Gamil Arfan Wiguna sangat mengharamkan untuk balikan dengan mantan. Bahkan, dia memiliki jargon yang masih dia pegang teguh sampai saat ini.
"Buanglah mantan pada tempatnya."
Namun, kedua orangtuanya mendesak Apang untuk segera menikah karena Apang sudah dilangkahi adiknya. Di saat seperti itu, semesta malah mempertemukan Apang dengan mantan pertamanya. Perempuan yang belum Apang buang pada tempat semestinya.
Apakah Apang akan membuangnya juga ke dalam bak sampah sama seperti mantan-mantannya? Atau malah terjadi cinta lama belum kelar di antara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Wanita Sombong
Naira terus terdiam ketika mengetahui fakta yang ada. Terlihat matanya menyimpan kesedihan yang mendalam. Juga ada rasa marah yang tak bisa dia keluarkan. Sesekali Apang melirik ke arah Naira. Tangan Apang mulai meraih tangan Naira. Sedikit terkejut, Naira menoleh ke arah Apang yang sedang fokus pada jalanan, tapi tangannya menggenggam erat tangan Naira.
"Aku bodoh ya, Fan."
Kalimat itu membuat Apang menepikan mobilnya. Lalu, pria itu menatap Naira dengan begitu dalam. Mata Naira pun sudah nanar. Ada yang ingin tumpah.
"Aku yang membuka pintu atas kehancuran Bunda. Aku--"
Apang menarik tangan Naira ke dalam pelukannya. Isakan begitu lirih mampu Apang dengar. Hatinya pun terasa sakit.
"Stop untuk salahin diri sendiri."
Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Apang. Suara isakan begitu perih dan pedih di tengah pelukan hangat mereka yang mampu membuat hati Apang teriris begitu sakit. Ketika Naira sudah merasa tenang, Apang mengendurkan pelukannya. Mengusap air mata yang sudah membasahi wajah mantannya tersebut.
"Bunda lu pasti akan sedih kalau liat lu kayak gini."
Perkataan Apang memang terdengar datar dan tak ada perhatian. Namun, Naira merasakan hal yang berbeda. Sepedas apapun kalimat yang keluar dari bibir Apang, tetap saja dia merasakan kehangatan dan ketulusan dari pria tinggi tersebut.
Tibanya di rumah sakit, Naira dihampiri oleh perawat jaga di sana. Naira sedikit takut jikalau ada kabar buruk tentang sang bunda.
"Anda boleh masuk untuk menemui ibu Anda."
Rasa sedih muli menguar. Raut penuh bahagia kini terlihat begitu jelas di wajah Naira. Dia menatap Apang dengan senyum yang begitu lebar. Meskipun, tatapan Apang datar, sorot mata Apang berkata lain. Dia seakan bahagia melihat Naira bahagia seperti itu.
Alpang menghela napas kasar ketika Naira sudah masuk ke dalam ruang ICU. Sebenarnya, belum ada yang diijinkan masuk. Namun, Apang tetap memaksa karena obat sedih Naira sekarang ini adalah bundanya. Dia tahu bagaimana kedekatan Naira dengan sang bunda. Melihat Naira sedih membuat hati Apang sakit.
"Kak, effort lu ini besar banget. Apa cinta lama lu emang benar-benar belum kelar sama dia?"
Kalimat Abang Er masih terngiang di kepala Apang. Dia juga sendiri bingung. Kenapa dia ingin melakukan hal sebesar ini untuk Naira. Padahal, hatinya membenci Naira. Tapi, tindakannya malah berkata lain.
.
Tangan bunda Nena sudah Naira genggam dan dia letakkan di pipi. Tak terasa bulir bening menetes begitu saja.
"Maafin, Naira."
Air mata Naira semakin meluncur dengan bebas. Dia terisak dan punggung tangan sang bunda mulai basah.
"Harusnya Naira tak menerima kebaikan wanita dermawan itu. Harusnya Naira berusaha sendiri untuk kesembuhan Bunda."
Tanpa Naira lihat, bulir bening menetes di ujung mata bunda Nena. Dia seakan mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya. Dia juga merasakan kesedihan yang tengah Naira rasakan.
"Apa salah kita, Bun? Kenapa banyak yang jahat sama kita?"
Semua unek-unek yang Naira rasakan selama sepuluh tahun dia utarakan. Dia menangis tersedu tepat di samping sang bunda.
"Sehat kembali ya, Bun. Kita berikan kejutan kepada mereka."
.
Langkah seorang pria berwajah datar memasuki area rumah sakit milik keluarga Addhitama di pagi hari. Wajahnya sudah sangat tak bersahabat karena mendapat laporan ada seorang wanita yang begitu memaksa meminta informasi pasien.
Dahinya mengkerut ketika dia berpapasan dengan Apang. Wajah Apang pun nampak terkejut.
"Adik ipar kok di sini?"
"Ada tugas penting," sahut Rio.
Suami dari Aqis sudah tahu tentang permasalahan Apang, tapi sengaja dia tak turun tangan karena dia bukan orang yang lancang. Dia hanya sebagai menantu dan menunggu perintah dari sang kepala suku.
Rio mendengkus kesal ketika ponselnya berbunyi ketika dia baru berbincang dengan Apang. Seorang wanita kekeh ingin bertemu dengannya. Kehadiran Rio memasuki area petinggi rumah sakit membuat petinggi yang lain dapat bernapas lega.
"Pak, saya Olivia pemilik PT--"
"Saya tak ingin tahu dari mana Anda berasal," potong Rio dengan nada ketus.
Ucapan Rio membuat petinggi yang berada di sana mengulum senyum. Rio adalah pria yang memiliki bisa mematikan. Tak ada kata manis kepada siapapun. Hanya sebuah ketegasan yang berujung menyakitkan bagi mereka yang tak menyukai apa yang Rio ucapkan.
Olivia mengikuti Rio dari belakang. Sekarang mereka berdua ada di ruangan pemilik rumah sakit tersebut.
"Saya hanya ingin meminta bantuan kepada Pak Rio. Saya ingin tahu, apa ada pasien yang bernama Nena Dahlia di ruang ICU?"
To the point sekali Olivia. Alhasil, Rio pun menatap tajam ke arah perempuan yang terlihat glamor tersebut.
"Data semua pasien rumah sakit ini bersifat rahasia," tegas Rio.
Olivia tersenyum. Dia menyerahkan selembar cek bertuliskan nominal yang tak sedikit.
"Apa segitu cukup?" Olivia seakan meremehkan Rio.
"Kalau kurang, sebutkan saja nominalnya. Berapapun saya sanggup bayar."
Rio melirik ke arah kertas yang berada di atas meja. Dia mengambilnya dan tersenyum ke arah Olivia. Hati Olivia sudah kegirangan.
Brak!
Semua benda yang ada di meja bergetar karana gebrakan tangan Rio yang penuh tenaga. Olivia pun memegang dadanya karena begitu terkejut.
"Kerahasiaan pasien di rumah sakit keluarga saya tidak akan mampu dibeli oleh apapun," tekan Rio dengan wajah yang sangat murka.
"Anda orang kaya. Anda orang berpunya, tapi Anda miskin adab!" Jari Rio sudah menunjuk wajah Olivia.
Olivia terdiam. Dia tak bisa berkata karena mimik wajah penuh kemurkaan Rio membuatnya takut bukan main. Rio seperti ingin menerkamnya hidup-hidup.
"Jangan sombong ketika Anda banyak uang. Jangan merendahkan orang lain karena menganggap diri Anda kaya. Di atas langit masih ada langit," ujar Rio dengan penuh penekanan.
"Bukannya saya mau sombong, tapi memang begitu kan kenyataannya. Saya memiliki perusahaan maju. Banyak yang ingin bekerja sama dengan perusahaan saya. Bahkan, rumah sakit ini bisa dengan mudah saya ajak kerja sama," timpal Olivia dengan sangat percaya dirinya.
Rio pun tersenyum tipis. Lalu, berdecih. Tatapannya masih bagai elang.
"Bangunlah dari tidur Anda, wahai Nyonya Olivia!" ucap Rio penuh ejekan.
"Perusahaan Anda saja masih mampu saya beli pakai uang pribadi saya," ujar Rio dengan begitu serius.
"Kekayaa yang Anda sombongkan hanyalah seujung kuku dari perusahaan keluarga saya. Jadi, jangan pernah berkata sombong dan tinggi kepada mereka yang benar-benar berlimang harta, tapi tak mengatakan diri mereka kaya."
Olivia semakin terdiam. Dia kira dia akan berhadapan dengan petinggi seperti Raditya Addhitama kemarin yang hanya tersenyum ketika dirinya menyombongkan perusahaannya. Ternyata kali ini salah, lawannya pria lebih muda darinya, tapi memiliki bisa yang luar biasa mematikan. Juga, memiliki kesombongan melebihi dirinya.nl
"Ketika saya mengatakan TIDAK. Jangan pernah memaksa, karena saya bisa melakukan hal yang bisa membuat Anda kembali ke status asal dan bahkan saya bisa membuat Anda lebih MENDERITA dari sebelumnya."
...***To Be Continue***...
Komen ya ..
Glirn udh blikn sm mntan,mlah d sruh naik mbil smpah.....
nsibmu y pang pang... 🤣🤣🤣
kereeen abang Er....
semangat.....