Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Di sebuah rumah sakit kota terbaring tubuh kurus nyonya Rahayu Hanggara, alat-alat medis penopang kehidupannya telah dilepas. Sejak satu jam yang lalu Ibunda Dewa telah menghembuskan nafasnya, setelah sebelumnya menyaksikan akad nikah antara Lintang dengan putra semata wayangnya. Ia tersenyum dalam tidur panjangnya, hilang sudah kesakitan yang selama ini menderanya. Hampir selama lima tahun terakhir, nyonya Rahayu menderita TBC menahun. Tubuhnya yang dulu berisi berangsur-angsur mengecil, hingga hanya tersisa tulang.
Lintang tergugu di depan jenasah ibu angkatnya, airmatanya telah mengering seiring kepergian wanita yang telah merawatnya sejak kecil. Tubuhnya tersentak, ketika sebuah tepukan ringan mendarat di bahunya. "Maaf nona, ibu anda harus segera di mandikan" seorang suster menyapa Lintang, yang masih duduk sambil memandangi wajah pucat itu.
"Silahkan sus, saya akan membereskan barang-barang ibu terlebih dahulu" jawab Lintang, beranjak dari tempat duduknya. Segera saja, ia memasukkan baju-baju dan semua barang-barang untuk di bawa pulang. Sedangkan Dewa entah berada dimana, karena setelah akad selesai dan melihat ibunya berpulang laki-laki itu menghilang.
Ah rasanya sesak sekali, pernikahan yang seharusnya menyatukan dua hati yang saling mencintai harus dilakukan karena terpaksa. Tidak ada cinta di dalamnya, yang ada hanya kebencian yang merasuki jiwa Dewa. Sementara di sini Lintang adalah seorang yang paling di rugikan, karena terikat pada lelaki yang bukan merupakan impiannya. Namun demi balas budi, walau hancur ia harus menerimanya.
Setelah semua proses di rumah sakit selesai, Lintang baru bertemu Dewa di depan meja informasi. Berjalan gontai dengan wajah menatap lantai keramik sepanjang koridor, lagi-lagi airmatanya mengalir tanpa henti. "Cukup, jangan lagi ada airmata" bisik Dewa, menyentak lamunan gadis bergaun biru itu.
"Maaf" ucapnya, sembari mengusap pipi dengan jemari yang gemetar.
"Dasar cengeng, doakan saja agar ibu tenang. Dengan menangis tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada malah akan memberatkan jenasah" suara Dewa semakin meninggi, demi melihat Lintang berderai air mata. Gadis lugu yang kini menjadi istrinya, terlihat menunduk menyembunyikan tangisnya. "Aku tidak menginginkan pernikahan ini, dan berharap agar kau juga jangan berharap terlalu banyak. Aku tidak akan pernah mengakui mu sebagai istri, tetapi apabila di depan umum kita adalah suami istri" Dewa bertutur panjang lebar, agar dimengerti oleh Lintang. "Bagaimana, kamu sudah mengerti apa yang ku inginkan?" tanyanya, meminta agar gadis itu menyetujui keinginan Dewa.
Lintang hanya diam, ekspresi wajahnya terlihat muram. Apa yang menjadi tujuan Dewa menikahinya? Yaitu hanya untuk sekedar menyenangkan hati nyonya Rahayu, dan harta warisan yang ditinggalkannya. Manusia memang selalu silau akan kekayaan, segala daya dan upaya mereka mempertahankan harta, tidak ubahnya seperti orang kehilangan akal. Hidup bukan melulu tentang harta, ada yang lebih penting dari itu kebaikan serta rasa syukur atas nikmat dari-Nya.
"Jawab! jangan hanya diam" geram Dewa, menghardik Lintang. "Kamu punya mulut, kan?"tanyanya lagi.
"I...ya tentu seperti yang kakak inginkan" tergagap Lintang, menjawab pertanyaan tersebut.
"Baguslah! Ingat, kita hanya orang asing yang di persatuan oleh takdir." Setelah mengatakan itu, Dewa bergegas pergi meninggalkan Lintang yang kesulitan membawa tas berisi pakaian milik almarhum ibunya.
Ya Tuhan, terbuat dari apa hari lelaki yang kini menjadi suaminya? Ia sungguh heran, nyonya Rahayu yang begitu baik memiliki anak seperti itu. Tiba di parkiran Lintang mencari-cari mobil Dewa, berharap ia dapat tumpangan menuju rumah. Karena ambulans yang membawa jenazah sudah berangkat, hingga Lintang mau tidak mau harus menemukan suaminya. Tetapi Dewa seperti hilang ditelan bumi, tidak terlihat bayangannya sedikit pun. Tiba-tiba terlihat sebuah mobil Pajero sport, melintas di depannya. Bukankah itu kendaraan milik Dewa? Lintang hafal dengan plat nomornya, tapi mengapa Dewa pergi tanpa mengajaknya serta? Rupanya suaminya tidak sendiri, ada gadis berbaju hitam di samping kursi penumpang. Siapakah dia? Mungkinkah kekasihnya? Benaknya bertanya-tanya, tanpa ada jawaban.
Lintang mengeluarkan gawai dari saku celana panjangnya, lalu menelpon Dewa. Dering pertama sampai ke tiga belum ada jawaban, pada panggilan ke sekian baru diangkat. "Hallo...kakak dimana?" tanyanya cepat.
"Aku sudah dalam perjalanan pulang, kamu naik taksi online saja..."
"Tapi...kak..."
"Sudah jangan manja, aku tunggu di rumah!"
Lintang memandangi gawai yang diputus sepihak, hatinya sakit Dewa lebih mementingkan orang lain ketimbang dirinya.
Saat tengah kebingungan sendiri, Lintang di kejutkan dengan kehadiran cowok tampan berseragam putih. "Hai, masih menunggu jemputan?" tanyanya ramah.
"Enggak dok, saya lagi nunggu taksol" jawab Lintang pelan.
"Ikut saya aja, kita searah."
"Apa gak merepotkan dokter?"
"Untuk gadis secantik kamu, saya gak repot malah senang."
"Uh dasar, ternyata dokter bisa juga bercanda."
"Ayo cepat naik, penawaran saya hanya berlaku satu kali saja" kata sang dokter, dengan candaan ringan. Mercy hitam itu segera meluncur menembus jalanan yang mulai agak ramai, bersatu saling susul menyusul diantara keramaian.
Lintang duduk di kursi penumpang dengan gelisah, ia takut Dewa akan marah melihatnya bersama pria lain. Tetapi keadaan memaksanya untuk menerima kebaikan dokter Zian, karena ia khawatir terlambat sampai rumah.
...****************...
yg ad hidupx sendirian nnt x