NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 14

Sinar mentari merambat memasuki jendela kamar yang aku biarkan terbuka sejak pukul 04:00 dini hari. Dua minggu libur semester ganjil, tersisa tiga hari lagi tanpa kegiatan berarti. Hanya rebahan sepanjang hari. Terjeda panggilan ibu beserta aktivitas yang diperintahkannya.

Angin pagi merasuk. Gorden tipis pada jendela kamarku menari-menari. Langit cerah tampak indah.

Selama sebelas hari terakhir, aku terus berada di rumah. Tidak pernah berkunjung ke rumah bibi untuk bermain bersama Fara dan Fahim. Apalagi ke rumah Niji untuk memberi makan sapi-sapinya. Itu sudah tidak menyenangkan tanpa Nojo. Sapi ukuran besar berwarna gelap yang telah mati di tangan Yoru. Ah, berbicara tentang dia lagi. Manusia itu tidak pernah nongol lagi di jendela. Bahkan tak pernah terlihat berkeliaran lagi. Entah apa yang terjadi.

Beberapa hari yang lalu, bibi datang ke rumah. Tentu saja salah satu alasannya adalah untuk bertanya alasanku tidak berkunjung ke rumahnya. Aku jawab seadanya, yaitu sedang ingin di rumah saja. Menikmati sisa hari libur semester dengan membosankan. Bibi tidak bertanya lebih, ia paham penyebabnya adalah Yoru. Ia merasa, seharusnya tidak mengabarkanku tentang tontonan gratis warga bak penta seni itu. Yang nyatanya, adalah hukuman pedih dari pak Addin untuk Yoru. Selain itu aku mengetahui sedikit fakta lain. Aku memberi tahu bibi tentang seseorang yang mencuri ayamnya. Bibi tidak kaget. Justru menyampaikan kabar bahwa ayam itu kembali. Yoru tidak jadi memanggangnya. Walaupun bibi tidak melihat bagaimana ayam itu bisa kembali. Namun, tragedi di sungai itu masih aku pendam sendiri. Tak ada yang tahu, kecuali tiga pemuda yang menyelamatkanku.

Di sela pernyataan tersebut, aku menanyakan keadaan Yoru. Tapi bibi tidak tahu, sebab ia tidak pernah datang ke sana lagi sejak itu. Bibi menawarkan untuk mengirimkan pesan kepada bibi Yumi untuk mengetahui keadaan Yoru. Tapi, aku melarangnya. Karena takut bibi Yumi akan menyadari bahwa pertanyaan bibi ada sangkut pautnya denganku. Aku masih trauma dengan pak Addin. Orang paling menyeramkan yang pernah aku kenal. Biarkanlah aku mengetahui kabar itu dengan sendirinya.

Sejujurnya, aku berharap bisa melihat kepala Yoru yang terlihat di jendela itu lagi. Kapan dia kembali? Apakah dia baik-baik saja?

"Mikirin Yoru?"

Seuntai pertanyaan tiba-tiba terdengar. Aku yang dalam posisi senderan di tembok langsung terhantuk saking kagetnya. Astaga, suara gagang pintu tidak terdengar. Padahal, pintu kamarku tertutup rapat.

"Niji!?" seruku sambil memegang dada.

Si gadis tinggi usil itu malah cengengesan. Memamerkan barisan giginya yang kecil-kecil dan rapi. Ia menunjukkan sebuah gelang cantik berwarna cerah.

"Tara!" serunya bangga.

"Apa itu?" Aku pura-pura bertanya.

Pipinya langsung menggelembung. Kemudian duduk di dekatku.

"Lihat, jago banget 'kan aku!?"

"Mirip manik-manikku," ujarku menggodanya.

"Terserah!" cetus Niji malas.

Itu adalah gelang yang terbuat dari manik-manik koleksiku. Beberapa waktu lalu, pada hari di mana Yoru numpang sarapan di rumahku. Aku ingat sekali, pada saat itulah Niji datang ke rumahku pada pagi buta untuk meminta manik-manik. Nah, mengapa setiap pembahasan ada saja nama Yoru yang terselip?

"Udah, mau nunjukkin itu doang?" tanyaku.

"Nggak, sih. Ayo ke rumahku. Kita sudah sebelas hari tidak bertemu."

"Ngapain?"

"Ikut aja, ayo. Kata ibu kamu, kamu itu udah kayak vampir. Takut banget kena sinar matahari. Terus menyendiri dalam kegelapan. Aku khawatir, jangan-jangan kamu memang terkena gigitan zombie."

"Lah, terus apa hubungannya sama vampir!" seruku seraya mencubit lengan Niji.

Niji tertawa puas.

Setelah dipaksa dan diledek bahwa aku stres karena Yoru. Akhirnya, aku mau untuk ikut ke rumah Niji. Alangkah terkejutnya aku melihat hal yang selalu menjadi alasanku senang ke rumah Niji.

"Nojo hidup lagi!" ucapku dengan senyuman lebar.

"Nojo Nojo aja terus. Mana mungkin makhluk mati bisa hidup lagi," jelas Niji.

Mendengar itu, aku semakin mendekati sampi berwarna gelap itu. Ya, ternyata bukan Nojo. Ukuran sapi ini jauh lebih kecil, bahkan seukuran dengan dua sapi lainnya yang berwarna cerah.

"Iya, aku nggak sadar kalau beda. Mungkin karena aku merindukan Nojo. Baiklah, selamat datang Nuju!" ucapku menyebutkan nama baru untuk sapi baru ini.

Niji langsung mendorongku perlahan. Lalu mencubit pipiku. Seperti kebiasaannya.

"Ganti namanya!" tegas Niji.

Sebenarnya, Niji memiliki banyak sapi. Tapi, yang ada di rumahnya hanya tiga. Bahkan totalnya sekitar empat puluhan. Banyak sekali, bukan!? Ayah Niji adalah petani terkaya di desa kami. Sapi banyak, tanah banyak, sawah banyak. Tapi jarang orang yang menyadari kekayaan keluarga Niji hanya karena label profesinya sebagai petani. Itu juga karena mereka berpenampilan sederhana. Rumahnya juga biasa saja. Tidak ada barang mewah yang terlihat. Oleh karena itu, tak ada yang melihat keluarga Niji sebagai orang yang sombong dan suka pamer.

Setidaknya, kehadiran sapi baru ini membuat rasa sedihku sedikit hilang.

❀❀❀

Mulutku menganga. Bersamaan dengan melintasnya burung dara milik tetangga. Langit telah menjelma jingga. Mataku yang semula fokus melihat bentala, seketika beralih ke arah depan. Langkahku terjeda. Pagar rumahku sudah beberapa langkah lagi. Pemukiman yang didominasi perkebunan terasa makin sepi. Sebab penduduk sudah masuk ke kediamannya masing-masing. Senja berkuasa. Sebuah siluet di depanku selain dekat. Memperlihatkan jawaban atas siapa gerangan yang ada di sana.

Senyumku tersulam tanpa rencana. Wajah dan tubuh penuh bekas luka itu terlihat. Dengan kemeja lusuh kebanggaannya yang terlihat sudah disetrika. Namun, kakinya telanjang.

"Aku senang kamu baik-baik saja," ucapku begitu saja.

"Shinea jelek!"

Ucapan pertama yang ia lontarkan setelah menghilang sebelas hari. Namun justru membuatku senang. Tentu bukan karena senang dipanggil jelek. Tapi, ini dia. Sosok yang entah mengapa menjadi seseorang yang ingin aku lihat tanpa alasan jelas. Andai dia adalah seseorang seperti Niji, atau seseorang berjenis kelamin sama dengan Niji, atau seseorang yang benar-benar temanku. Sudah pasti ada banyak kalimat rindu yang akan aku sampaikan padanya. Aku tidak ingin memaknai ini rindu. Tapi, untuk sementara sebut saja begitu.

"Cukup, Yoru! Aku mohon, berhenti membuatmu dirimu terluka. Aku tidak sanggup lagi melihat simbahan darah itu. Tidak lagi. Aku ingin melihat kulit hitam manismu yang tanpa luka. Tanpa goresan sedikit pun," pintaku pada Yoru tanpa melihat ke arahnya.

Yoru menampakkan sorot mata teduh. Lebih teduh dari puncak senja. Sebentar lagi matahari tenggelam. Kemudian, mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Cangkang kerang berukuran besar.

"Untuk temanku," ucapnya.

Aku menerimanya tanpa bertanya. Setelah itu, ia malah mendorong tubuhku hingga jatuh berdebam ke tanah.

"Shinea jelek!" ucapnya kemudian berbalik badan dan pergi.

Aku mengembuskan napas berat, kemudian berdiri. Seperti biasa. Manusia yang aneh. Tapi, kerang yang ia berikan kepadaku sangatlah cantik. Berbentuk mirip kipas. Warnanya putih dan seperti ada perpaduan warna ungu dan merah muda.

"Kerang ke empat," ujarku dalam sepi.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!