NovelToon NovelToon
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Kisah cinta anak SMA terhadap seorang dokter tampan yang baru saja dikenalnya di sebuah pesta ulang tahun temannya. Sonia demikian mabuk kepayang dan jatuh cinta pada dokter Monark, tanpa dia menyadari bahwa dia menjadi target sang dokter. Segala nasehat kakaknya tentang pribadi sang dokter, sama sekali tidak didengarkan. Tapi situasi bisa saja berubah. Bagaimana kelanjutan cinta Sonia dengan dokter Monark?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14 : PERTENGKARAN BEKAS KEKASIH

Selama berlibur di rumah Shisi, diadakan pembagian tugas di dapur. Tiap hari dua orang bergilir memasak. Idham dan Monark juga kena. Tapi pagi ini, setelah acara jogging, yang bertugas adalah Shisi dan Zaza.

    "Wah, harus sedia jatah dobel hari ini!" seru Idham.

    "Lho?" semua orang merasa heran.

    "Kalau masakan sudah siap nanti, pasti cuma tinggal separuh, sebab separuhnya lagi sudah habis dicicipi Zaza!"

    "Ha......ha......ha"

    "Awas kau, Dham!" ancam Zaza cemberut. "Sentimen ya, kau sama aku! Nanti mangkuk supmu aku beri kecoa!"

    "Ah, aku jangan dipasangkan dengan Miana, dong?" protes Sonia. "Aku minta dengan Monark aja. Masa dia di pasang sama Idham? Sama sama cowok! Nanti sayurnya tidak cukup matang!"

    Kirana tidak setuju. Sonia tidak boleh dekat dekat Monark, malah harus di pisah! "Kalau keberatan cowok dengan cowok, kau boleh bekerja dengan Idham. Monark biar dengan Alia atau Miana."

    Idham cengar cengir sumringah sementara Sonia mendelik pada kakaknya. Huh. Dia lebih keberatan lagi di suruh berdempetan di dapur dengan Idham. Jadi dia terpaksa menerima juga Miana sebagai partner.

    Menjelang makan siang, Monark muncul. Wajahnya lesu. Dia kelihatan letih sekali.

    "Benarkah subuh tadi kau ke rumah sakit?" tanya Sonia sambil menuangkan air untuknya.

    "Ya," dia mengangguk. "Terima kasih. Cukup." Lalu diteguknya air itu seperti orang yang hampir mati kehausan. "Tadi ada telepon untukku. Pasienku ada yang gawat. Perlu di defibrilasi, diatur kembali ritme jantungnya. Ber jam jam aku berusaha mempertahankan nyawanya, sampai lupa sarapan. Untunglah akhirnya berhasil juga." Monark menghela napas puas.

    Betapa lega hati Sonia. Dugaannya betul, Monark nya bukan ke sana untuk pacaran dengan suster! Timbul rasa prihatinnya sekarang.

    "Jadi kau belum sarapan?" serunya kaget. Monark melihat Kirana mendelik ke arah adiknya, namun Sonia tentu saja tidak melihat. Seandainya melihatpun, pasti dia takkan peduli.

    Monark menahan senyum melihat Kirana mendongkol.  Dia sengaja duduk di ujung meja, berhadapan dengan Kirana. Ada kegembiraan meletup letup dalam hati melihat gadis itu terpaksa buang muka berkali kali agar tak usah berpandangan dengannya.

    Monark menanti dengan sabar saat saat di mana akan dibuatnya gadis itu merasakan pembalasannya. Akan dinikmatinya saat itu dengan sempurna.....! Bahkan sekarangpun dia sedang menikmatinya. Pelan pelan dia menyeret Kirana ke lembah pembalasan dendam yang tak berdasar, dengan menyeret pula Sonia, si hijau yang tak punya pengalaman. Ha...ha...ha....

    Selesai makan siang, semuanya beristirahat di kamar masing masing. Sonia mencoba tidur, tapi tidak berhasil. Akhirnya diambilnya sebuah novel dan dibacanya sambil berbaring. Karena keasyikan membaca, tanpa sadar dia mulai merasa mengantuk. Tahu tahu, matanya yang berat sudah menutup. Bukunya terlepas ke lantai.

    Entah berapa lama dia terlelap. Mendadak dia merasa terganggu oleh suara suara yang cukup keras di dalam mimpinya. Dia terbangun. Suara bising itu masih ada. Hm. jadi bukan mimpi, pikirya. Datangnya dari lantai bawah.

    Kamar Sonia terletak di sebelah timur, menghadap ke kebun belakang yang luas. Di deret itu cuma ada dua kamar. Yang ke dua ditempati oleh Kirana. Selebihnya merupakan deretan kamar mandi. Di sebelah barat terdapat empat kamar, diisi oleh yang lain lain.

    Sonia bangkit pelan pelan dari tempat tidur, lalu melangkah ke jendela. Dia tidak dapat melihat ke bawah jendela yang menonjol merupakan balkon kecil. Rupanya yang bercakap cakap itu berada di bawah balkon. Mereka bukan sekedar bercakap cakap!!!! Mereka bertengkar!

    Dia tak perlu melihat orangnya. Sidah dikenalnya suara mereka. Monark. Dan kakaknya. Suara Monark yang biasanya lembut kedengaran kasar. Suara Kirana yang pendiam juga melengking penuh kemarahan. Heiii, ada apa ini? Mengenai dirinya? Dia jadi ingin tahu.

    Dengan bersandar ke relung jendela, dipasangnya telinga. Suara mereka jelas sekali, seakan mereka tak takut ada yang nguping. Barangkali mereka sangka Sonia sedang tidur nyenyak. Ataukah mereka tak peduli andaikan gadis itu nguping juga?

    Kedua orang itu memang tengah bertengkar. Di bawah jendela terdapat dua kursi kebun bercat putih. Di tengah rerumpunan bunga aneka warna rasanya tak pantas mereka berdua bicara demikian meluap luap. Namun Kirana sudah tak bisa lagi mengagumi keindahan di sekitarnya. Tangannya memegang ttangkai kursi erat erat, seolah kuatir telapaknya akan melayang lagi seperti di kantor Monark tempo hari.

    Monark tidak kurang pula beringasnya. Dengan wajah terjulur ke depan mendekati Kirana, matanya nanar menatap sementara suaranya mendesis bagaikan ular yang siap menerkam.

    "Sekali lagi aku tegaskan padamu, aku memang berniat menyakiti hati adikmu! Melalui dia aku akan bisa membalaskan dendamku padamu! Akan kurampas hatinya. Untuk kemudian aku campakkan. Dia akan patah hati. Begitu juga kau! Kau akan merana melihat nasib adikmu kelak!"

    "Iblis!"

    "Aku memang iblis! Karena itu permintaankupun permintaan iblis. Kau mohon agar jangan kuganggu adikmu? Boleh! Syaratnya seperti yang kukatakan tempo hari!" Monark tertawa sinis sekali. Tanpa sadar tangan Kirana sudah terangkat dan melayang..... namun Monark dengan sigap menangkap dan memuntirnya.

    "Ingat, jangan coba coba menamparku!" katanya bengis. "Sudah lupa pelajaran tempo hari? Atau belum kapok?"

    Sonia mengerutkan kening. Dia bingung sekali. Ada apa sebenarnya antara kakaknya dengan Monark? Tampaknya ke dua orang itu sudah saling kenal. Begitu kenal, sehingga bisa bertengkar! Dan 'tempo hari' yang mana yang dimaksud oleh Monark?

    "Kau sinis!" didengarnya kakaknya menuduh, dan Monark tergelak.

    "Memang aku sinis. Karena itu pengkhianatanmu harus kau bayar dengan mahal sekali!"

    Hah? Penggkhianatan? Pikir Sonia makin bingung. Kirana berkhianat pada Monark? Apa artinya itu?!

    "Harus kau bayar dengan sepotong hati adikmua yang manis!"

    "Aku berkhianat apa? Katakan!"

    Tapi Monark belum sempat menjawab ketika dari atas terdengar suara orang mengaduh atau seperti tercekik sesuatu. Huk! Dengan terperanjat Kirana menengadah ke atas. Bangunkah Sonia? Dengan kening berkerut ditatapnya Monark dan digelengnya kepala, menyuruhnya diam. Hening sejenak. Lalu terdengar suara pintu ditutup dengan agak keras.

    "Sonia!" bisik Kirana ketakutan. "Dia mendengar!"

    "Lalu?" tantang Monark mengejek. "Memang sebaiknya dia tahu, supaya lebih sakita hatinya!"

    "Bajingan kau!" cerca Kirana sambil bangkit.

    "Setiap laki laki yang dikhianati akan berubah jadi bajingan, tidak tahukah kau?"

    "Tunggu! Aku masih akan berurusan denganmu! Soal pengkhianatan ini tidak menyenangkan hatiku! Tapi nanti.  Sekarang aku mau cari Sonia dulu. Kalau ngambek, dia suka kabur. Mana hari sudah mau hujan!"

    Langit memang sejak tadi siang sudah kelabu. Makin sore makin gelap. Tak lama lagi pasti akan turun hujan lebat.

    Kirana berlari masuk rumah dan langsung naik kelantai dua. Dilompatinya dua anak tangga sekaligus. Tapi dia kecewa. Kamar Sonia kosong. Tempat tidurnya sedikit kusut. Berarti dia tadi berbaring di situ. Dimana dia sekarang?

    Kirana pergi ke dapur. Shisi dan Zaza yang kena giliran masak sedang menyiapkan teh dan kue untuk snack sore. Idham tengah duduk mencakung di dekat jendela dapur, mencoba merampungkan apa yang disebutnya lukisan abstrak gaya Picasso.

    "Ada yang melihat Sonia?"

    "Sedang tidur," sahut Zaza seraya menguap, menyatakan betapa masih rindunya dia tinggal di tempat tidur.

    "Tidak ada," sahut Kirana dengan lesu. Anak itu pasti kabur. Tapi ke mana? Daerah ini tidak dikenalnya. Ke mana anak itu lari? Ke mana harus dicarinya?

    "Eh, dia tidak ada di kamar?" tanya Idham menoleh. Saat itu guntur menggelegar. Hujan mulai turun. Makin lama makin lebat.

    Kirana menggeleng.

    "Ke mana dia?" Idham bangkit dari kursi dan mencuci kuas lalu melap dengan serbet. Kirana kembali menggeleng.

    "Kita harus mencarinya!"

    "Ke mana?" Kirana makin lesu. Dia yakin adiknya telah mendengar pertengkarannya dengan Monark. tentu saja dia tersinggung, marah, lalu kabur.

    Tanpa menyahut, Idham pergi mengambil dua buah jas hujan. "Pakailah ini. Mati kita pergi mencarinya." Jas hujan yang ke dua tetap dipegangnya.

    Kirana menurut. Dipakainya baju plastik itu. "Kau tidak pakai? Nanti basah."

    "Jaket ini cukup. Tahan air kok." Dikenakannya topi lalu ia keluar mengiringi Kirana. Namun setibanya di luar, hujan sudah semakin deras. Idham terpaksa mengenakan juga jas hujan yang ke dua.

    Di teras mereka bertabrakan dengan Monark yang mau masuk ke dalam. Alisnya terangkat naik melihat ke dua orang itu. Tapi dia tidak mengatakan apa apa.

    "Nark, kau tidak melihat Sonia?" tanya Idham. "Kami mau mencarinya."

    "Alaaa, dia kan bukan bayi lagi. Buat apa di cari cari? nanti pasti pulang sendiri kalau sudah bosan!" katanya lalu melangkah masuk.

    Kirana ingin sekali memaki Monark. Cuma, dengan susah payah ditahannya keinginan itu. Dia tak mau ketahuan bertengkar oleh Idham.

    Berdua mereka menyusuri jalanan sepi di sekitar perumahan. Hujan deras menyiram mereka. Mata Kirana terasa pedih harus menengok ke sana kemari dengan nyalang. Jantungnya berdebur kencang. Firasat buruk melanda. Jangan jangan adiknya takkan gampang ditemukan. Mungkin dia lari ke jalan.....lantas ketabrak? Jalanan amat licin. Mobil mobil kerap kali tidak bisa lagi mengerem atau remnya memang sudah tidak pakem lagi. Dan Sonia........

    Idham tiba tiba ingat sesuatu. Dia mengajak Kirana membelok. Mereka tiba di depan rumah krem dengan balkon bundar. Idham menekan bel sekuatnya. Yang muncul cuma seekor anjing hitam dan seorang pembantu tua.

    "Permisi tanya Bi, apakah tadi ada tamu kemari? Nona berambut panjang segini?" tanya Idham. Yang ditanya kelihatan seperti ketakutan, menggeleng berkali kali. "Kok tidak mau menyahut?" Idham menegur dengan curiga. Yang ditegur makin ketakutan dan menggeleng makin keras. Anjingnyapun menyalak riuh.

    "Sudahlah, Dham. Jelas dia takkan kemari. Kan orang itu baru dikenalnya tadi pagI?" Kirana mengajaknya kembali ke jalan. Mereka berputar putar sampai hampir sejam. Bajupun lepek walau sudah pakai jas hujan. Mereka tiba di jalan besar Cilandak. Tak mungkin Sonia bisa lari sejauh itu dalam hujan begini.

    "Jangan jangan dia turun ke lembah sana?" tanya Kirana menunjuk ke bawah. Idham tidak yakin.

    "Mungkin dia malahan sudah balik ke rumah," katanya ragu. Tapi Kirana tak mau diajak pulang. Idham kebingungan. Gimana ini? Membiarkannya mencari sendirian, jelas tak mungkin. Tapi mencari terus, dia tak yakin akan ketemu. salah salah mereka berdua bisa jatuh sakit! Apa akal?!

    "Marilah kita pulang dulu, Na. Kita cari jalan lain. Mungkin kita perlu mobil....." bujuknya.

    Kirana menggeleng. "Pulanglah kau. Ambil mobil. Aku menunggu di sini." Idham kuwalahan dan akhirnya menyerah. Dia berlari pulang secepat mungkin tanpa sampai terpeleset. Jalanan di situ sebagian masih belum diaspal. Tanahnya merah dan licin sekali. Sandal jepangnya berkali kali menempel dan sulit diangkat.

    Kirana pergi berteduh di bawah gubug yang rupanya merupakan gardu penjaga malam. Dia menggigil kedinginan tapi tak dirasakannya.. Hatinya cemas memikirkan ke mana larinya Sonia. Berat sekali pertaggungjawabannya kepada orang tua bila adiknya sampai kenapa kenapa. Dia menyesal sekali sudah begitu gegabah bertengkar di bawah kamar Sonia. Habis, tempat itu dirasanya cukup tersembunyi, jauh dari pintu, tempat orang lalu lalang. Dia lupa, di atas ada kamar tidur.

    Untunglah Idham kembali dengan cepat. Kirana sudah betul betul kedinginan. Ketika mobil mendekat dan berhenti, Kirana melihat di belakang setir bukanlah Idham, melainkan Monark. Mendadak diingatnya, itu mobil Monark, bukan mobil ayah Idham.

    Sedetik dia bimbang, mau naik atau tidak. Namun Idham tidak memberinya waktu berpikir. Dia sudah melompat ke luar dan membuka pintu belakang.

    "Buka baju hujanmu di dalam mobil saja. Nanti basah," katanya mencegah Kirana membuka jas hujan sebelum naik. Monark sendiri tidak berkata apa apa. Dagunya diletakkannya di atas setir. Matanya lurus menatap ke depan. Persis seperti sopir truk yang sabar menunggu keneknya memuat barang.

    Kirana menggertak gigi, tapi dia tahu, dia terpaksa ikut. Tak mungkin dia berdiri terus di gardu itu sampai malam menunggu kalau kalau adiknya lewat. Sekali ini, biarlah dia menerima budi dari Monark, pikirnya.

    Mereka berputar putar sekeliling perumahan, berbelok ke jalan yang sama dua tiga kali. Namun tanpa hasil. Tidak ada juga orang yang bisa ditanya. Siapa yang mau menyiksa diri kedinginan pada cuaca hujan lebat begini. Idham dan Kirana tampak cemas sekali. Tapi Monark tetap tenang, membisu terus. Seolah dia cuma robot yang bertugas menyopir, tidak terlibat sama sekali emosinya.

    Akhirnya Monark berhenti di depan sebuah rumah kosong yang baru setengah jadi. Rumah itu sudah mereka lalui berkali kali tadi. Tidak ada yang mencurigakan. Sekarang mobil berhenti di depannya. Monark menunjuk dengan kepalanya.

    "Coba cari di situ. Gadis gadis manja biasanya takut basah. Jadi logis juga kalau dia mencoba sembunyi di bawah atap rumah orang."

    Idham segera meluncur turun dari mobil, diikuti Kirana. Monark tetap tinggal di belakang kemudi. Mereka menemukan Sonia meringkuk di pojok gelap. Dia menjerit ketika kakaknya mengajaknya berdiri. Kaki kanannya terkilir. Karena rumah itu sedang dalam tahap pengerjaan dan belum ada listrik, mereka tak dapat melihat keadaan Sonia.

    "Paling aman, aku bawa kau ke mobil," kata Idham, dan sebelum ada yang sempat protes, sudah digendongnya Sonia, lalu dibawanya ke luar.

    Sonia terperanjat. Tapi kakinya kelewat nyeri, sehingga dia tidak punya kemauan lagi untuk menolak. Sungguh tak disangka bahwa Idham yang kurus itu ternyata amat kuat. Sonia diangkatnya seperti kaleng kerupuk kosong belaka. Mungkin, kata orang, perasaan cinta bisa menambah kekuatan seseorang tanpa disadarinya.

    Mendekati mobil, Kirana cepat cepat mendahului untuk membukakan pintu.

    "Nah, kan ketemu juga akhirnya," komentar Monark, entah senang entah mengejek.

    "Tapi mata kakinya terkilir, Nark," kata Idham. "Aku tak tahu bagaimana meperbaikinya."

    "Ah, cuma terkilir," sahut Monark tenang, tidak bergerak dari tempatnya. "Enteng, nanti saja di rumah. Sakit dikit, ditahan saja dulu, Non. Sebagai latihan kalau nanti mau jadi mami!"

    Sonia tidak bereaksi, tapi Kirana seakan merasa kena tampar. Waktu masih pacaran dulu, Monark paling suka menggodanya dengan kalimat seperti itu. Kalau dia takut atau merasa ngeri, selalu dikatakannya 'sebagai latihan kalau nanti jadi mami'. Tentu saja dulu diucapkannya dengan mesra. Kini terdengar seperti sindiran.

    Tapi Kirana tidak berani menjawab sindiran itu. Baginya, asal Sonia tidak kenapa kenapa dan bisa segera ditolong, hatinya sudah akan merasa gembira sekali.

    Tanpa setahu Kirana, dari kaca spion ada yang meliriknya. Senyum sumir merekah, penuh bisa.

1
Siti Khalimah
beneran tamat ni???
julius: Baca karyaku yg terbaru ya kak? Ketika Secuil Cinta itu Tumbuh. Terima kasih 🙏🙏🙏
julius: iya kak hehehe. Tunggu cerita berikutnya ya? Tidak kalah menarik kok. Jangan berhenti dukung author ya? 🙏🙏🙏
total 2 replies
Siti Khalimah
eh tambahdeh penggemar sonia
julius: dukung terus ya kak 🙏
total 1 replies
Siti Khalimah
moga kirana balikan sama ? monark
julius: sabar ya kak? up date nya sedang dikerjakan 🙏
total 1 replies
Siti Khalimah
uhh sakit
Siti Khalimah
ok semangatttt
julius: terima kasih kak
total 1 replies
Siti Khalimah
waduh gawat!!!!dendam den#am
Siti Khalimah
lanjuuutttt
Siti Khalimah
kenapa langsung kecantolya sonia?
julius: Hehehe, mungkin karena cinta monyet ketemu karisma dokter ganteng kak. Mohon terus dukung author ya kak...
total 1 replies
Morna Simanungkalit
tetap semangat ya thor
julius: Terima kasih. Terus dukung ya kak....
total 1 replies
Sunshine🤎
Semangat trs untuk authornya. 1🌹 for you sering² interaksi dan tinggalkan jejak di karya author lain dan promosiin karyamu Thor /Ok/
julius: Terima kasih. Dukung kami terus ya kak 🙏🙏🙏
total 1 replies
°·`.Elliot.'·°
Gila seru!
julius: terima kasih. dukung terus ya kak 🙏
total 1 replies
Haruhi Fujioka
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
julius: Sabar ya kak, tiap saat pasti di update koq. Terima kasih dukungannya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!