersebar di beberapa kecamatan di kabupaten ini, bahkan di kecamatan tempatku tinggal saat ini pun ternyata ada cabang usaha percetakan miliknya. Dan, saat ini ia baru saja pulang dari rapat dan memutuskan untuk langsung ke taman ini, untuk mengobati kerinduannya kepada Ibundanya.

"Oh ya, malam sudah semakin larut, kamu tidak mau pulang? Biar aku antar" ujarnya, aku lirik jam di ponselku, tak terasa waktu berjam jam sudah habis. Jam di ponselku menunjukkan bahwa saat ini sudah pukul 22.00.

"Astaga... Ini sudah malam sekali, tidak apa apa aku bisa pulang naik angkutan umum" ucapku, seraya bergegas pulang.

"Tidak apa apa, biar aku antarkan, sebab jalan ke rumahku sekalian melewati jalan ruma sakit bunda," ujar mas romi

"Tidak apa apa?" tanyaku lagi tak enakan.

"Tidak apa apa, santai saja" ujarnya, aku pun diantarkan oleh mas Romi dengan menggunakan mobil. Sepanjang perjalan ia banyak bercerita, beda jauh jika aku satu mobil dengan kak Adam di mana kami akan saling diam tanpa suara. Jika berbicarapun itu hanya hal penting penting saja.

Setelah berkendara 5 menit lamanya, aku pun sampai di depan rumah sakit warisan Bunda.

"Terimakasih banyak mas " ucapku, ia mengangguk dan tersenyum.

"Sama sama, salam buat keluarganya mbak Zara, saya berdoa semua keluarganya yang sakit lekas sembuh, agar bisa cepat kembali ke rumah," ujarnya ramah, aku hanya tersenyum saja.

Kemudian mas Romi melajukan mobilnya da mengklekson ku sekali sebagai tanda pamitan. Setelah mobilnya menjauh barulah aku beranjak menuju ruangan di mana Selia dirawat.

Aku melewati lorong ini, syukurnya meski sudah malam lorong rumah sakit ini masih ramai orang lalu lalang. Ada yang membawa selimut, termos, botol akua, makanan, atau hanya sekedar duduk di kursi kursi yang ada di lorong.

Aku menjejaki lorong dengan hati yang dingin. Setelah cukup lama berjalan, sebab memang rumah sakit ini begitu luas. Akhirny aku sampai di ruangan di mana Selia di rawat

Sebenarnya, aku agak segan dan enggan kembali ke ruangan itu, sebab aku merasa seperti pihak ketiga di hubungan kak Adam dan Selia. Padahal, aku adalah istri sah kak Adam. Tetapi tetap saja aku merasa seperti orang ketiga di hubungan mereka berdua.

Dari kaca pintu aku mengintip, Selia tengah tidur sendiri. Tetapi ke mana kak Adam? Aku meraih ponsel ku, dan mengecek apakah ada pesan wa, pesan biasa, atau panggilan yang masuk dari Kak Adam. Dan itu tidak ada sama sekali. Bahkan meski aku telah menghilang sampai selarut ini di kota orang, tetap saja kak Adam tak memperdulikan ku.

Aku pun memberanikan diri untuk menekan gagang pintu dengan pelan, agar suaranya tak membangunkan Selia. Aku masuk dengan mengendap-endap. Dan... aku tertangkap basah oleh Adam. Mas Adam menatapku dengan sorot tajam. Nafasnya naik turun. Aku terpaku tak bergerak, seolah olah tubuhku telah terpanah oleh tatapan kak Adam, yang membuatku tak bisa bergerak lagi.

Ku lihat mas Adam beranjak mendekat ke arahku.

"Ikut aku keluar, aku tak ingin Selia terbangun jika kita berbicara di sini" ujar mas adam, kemudian lebih dahulu keluar ruangan, tanpa menunggu jawabanku apakah aku bersedia mengobrol saat ini atau tidak. Tetapi, aku memilih mengalah dan mengikuti langkahnya ke luar ruangan.

*****

"Darimana saja kamu seharian tidak pulang?" tanyanya, ia berdiri memunggungi ku, namun wajahmya ia miringkan sedikit ke samping barangkali untuk menatapku.

"Aku..." ucapku ragu, takut ia marah sebab aku pergi tanpa pamit.

"Aku tidak perduli ke manapun kamu pergi, jadi kamu tidak perlu jawab apapun" ucapnya seraya membalik badannya jadi menghadapku. Ia menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan. Kedua tangannya terlipat di dada.

"Kamu dengar, aku tidak perduli ke manapun kamu pergi, dan dengan siapa. Aku tidak perduli." Ucapnya sekali lagi mempertegas kepada diriku, aku mengangguk pelan. Aku cukup mengerti dengan kalimatnya, tanpa ia harus mengucapkannya lagi. Sebab itu sangat menyakiti hatiku.

"Kamu tahu, wanita yang di rawat di ruangan sana adalah Selia kekasih hatiku. Mantan istriku dulu. Aku menyesal karena Selia hadir di saat aku telah menikah denganmu" ucapnya prustasi. Apakah dia akan menceraikanku saat ini juga? Ku harap tidak.

"Tadi, aku sudah berbincang dengan dokter yang menangani Selia, dokter bilang Selia harus di rawat di rumah sakit ini selama kurang lebih 6 hari. Dan aku juga sudah mengobrol dengan Selia, dan Selia mengatakan ia tak punya sanak saudara di sini yang akan merawatnya. Jadi, aku putuskan bahwa aku lah yang akan merawat dan menemaninya selama 6 hari ini." Mas Adam berbicara panjang kali lebar. Aku menatapnya tak percaya. Selia bukanlah mahram mas Adam, dan aku sangat tahu sekali bahwa mas Adam adalah seorang pria yang terjaga yang tak akan mau berduaan dengan perempuan non mahramnya meski hanya dalam waktu yang sebentar. Tetapi apa kali ini dia yang memutuskan sendiri untuk menemani Selia yang notabene nya bukanlah mahramnya dalam waktu 6 hari atau sama dengan 144 jam.

"Kamu tak perlu berfikir yang tidak tidak, sebab ada perawat wanita yang akan mengganti bajunya, aku hanya menemani dan menyuapi dia makan saja." ucapnya lagi.

"Tetapi, aku tak butuh persetujuan mu, aku menjelaskan semua ini agar kamu tahu untuk pulang sendiri besok pagi. Aku tak bisa mengantarkan mu pulang, jadi pulanglah dengan kendaraan umum, bus atau apapun itu." Sambungnya. Aku mengangguk pelan, hatiku sungguh sakit sekali. Ternyata benar tak sedikitpun dia menganggap ku ada.

"Oh ya, malam ini aku harap kamu menginap di hotel saja. Sebab aku mengatakan kepada Selia bahwa aku mengantarkannya sendiri ke rumah sakit ini, aku juga belum menceritakan kalau aku sudah menikah lagi. Jadi, menginapkan di hotel dan berangkat dari sana. Apakah kamu tidak punya uang? Baiklah, aku akan mentfnya, berapa nomor rekeningmu?" tanyanya, ia berbicara gampang sekali. Ia sama sekali tidak memikirkan perasaanku yang sudah hancur berkeping keping saat ini.

"Tidak perlu, aku ada uang sendiri. Kembalilah ke ruanganmu, kasihan Selia tak ada yang menemani. Aku akan menginap di hotel dan pulang pada esok pagi, seperti yang mas Adam katakan." ucapku berusaha tegar.

"Baguss sekali, kalau begitu aku pergi dulu" ucapnya seraya tersenyum, ini adalah pertama kalinya ia tersenyum kpadaku setelah pernikahan kami.

Aku melangkah dengan lunglai menyusuri lorong rumah sakit. Aku tak memperdulikan orang orang yang berlalu lalang. Ini sudah jam sepuluh lewat, aku berhenti tepat di pinggir jalan raya. Bibirku tersenyum kecut.

"Hahahha lucu sekali bukan, seorang istri sah kalah dengan mantan istri." Aku berbicara sendiri seraya tertawa kecewa, di jalanan masih ramai kendaraan berlalu lalang.

Aku tak tahu daerah sini, aku tak tahu di mana ada penginapan di sini. Aku pun mengeluarkan ponselku, dan mencari tahu melalui peta maps. Dan yah, ketemu. Tak jauh dari sini ada penginapan yang murah dan aman. Aku pun memesan ojek online untuk mengantarkan ku ke sana. Sesampainya di Penginapan lebih tepatnya di In The Kos Melati, aku pun langsung memesan sebuah kamar.

"Ini kucinya mbak, KTP nya kami tahan ya mbak, besok jika hendak check out KTPnya akan kami berikan," ujarnya.l resepsionis dengan ramah, aku pun mengangguk setuju. Barang kali mereka takut jika kunci kamarnya lupa aku kembalikan.

Ruangan ini cukup sederhana, ya jelas saja ini hanya in the kos bukan hotel bintang lima. Kak Adam mungkin mampu membayar ku untuk menginap di hotel termahal di kota ini, tetapi aku tak ingin memakai uangnya untuk sekedar menginap saja. Biarlah hanya menginap di in the kos, yang penting pakai uang sendiri.

Aku merebahkan tubuhku di sini. Ke dua netraku memandang ke arah langit langit ruangan. Tak terasa netraku memanas, bulir bulir bening air mata berhasil menetes dari pipiku. Aku kembali terbayang wajah ayah dan ibuku. Kira kira apa respon mereka jika mengetahui aku menghadapi hal serumit ini. Apakah mereka akan menyuruhku menyerah dan bercerai atau bertahan dengan segala badai yang menerjang? Aku bingung.

"Ting..." Ponselku berbunyi, aku mengelap air mataku, bibirku sedikit mengukir senyum, barangkali itu adalah pesan dari kak Adam, yang menanyakan keberadaan ku saat ini.

Aku mengecek ponselku, tetapi itu bukan chat dari kak Adam melainkan dari kak Romi.

[Assalamu'alaikum, sudah tidur, save ya ini nomor saya Romi yang tadi jumpa di taman kota]~0812-3677-####

[Wa'alaikumussalam, baik kak Romi, saya save] balasku segera. Kemudian aku mengsave nomornya dengan nama Kak Romi.

[Eh belum tidur ternyata] balasnya dengan stiker tertawa

[Iya kak Romi, ini saya mau tidur] balasku pula.

[Ya sudah, kamu tidurlah. Bagaimana keadaan keluargamu tadi, apakah sudah mendingan?]~kak Romi.

[Aku tak sempat melihatnya, tadi saat aku sampai ia sudah tertidur. Dan aku pula saat ini menginap di in the kos melati sebab kalau ramai ramai di ruangan itu takutnya mengganggu yang sakit.] balasku.

[Oh ya, jadi kamu berapa lama nginap di in the kos melati?] ~ Kak Romi

[Hanya untuk malam ini, besok aku akan kembali ke kotaku. Btw, kalau dari sini biasanya naik apa kalau mau ke kecamatan Panji?] Tanyaku, aku tak tahu kalau ke kotaku mau naik apa, memang ada internet, tapi tak ada salahnya bertanya langsung dengan ornag yang sudah sering berangkat dari kota ini ke kotaku.

[Bisa naik travel, atau bus antar kota, stasiunnya ada di jalan Damar, kamu lihat saja di maps.]~ Kak Romi.

[Tapi besok aku juga mau ke kota Panji, untuk mengecek cabang percetakan milikku. Berhubung daerah tujuan kita sama, bagaimana jika kamu berangkatnya bareng aku aja, besok pagi jam 8 aku akan menjemputmu dari in the kos melati. Bagaimana] ~ kak Adam.

Aku lama berfikir. Tetapi bukankah kak Adam juga sedang berduaan dengan Selia? Lagipula aku juga tidak tahu pasti bus di sini bagaimana. Dan uangku juga sudah menipis. Hanya beberapa jam saja, rasanya tak ada masalah untuk itu.

[Terimakasih banyak kak Romi, saya setuju] balasku dengan emot tangan tertangkup diakhir kalimat.

[Ok, good night] ~ Kak Romi

Aku tak membalasnya lagi, seharusnya kak Adam yang mengucapkan good night kepadaku, bukan orang lain.

1
Tiawa Mohamad
kenapa ceritanya gantung lanjut thor
shanum
sampai sini dlu, mampir di "cinta dibalik heroin"
Ariani Indah Utami
?
Ariani Indah Utami
...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!