NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26

Awan-awan putih menari-menari anggun. Ke sana ke mari tanpa dihinggapi polusi. Melewati sangat surya yang menerpa terik. Sang loteng dunia yang biru tersenyum lembut. Angin kencang dari atas motor menerpa wajah berpeluhku. Kini diriku terasa sangat bebas dan sekujur tubuhku sedang tertawa. Jalan raya besar yang tidak macet ini adalah salah satu kebanggaanku menjadi seseorang yang tinggal di pulau ini. Tak terbayang bagaimana jika ini adalah Jakarta. Sebuah kota yang kerap kali muncul di layar televisi dengan keadaan jalan raya yang padat. Walaupun sebenarnya, aku juga ingin ke sana. Melihat gedung-gedung tinggi menjulang, orang-orang ramai, pulau yang luas, juga monumen nasional yang menjadi destinasi wajib untuk dikunjungi orang baru.

Kai menurunkan tingkat kecepatan motornya.

"Aduh, bensinnya habis," keluh Kai.

"Lah, kok nggak dicek dulu?" tanyaku sebal sebab ia telah memutus perasaan riangku di di antara angin siang.

Usai jam terakhir selesai, aku sengaja pergi terlebih dahulu untuk menghindari Niji. Ia pergi ke ruang guru terlebih dahulu untuk mengembalikan tas guru yang tertinggal. Itu menjadi kesempatanku untuk tidak pulang bersamanya, yang nantinya aku bisa mencari-cari alasan jika ia mencariku. Pada saat itulah, Kai malah menyusul langkahku dan menawarkan diri untuk membawaku jalan-jalan. Setidaknya agar aku memiliki waktu untuk tidak bertemu orang-orang yang tengah malas untuk aku jumpai. Awalnya, aku ingin menolak sebab tak ingin ketahuan teman-teman dan menyangka kami terlibat kisah asmara. Namun, aku tak punya pilihan lain ketika melihat Niji sudah berada di pintu depan ruang guru.

Aku sudah mengabari ibu bahwa aku pulang sedikit terlambat karena masih ada urusan bersama teman. Ibu sedang malas menginterogasi sehingga ia langsung mengiyakan.

Untungnya, pom bensin terletak tidak jauh dari tempat kami berada. Sehingga, kami tidak perlu berjalan terlalu jauh. Ah, aku jadi teringat Niji. Aku pernah mengalami hal serupa bersama Niji. Bedanya, itu lebih parah lagi karena motor Niji mogok di jalan yang berdekatan dengan sawah dan minim penduduk. Malam hari pula. Kami menangis sambil terus mendorong motor. Sampai pada akhirnya ada orang baik yang melihat itu, dan ia langsung membelikan bensin untuk kami. Sekilas cerita yang membuatku sedikit tersenyum. Aku kangen Niji. Tapi aku belum bisa mendamaikan diri sendiri.

"Mau eskrim, nggak?" Kai bertanya.

Ia mengajakku ke sebuah mal. Anak kampung sepertiku tentu sangat jarang menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Bagaimana tidak. Semua barang-barang di sini tidak ada yang terjangkau untuk dompet gembelku. Ikat rambut yang lebih mirip tali sepatu saja harganya nyaris seratus ribu. Orang mana yang rela beli tali sepatu seharga ratusan ribu untuk digunakan di rambut.

"Kenapa kita ke sini, sih. Aku nggak pede, makenya cuma seragam sekolah. Mana udah kusem lagi," keluhku tanpa menjawab pertanyaan Kai.

Kai tertawa, "Ayolah, kita bukan anak kuliahan yang harus tampil modis. Emangnya kamu mau berpenampilan seperti apa di sini? Mau dandan kayak bu Rini?" tanya Kai dengan menyebutkan nama guru kami yang paling menor di sekolah.

"Enak aja. Pokoknya aku nggak mau di sini. Malu!"

"Aku ajak kamu ke sini buat nonton bioskop. Di warung pinggir jalan mana ada bioskop," ujar Kai.

"Aku lebih suka ke tempat yang asri daripada di sini. Selera aku terlalu rendah untuk orang kaya kayak kamu."

"Eh?" Kai merapikan rambutnya. Lalu mengajakku menepi agar tidak terlalu berada di tempat orang lalu-lalang. "Jangan ngomong kayak gitu, Cine. Aku orang biasa-biasa. Hanya karena aku tinggalnya bukan dekat daerah perkebunan atau persawahan. Aduh, kamu jangan ngomong kayak gitu lagi, ya."

Aku menggigit bibir. Tidak menanggapinya.

❀❀❀

Langkahku berhenti di depan sebuah rumah yang berseberangan dengan sebuah mushola. Rumah nenek Mei. Bagaimana kabarnya? Rasanya, sudah lama sekali aku tidak ke sini. Namun, sepertinya ia akan baik-baik saja dengan adanya Naima. Gadis manis yang ramah itu. Sekali pun aku tidak tahu bahwa gadis itu akan datang lagi setelah satu kali pertemuan kami. Tapi, raut wajah tulusnya itu seolah memberitahu bahwa Naima akan datang lagi. Barangkali bersama Yoru. Lelaki nakal yang bisa menurut padanya. Aku pun tak mengerti mengapa itu bisa terjadi.

"Nak, kamu kok baru kelihatan sekarang?" Suara seseorang dari arah belakang terdengar. Terlihat sosok nenek Mei yang sepertinya lebih kurus. Langkahnya tertatih menggapai tubuhku. Mukena putih beraroma khas tubuh nenek Mei tercium. Lama sekali ia memelukku. Pelukan erat yang tidak menyesakkan. Entah bagaimana ia menciptakan pelukan seindah indah. Tak pernah kudapatkan dari siapa pun. Bahkan orang tua yang hampir tidak pernah memelukku. Bukan berarti aku ingin mengatakan pelukan orang tuaku tidak tulus. Hanya saja, pelukan nenek Mei seolah mengutarakan banyak hal. Termasuk rasa sepi mendalam yang ia rangkul selama ini.

"Nenek apa kabar?" tanyaku yang entah kenapa dengan bibir bergetar.

"Baik, alhamdulillah. Saya lagi ngaji tadi di mushola. Tiba-tiba lihat kamu dari dalam. Senang sekali rasanya melihatmu datang lagi," urai nenek Mei.

"Naima masih sering nemenin Nenek?"

Seorang pengendara motor hendak melintas. Aku meraih tubuh nenek Mei agar segera menepi. Hei, benar saja. Nenek Mei semakin kurus. Aku merasakan perbedaan lengannya dengan dulu saat pertama kali bertemu.

Satu-dua kali batuk terdengar. Apa mungkin batuk yang ia alami sewaktu aku bertemu dengan Naima belum sembuh sampai sekarang. Artinya, sudah sekitar belasan hari.

"Iya. Tapi, besok dia mau berangkat ke Jakarta."

"Jakarta? Mau ngapain?"

"Kuliah."

"Kuliah?" Oh, astaga. Aku mengira Naima sebaya denganku. Ternyata, dia sudah kuliah. Wajah imutnya membuatku. Mengira ia bahkan sedikit lebih muda. pantas saja pembawaannya begitu dewasa. Ternyata ia adalah seorang mahasiswi Jakarta.

Seorang lelaki terlihat membuka pintu rumah nenek Mei. Yoru. Tentu saja. Sepertinya aku melihat luka baru padanya. Bertambah lagi seiring bergantinya hari. Aku curiga dia memiliki kekuatan regenerasi sehingga tidak khawatir jika mendapatkan pukulan setiap hari.

"Nenek nggak pernah dipukul 'kan sama dia?" tanyaku sambil menunjuk Yoru yang kini sudah berada di halaman rumah.

Nenek Mei menggeleng, "Ia memang tidak seperti kamu dan Naima yang terang-terangan menunjukkan rasa peduli. Tapi Yoru selalu menjagaku dengan caranya sendiri. Tak ada orang yang menyukainya. Tapi percayalah, suatu saat dia akan menjadi orang hebat. Melihat Yoru itu membuatku seperti melihat suamiku hidup kembali."

Aku tersenyum mendengar cerita yang pernah diutarakan nenek Mei itu. Ya, dia memang pernah memberi tahu tentang perangai Yoru yang mengingatkannya dengan suaminya.

Lelaki itu kini berlalu tanpa menyapa kami terlebih dahulu. Sebagaimana ia seperti biasanya tentunya. Aku pun masih enggan menyapanya. Kejadian di dekat pematang sawah itu tak bisa hilang dari memoriku. Terlalu menyakitkan. Sekali pun bukan aku yang dipukulnya. Semoga dia memang benar-benar mampu membahagiakan nenek Mei.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!