Mati-matian Balqis Lalita Wiguna membela lelaki yang dia sayangi, ternyata hanya menimbulkan luka yang begitu dalam. Di mana bukan dia yang bersanding di pelaminan, melainkan wanita lain yang tidak dia kenal.
Dia kira cinta pertamanya akan mengajarkan banyak hal. Nyatanya, hanya meninggalkan luka dan sulit untuk disembuhkan.
Akankah ada seseorang yang berhasil menjadi obat penawar dari luka tak kasat mata yang Balqis derita? Dan bisa membuatnya kembali merasakan cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Buaya Bunglon
"Kok pulang berdua?" tanya Mami Nesha penuh keheranan karena Aqis pulang dengan Rio.
"Tadi Iyo ketemu Aqis di supermarket."
Bohong, itulah yang Rio katakan. Aqis pun menatap tajam Rio.
"Pantes. Soalnya tadi Aqis dijemput lelaki ganteng. Eh, pulang malah sama duda karatan," canda sang mami dan itu membuat Rio berdecak kesal.
Aqis menahan tawa ketika mendengar candaan ibunda Rio. Apalagi melihat wajah Rio yang ditekuk. Sungguh kesalnya Rio begitu lucu.
.
Ketukan pintu terdengar. Mami Nesha masuk ke kamar Aqis di mana putri bungsu Askara itu tengah mengeringkan rambut.
"Ada apa, Tante?"
"Bisa tolong jaga si little twin? Soalnya Tante mau masak buat makan malam. Bosen beli terus."
Aqis pun menyetujui permintaan mami Nesha. Setelah keluar dari kamar dan hendak menuju kamar si little twins, kalimat mami Nesha membuat langkah Aqis terhenti.
"Udah dijaga Rio sih, tapi Tante gak percaya sama tuh anak."
Aqis menghela napas kasar. Kenapa dia seperti diharuskan berdekatan dengan Rio. Duda tampan yang seperti bunglon sikapnya.
"Astaghfirullah!"
Aqis segera menghampiri kedua keponakannya yang memakai popok bayi di kepala. Sedangkan pria yang menjaga Seyla dan Seyna malah tertawa.
"Kak Iyo!" omel Aqis yang sudah mencopot popok bayi dari kepala dua keponakannya.
"Ini keponakan Aqis, ya!" ucapnya sambil memeluk si kembar.
"Mereka juga keponakan gua, ya."
Rio tak mau kalah ingin memeluk tubuh Seyla dan Seyna. Namun, tak Aqis kasih celah hingga kedua tangan lebar itu malah memeluk tubuh Aqis yang tengah memeluk si kembar. Mata Aqis dan Rio pun bertemu. Mereka saling pandang untuk beberapa detik.
Aqis dapat melihat dengan jelas wajah Rio yang begitu tampan dari dekat. Begitu juga dengan Rio yang tak berkedip melihat wajah polos Aqis yang begitu cantik. Mata Rio kini tertuju pada bibir Aqis.
Sedangkan si dua kembar malah terlihat nyaman dipeluk om dan Tante mereka. Mereka tak rewel sama sekali. Suara ponsel Rio mengakhiri adegan saling pandang penuh kekaguman. Pelukan Rio pun harus terlepas dan dia keluar dari kamar untuk menjawab panggilan dari koleganya.
Tangis Seyla dan Seyna ketika ditinggal Rio pecah. Aqis pun kewalahan. Diberi susu pun mereka tak mau. Menggendong dua bayi tentu Aqis tak bisa.
"Tunggu, ya. Uncle nanti ke sini lagi," ucap Aqis. Tangannya mengusap lembut air mata dua keponakannya yang sudah membasahi pipi gembul mereka.
"Keponakan gua lu apain?"
Rio segera menghampiri Seyla dan Seyna yang masih berderai air mata. Aqis berdecak kesal mendengar tuduhan dari Rio.
"Kak Iyo pergi mereka malah nangis," jawab Aqis dengan wajah yang ditekuk.
Setelah memangku kedua keponakannya, Rio menatap Aqis yang memasang wajah cemberut.
"Maaf," sesal Rio.
Aqis tak menjawab, bahkan dia berniat untuk meninggalkan kamar itu. Sayangnya, tangan Aqis Rio tahan.
"Tetap di sini. Jagain keponakan kita." Kini, kalimat itu begitu lembut. Tatapan teduh pun mampu Aqis lihat.
Marah dan kesal Aqis perlahan menghilang. Dia pun bertahan di kamar dan bermain bersama kedua keponakannya bersama Rio. Gelak tawa pun tercipta dari mereka berempat.
Mami Nesha yang mendengar suara tawa renyah dari kamarnya mulai penasaran. Tugasnya memasak makan malam sudah selesai, kini dia melangkahkan kaki menuju kamar itu. Matanya nanar ketika melihat sang putra tertawa begitu lepas bercanda dengan Aqis dan juga kedua anak Ahlam.
"Mami selalu berdoa supaya kamu mendapatkan wanita yang tulus mencintai kamu."
.
Berkat Seyla dan Seyna, Rio dan Aqis mulai kembali dekat. Di mana mereka berdua layaknya suami-istri. Setiap malam mami Nesha akan menyerahkan dua cucunya kepada Rio dan Aqis. Mereka berempat terlihat begitu bahagia ketika bermain bersama.
"Besok sore Ahlam dan Ellea akan kembali. Mami akan ikut pulang bersama mereka," terang mami Nesha di tengah makan malam.
"Aqis juga akan kembali ke kosan," tambah Aqis dan itu membuat dahi Rio mengkerut.
Hati Rio seakan tak terima jikalau Aqis meninggalkannya. Rio pun masih menatap Aqis yang tengah mengunyah makanan.
Perkataan Aqis membuat Rio tak dapat tidur. Dua hari tinggal bersama Aqis seperti memiliki kenyamanan yang tak terkira untuk Rio. Esok, Aqis harus pergi dari rumah itu dan hanya Rio serta Yonas yang menghuni rumah tersebut.
Rio keluar dari pintu kamar, begitu juga Aqis yang keluar dari kamar. Mereka bertemu di dapur di mana Rio sudah meneguk minuman beralkohol yang paling Aqis benci.
Refleks Aqis mengambil minuman yang ada di atas meja. Rio sedikit terkejut akan kehadiran Aqis. Tak ada kalimat apapun yang keluar dari mulut Aqis. Dia mulai melangkah kaki menuju wastafel, tapi tangannya ditarik oleh Rio hingga Aqis terjatuh di pangkuan Rio.
Tubuh Aqis sedikit menegang ketika tangan Rio memeluknya erat. Ada kehangatan dan ketenangan yang Aqis rasakan.
"Biarkan begini dulu."
Rasa sakit, hancur yang masih ada di hati, perlahan hilang hanya karena pelukan erat dari pria yang jarak usianya cukup jauh dengannya. Juga statusnya yang berbeda dengan Aqis.
"Maaf, gua udah buat lu kesal."
Aqis tak menjawab, tapi tangan Aqis mulai mengusap punggung tangan Rio yang ada di perutnya.
"Maaf, kalau gua begitu menyebalkan di mata lu."
.
Aqis memeluk kakinya ketika dia sudah berada di kamar. Sebuah kalimat yang tak Aqis duga dia dengar dengan begitu jelas.
"Gua suka sama lu."
Aqis menghela napas kasar. Dia menggelengkan kepala dengan pelan. Banyak hal yang harus Aqis pertimbangkan. Dia tak ingin terluka untuk kedua kalinya.
Mami Nesha sudah ikut ke Jakarta bersama Ahlam dan Ellea. Begitu juga dengan Aqis yang sudah kembali ke kosan. Dia mulai masuk kerja lagi. Namun, kali ini para karyawan bersikap begitu baik kepadanya. Aqis tak mempedulikannya
Suara langkah kaki terdengar dan mereka mulai menunduk hormat kepada Rio yang baru saja datang. Aqis menatap Rio yang sama sekali tak menatapnya. Sepertinya pria itu marah karena jawabannya kemarin malam.
"Cukup suka aja ya, Kak. Jangan sampe cinta."
Itulah jawaban yang Aqis berikan. Bukan tanpa alasan. Dia tidak ingin menjalin hubungan yang rumit kembali.
"Pak, mau saya buatkan kopi?"
Aqis melihat ke arah Alya yang sudah menawarkan kopi dengan senyuman menawan. Aqis akui, Alya begitu manis.
"Boleh."
Mata Aqis pun melebar mendengar jawaban dari Rio. Wajah tak suka tak dapat dia tutupi.
"Ya ampun, kesambet setan apaan Pak Rio nyahutin tawaran kamu, Al?"
"Mana manis banget jawabannya."
Aqis hanya menghela napas kasar mendengar mereka semua membicarakan Rio. Tengah melamun, Rio melewatinya begitu saja dan malah menemui Alya.
"Kopinya taruh aja di ruangan saya."
"Baik, Pak." Alya begitu bahagia dinotice oleh Rio.
"Dasar buaya bunglon!" umpat Aqis di dalam hati.
Aqis meletakkan nampan dengan sedikit dibanting hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Rio yang sudah melangkahkan kakinya pun berhenti. Dia hanya menoleh sekilas ke arah Aqis yang memasang wajah berbeda. Lalu, melanjutkan langkahnya kembali dengan mengulum senyum.
...***To Be Continue***...
Banyakin komennya dong ...
ntar capek lho