"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biarkan mengalir
"biarkan ku titipkan rinduku pada alam yang lepas, meski air mata tak lagi bisa menjadi saksi, betapa perihnya mencintai tanpa bisa memiliki, aku tetap mendamba mu, meski waktu kian berlalu.🥀"
Kedua matanya masih enggan terbuka, tetapi beberapa orang sudah datang membawa beberapa koper di tangannya. Tak ingin bertanya, karena Raina tahu ingin apa mereka. Tanpa di minta, beberapa orang membersihkan tubuhnya, seseorang lagi dengan gesit memeriksa suhu tubuhnya, dan mencoba mengira-ngira.
Tak lama, bergantian lagi membawa satu nampan berisi penuh makanan, lengkap dengan buah, serta minuman.
"jangan beri dia susu, dia akan meminum obatnya lebih dulu." terdengar seseorang menahan susu yang akan di berikan kepada Raina. Sementara beberapa orang lain, menyuapinya dengan sup hangat, dan juga memberinya sedikit buah, hingga bagian akhirnya memberinya sebuah pil, dan juga sirup.
"nona, anda ingin warna apa hari ini?" tiba-tiba seseorang mengajaknya berbicara. Dengan pelan, Raina mendongak menatap wajah bersih seorang yang sedang sibuk merapikan beberapa gaun miliknya.
"apa saja, terserah." jawab Raina mencoba tersenyum ramah.
"baiklah,"ujarnya lagi, dengan segera mencoba menempelkan beberapa gaun yang berada di ranjang itu.
"akan ku kecilkan lebih dulu, bagian pinggang ini terlalu besar, sementara bagian dada ini terlalu kecil." ujarnya dengan tersenyum.
Raina hanya terdiam saja, menyaksikan kesibukan beberapa orang yang berada di ruangan yang sama dengannya. Jujur saja, Raina tidak memiliki semangat apa pun kali ini, dia bahkan sudah pasrah pada garis hidupnya.
Padahal, dulu Raina pernah bermimpi akan memakai gaun berwarna putih yang indah, saat dia menikah dengan seseorang yang sangat di cintai olehnya. Namun, kini mimpi itu tinggalan mimpi, yang tidak pernah bisa menjadi nyata, karena pada kenyataanya, dia menikah dengan orang yang tidak di kenal, boro-boro saling mencintai, tidak sakit di kemudian hari saja sudah cukup.
Tubuh Raina sedikit lebih baik, setelah di bersihkan, dan perutnya yang sudah terisi makanan, serta obat yang juga sudah di minum olehnya, membuatnya sedikit bertenaga.
Bau tubuhnya kini sudah semerbak wangi, tidak seperti kemarin, saat dia berada di luar. Lagi pula, tubuhnya sudah di rias dengan sedemikian, sehingga wajahnya yang cantik terlihat dengan jelas.
"lihatlah, wajahmu sangat cantik. Dan, gaun ini, membuat mu terlihat seperti princess." ujar perias itu dengan tersenyum puas. Sementara Raina yang mendengarnya hanya tersenyum kecil.
"Akhirnya, selesai." ujar mereka lagi, ketika melihat Raina sudah tampak rapih, dan juga terlihat siap untuk menjadi pengantin wanita.
"lama sekali, sudah belum?" tanya Bara dengan sedikit berteriak, sebelum akhirnya dia masuk ke kamar yang di pakai oleh Raina semalam.
"tuan putri anda, sudah siap tuan." ujar salah satu dari mereka, Bara hanya menatap sekilas, hingga akhirnya memberi isyarat kepada mereka untuk meninggalkan mereka berdua.
Raina yang masih duduk di tepi ranjang, hanya tertunduk saja. Dia tidak berani menatap Bara, yang sudah pasti mengerikan untuknya. Akan tetapi, tanpa di duga, Bara segera meraih Raina, dan menggendongnya.
" aku tidak tahu bagaimana kedepannya, yang jelas aku akan memperlakukan mu dengan baik, jadi berpikirlah dulu, sebelum kamu berbuat buruk untuk ku." ujar Bara dengan datar, dan tidak melepaskan Raina sama sekali yang berada di kedua tangannya.
Sementara Raina yang mendengar ucapan Bara masih terdiam, dia bingung harus bereaksi apa. Apakah harus tersentuh dengan ucapan Bara barusan, atau justru merasa itu adalah sebuah peringatan.
****
Raina yang mengatakan bahwa dia tidak memiliki keluarga sama sekali, semakin mempermudah proses pemberkasan pernikahan mereka. Bahkan, keduanya sudah dinyatakan sah menikah, baik secara agama, maupun negara.
Tadinya, Bara ingin melakukan pernikahan secara agama saja, akan tetapi Raina menolak. Meski keduanya tidak saling mencintai, dan terkesan seperti sedang main-main, Raina tak ingin terlihat sebagai wanita simpanan.
Setidaknya, hubungan sakral itu benar-benar bisa di buktikan suatu hari kemudian. Bara tidak merasa keberatan, dan mengenai kekasihnya, dia bahkan melupakannya akhir-akhir ini.
Lagi pula, Bara sudah tahu, bahwa kekasihnya itu tidak sungguh-sungguh ingin bersamanya. Nyatanya, dia tidak pernah bersedia menikah dengannya, dan selalu berbelit dengan berbagai macam alasan. Tetapi, orangnya menemukan dirinya bersama pria lain. Yang artinya, dia benar-benar tak ingin bersamanya.
"kita sudah menikah hari ini, jadi kamu tinggal bersama ku." ujar Bara dengan menatap Raina yang masih menatap jalan raya melalui jendela mobil mereka. Mobil yang biasa di kendarai Bara seorang diri, kini di supir oleh orang suruhan Bara.
"tenang saja, aku akan memberitahu mu beberapa hal yang perlu, dan tidak perlu kita lakukan." kata Bara lagi, ketika melihat Raina yang masih terdiam tanpa bersuara apa pun.
"aku boleh ke rumah ku sebentar?" tanya Raina tiba-tiba, membuat Bara sedikit heran.
"mau apa?" tanya Bara heran.
"aku dari kemarin tidak masuk kerja, dan tidak memberitahu mereka sama sekali, aku yakin, mereka menghawatirkan ku." ujarnya dengan panjang lebar.
"okey, tapi sebentar ya." jawab Bara dengan pelan.
Tetapi Raina berpikir ulang, tidak mungkin dia menemui mereka dengan memakai gaun pengantin. Jadi, Raina membatalkan niatnya. Mungkin, besok Raina akan datang berkunjung lagi, tetapi tidak untuk sekarang.
"langsung saja, aku tidak jadi." ujar Raina dengan pelan, ketika mobil yang di tumpangi olehnya berhenti di dekat rumah yang biasa dia tinggali.
"loh, tidak jadi?" tanya Bara dengan heran.
"tidak sekarang, mungkin besok saja." jawabnya pelan.
"lagi pula, punggung ku merasa lelah." sambungnya lagi.
" okey, kita langsung pulang saja kalau begitu." kata Bara dengan memberi isyarat kepada supir untuk kembali berjalan.
Selama di perjalanan, keduanya sama-sama terdiam. Tidak ada yang memulai pembicaraan di antara mereka. Raina fokus dengan isi di kepalanya, sedangkan Bara sibuk dengan ponsel miliknya.
Bara melirik Raina sekilas, melihat wajahnya yang terlihat gusar, Bara segera kembali memasukan ponselnya kembali, kedalam jas miliknya.
"kemari," ujar Bara pelan, kedua tangannya menepuk pelan pahanya. Memberi isyarat kepada Raina untuk mendekat, Raina segera menoleh ketika mendengar Bara berucap.
Raina menurut saja, ketika diminta untuk meletakan kepalanya di kedua paha Bara. Seketika, kedua tangan Bara mengusap lembut rambut Raina.
"apa yang sedang mengganggu pikiran mu?" tanya Bara dengan pelan. Raina tidak menjawab, dia hanya menggeleng pelan..
"tidak perlu pikirkan apa pun, aku pastikan kamu baik-baik saja, selagi kamu tidak berbuat macam-macam." mata Bara dengan jelas, kedua tangannya meraih wajah Raina untuk menatapnya.
"iya," Jawa Raina dengan datar. Kedua matanya tidak berani menatap Bara terlalu kama.
"apa aku boleh meminta satu hal lagi?" tanya Raina dengan pelan.