NovelToon NovelToon
Terjerat Pesona Ayah Tiri

Terjerat Pesona Ayah Tiri

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Romansa
Popularitas:22.1k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

Dia, lelaki yang kini menjadi ayah tiriku, adalah sosok yang takkan pernah ku lepaskan dari kehidupanku. Meskipun tindakan ini mungkin salah, aku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala resikonya. Awalnya, dendamlah yang mendorongku mendekatinya, namun seiring waktu, cinta telah tumbuh di dalam hatiku. Tak ada satu pun pikiran untuk melepaskannya dari pelukanku.

Kini, ayah tiriku telah resmi menjadi kekasihku. Dia terus memanjakanku dengan penuh kasih sayang. Aku mencintainya, dan dia juga mencintaiku. Meskipun posisinya masih terikat sebagai suami ibuku, aku tidak peduli. Yang penting, aku merasa bahagia, dan dia juga merasakannya. Mungkin ini dianggap sebagai dosa, namun tak ada api yang berkobar tanpa adanya asap yang mengiringinya.

"Ayah, aku mencintaimu," apakah kalimat ini pantas untuk aku ucapkan?

AKAN LANJUT DI SEASON 2 YAA, HAPPY READING AND HOPE YOU LIKE:))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran

Hay Guys, terima kasih sudah membaca dan maaf jika ada beberapa kata yang tidak sesuai. So, thank you and happy reading :))

.............................................................

Desiran angin membuat Jelita membuka matanya yang tengah terlelap. Rasanya dingin seperti baru saja berendam di dalam kulkas.

Tapi tunggu, ini di mana? Ini bukanlah tempat di mana ia berada. Ini, ini di rumahnya. Bagaimana ia bisa berada di tempat ini, apakah ini mimpi?

Jelita menelusuri seluruh ruangan dengan matanya dan tertumbuk pada sebuah sofa merah darah yang tengah diduduki oleh seorang wanita cantik dengan rambut panjang berwarna coklat kehitaman yang dibiarkan terurai bebas di punggungnya.

Posisi tubuhnya yang membelakangi Jelita membuatnya tidak dapat mengenali siapa dirinya, ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah wanita itu dan berdehem sedikit agar dia mau memalingkan wajahnya ke arah Jelita.

Dan benar, beberapa saat kemudian, wanita itu berdiri dan berbalik ke arah Jelita, wajah itu, dia, dia adalah Melida.

Tante Melida, Kakak sang Bunda yang telah meninggal bertahun-tahun yang lalu akibat gagal jantung. Karena sakit yang dideritanya, perempuan baik itu tiada. Tiada meninggalkan luka yang menganga bagi Jelita.

Sejak dulu ia dekat dengan wanita itu. Setelah melihatnya tiada, Jelita kesepian. Lalu setelah mendengar suara Jelita, dia pun tersenyum dan berjalan mendekat ke arahnya yang masih berdiri kaku.

Tangannya terentang, meminta Jelita untuk mendekat dan memeluknya. Jelita melangkahkan kakinya mendekat ke arahnya yang masih tersenyum manis, tangannya masih terentang menunggu Jelita untuk menyambutnya. Dia pun berjalan mendekat ke arah Jelita, mengikis jarak di antara mereka dan memeluk Jelita dengan hangat, hatinya bergetar hebat, lututnya serasa lemas bagai tak bertulang.

Perlahan, tangan Jelita terangkat, membalas pelukannya yang hangat, air matanya tak dapat tertahan, kini menetes dengan deras, Jelita menyerukan wajahnya ke dalam pelukannya yang hangat.

"Jelita, kamu sudah besar nak." ucap Melida, dia melepaskan pelukannya dan memegang bahu Jelita, menatapnya intens dari atas hingga bawah, senyuman indah tak pernah pudar dari bibir tebalnya.

"Dan kamu benar-benar cantik, mirip dengan bundamu, Widya." tangan satunya terangkat mengusap wajah Jelita pelan dengan penuh cinta.

"Tan-tante Melida ...," bisik pelan Jelita, ia memandang bola mata hitamnya dan mendapat luapan kegembiraan, kerinduan dan cinta yang dalam di sana.

Senyumannya semakin lebar dan bulir bening itu mulai membasahi pipi mulusnya. Melida kembali menarik tubuh Jelita dan memeluknya begitu erat. Jelita membalas pelukannya dengan sama eratnya,

"Jelita, tante kangen banget sama kamu, nak. Kangen dengan celotehan kamu, lawakan kamu, masakan kamu, serta pelukan kamu yang hangat seperti ini. Sudah lama tante menantikan saat ini nak. Menantikan saat di mana Tante bisa menemuimu, memelukmu dengan lembut. Sayang, apakah kamu juga merindukan tante seperti tante yang merindukanmu?" ujar Tante Melida.

Jelita mengangguk dalam pelukannya, air matanya masih terus menetes menuruni pipinya, Tante Melida mengurai pelukannya lagi dan kembali menatap Jelita. Menatapnya masih dengan ekspresi yang sama. "Jelita, tante tahu apa yang sudah terjadi padamu. Kamu benci dan dendam sama Widya kan?

"Semua yang dilakukannya sudah menyakiti hatimu dan membuatmu terluka. Sayang, kamu tidak lupa kan apa yang sudah ayahmu ajarkan dulu padamu. Dia tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi pendendam seperti ini. Tante tahu apa yang sudah bundamu lakukan salah, tidak bisa dibenarkan semua kelakuannya itu ...,"

"Tapi apakah kamu tidak merasa sayang sedikitpun dengan dia? Dia sangat menyayangimu. Bila dia sudah melakukan kesalahan biarlah Tuhan saja yang menghukumnya. Biarkan dia menerima karmanya sendiri. Kamu tahu kan apa itu dosa? dengan apa yang sudah kamu lakukan ini, apakah kamu tidak merasa takut terhadap dosa itu?

"Tante tidak mau kamu dijuluki anak durhaka nantinya, terlebih juga pelakor. Jelita, kamu dengar tante kan, lupakan dendammu itu dan biarlah Tuhan yang membalas kelakuannya. Jangan kamu jadi orang berdosa hanya karena sakit hati dengan kelakuannya." 

Jelita terdiam dan menatap lekat wajah Melida. Sorotnya seperti bingung dan tidak menyukai semua ucapan Melida tadi padanya. Semua sarannya baik, namun Jelita yang sudah dibutakan dendam tidak bisa menerima semua itu. Bisa dibilang sulit bagi pikirannya untuk menerima semuanya.

"Maaf tante. Jelita tidak bisa menerimanya. Perjalanan Jelita sudah sangat jauh untuk menuntaskan dendam itu. Segala hal sudah Jelita lakukan, bahkan aset berharga Jelita pun sudah Jelita berikan pada pria itu ...,"

"Sekali lagi maafkan Jelita Tan, Jelita tidak bisa menghentikan dendam ini. Biarkan Jelita menjadi anak durhaka, pelakor jika itu bisa membalas apa yang bunda lakukan pada ayah. Tan, andai Tante masih hidup, mungkin Jelita takkan seperti ini. Mungkin masih ada tempat Jelita berkeluh kesah, bermalam tanpa Jelita harus merajut dendam seperti ini ...,"

"Tante, apakah di sana Tante sudah bertemu ayah? Aku sangat merindukannya." tanya Jelita di akhir ucapannya.

Tiba-tiba wajah Melida terlihat sedih, murung dan seperti banyak masalah. Ada apa? Mengapa tiba-tiba wajahnya berubah? Apakah ada yang salah dengan ucapan Jelita? "Tante tidak tahu lagi bagaimana untuk menasehatimu. Dari wajahmu sepertinya kamu sudah terlanjur benci terhadap bundamu. Kesalahannya sudah begitu besar hingga membuatmu sulit untuk memaafkannya ...,"

"Tante ingin yang terbaik untuk kamu, tidak ingin kamu kenapa-napa karena dosa yang kamu perbuat. Tapi jika itu keputusanmu, maka silakan kamu lakukan. Tante tidak akan bicara apa-apa lagi ...,"

"Ehm, tentang ayahmu, dia baik-baik saja, aku sudah bertemu dengannya. Dia sangat menyayangkan tindakanmu ini, Jel. Dia tidak ingin kamu menjadi pendendam dan anak durhaka seperti ini. Kamu paham kan maksud tante?" Lagi-lagi kata-kata itu. Kata-kata dosa yang keluar dari mulut Melida membuat Jelita lelah.

Membuatnya marah dan ingin menjelaskan apa yang membuatnya bisa sampai sedendam ini terhadap bundanya.

"Tante tidak tahu apapun. Tante tidak tahu apa yang sudah Bunda lakukan terhadap ayah kenapa makanya tante berkata seperti itu." Melida tampak tersentak dengan ucapan Jelita.

"Tante perlu tahu satu hal ya. Bunda, adik Tante itu sudah melakukan satu kesalahan besar yang takkan mungkin aku maafkan sampai kapanpun. Dia sudah merenggut kebahagiaan kami, merenggutnya dengan begitu kejam." ucapan Jelita membuat Melida terhenyak.

"Jadi?" tanya Melida setelah beberapa saat terdiam.

Lalu Jelita pun tampak menghela nafas sebelum memulai ceritanya. Pandangannya tampak menerawang Jauh sebelum akhirnya ia membuka suaranya.

"Jadi dulu ...," 

Flashback mode on

Kini Jelita tampak menghilang digantikan dengan pemandangan sebuah ruangan dengan sebuah sofa yang diisi oleh sepasang laki-laki dan perempuan yang tengah bercumbu mesra. Wanita itu Widya, sementara yang laki-laki Melida sama sekali tidak mengetahuinya.

Wajahnya terasa asing, dia tidak mengenalnya. Di sofa itu Mereka tampak bermesraan dengan p4n4s, saling bertukar s4liva, hingga bermain dengan liarnya tanpa mengenakan sehelai k4in pun.

Mata mereka menampakan hasrat yang begitu besar, n4fsu serta juga gelora permainan yang terasa semakin besar. Mereka terus bermain dan bermain tanpa rasa malu, selama hampir satu jam lamanya hingga mereka menyudahi permainan itu dan mengenakan p4kaian kembali.

"Sayang, bagaimana permainan tadi?" tanya pria yang bersama Widya itu. Dia dengan pandangan penuh n4fsu menatap Widya di hadapannya, menariknya ke dalam pelukannya dan sempat mengecup b1b1rnya beberapa saat.

Tangan kanannya menelusup masuk ke dalam baju belakang Widya yang kancingnya terbuka, menggerayahi tu-buh-nya hingga berhenti pada dua gundukan Widya yang terasa kenyal.

Tanpa ragu, dia mulai m3r3m4s gundukan itu, m3m3lintirk4nnya dan memainkannya dengan li4r.

Senyumannya semakin lebar ketika mendapati Widya me-nd-es-ah tidak karuan. Menggeliatkan tubuhnya dan mencengkram kuat baju lelaki itu.

"Nikmat sayang, memuaskan, bahkan jauh lebih memuaskan daripada suamiku yang gak berguna itu. Susah banget diajak bermain. Dikit-dikit loyo, gampang pelep4s4n. Setelah dia m4ti kayak gini rasa-rasanya aku jadi nggak sabar buat segera menikah dengan kamu. Membawa kamu ke rumahku dan kita bermain sepuasnya, eugh ...," sahut Widya masih sembari me-nde-sah tidak karuan.

Dia lalu beranjak mengurai pelukan itu, Revan, pria itu melepas tangannya dari gundukan Widya dan menyenderkan badannya di sofa itu. Merasa puas dengan permainan itu. Tidak menyangka jika dirinya bisa secandu ini dalam bermain. Melakukan p3lep4san berulang kali dan tentunya dia yang melakukannya terlebih dahulu.

Lalu Widya yang merasa puas dengan permainan itu pun segera saja menyandarkan kepalanya di lengan Revan. "Sayang, habis ini nikahi aku ya. Aku sudah tidak sabar lagi ingin segera menikah denganmu. Segala hal sudah kulakukan loh, aku sudah memutus rem mobil suamiku, membuatnya m*ti dan akhirnya memanipulasi kematiannya. Kamu janji kan bakal nikahin Aku?" tanya Widya dengan manja dan membuat wajahnya selucu mungkin.

Entah apa yang dia lakukan, tapi yang pasti kelakuannya itu membuat jijik siapapun yang melihatnya.

Senyuman manis mulai terpatri di bibirnya, setelah mendengar ucapan Widya. Semua hal yang dilakukannya membuat Revan bahagia, merasa dirinya dianggap penting dan dicintai. Merasa segala hal yang dilakukannya untuk mendekati Widya, memperjuangkan cintanya hingga membantunya meleny4pkan suaminya berhasil.

Semuanya berjalan sesuai keinginannya. Namun, dalam keromantisan itu mereka lupa, mereka lupa jika masih ada Jelita. Masih ada dirinya yang berdiri jauh di belakang mereka dan mendengar semua perkataan mereka.

Jelita sangat terkejut, tidak percaya jika ia akan mendengar semua ini. Melihat bundanya bermesraan dengan pria lain di tiga hari setelah kematian ayahnya.

Dan yang lebih parahnya lagi bundanya lah yang membuat ayahnya tiada. Jelita cukup marah saat itu. Ia dendam dan tanpa pikir panjang segera saja berjalan ke arah mereka. Ia ingin setidaknya memperingati mereka dan mengatakan jika kelakuan mereka ini salah, tapi baru saja ia berjalan dua langkah, ia langsung berhenti.

Seketika pikirannya mengatakan jika alangkah baiknya ia tidak mendatangi mereka langsung. Lebih baik ia tahan emosinya dan berbalik ke kamarnya. Dengan masih penuh kemarahan, tangan yang mengepal, Jelita terus melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Emosinya seketika meledak setelah sampainya ia dalam kamarnya. Dengan penuh emosi, Jelita segera saja membanting segala barang, kemudian menjatuhkan dirinya ke lantai di bawahnya. Ia menangis, memanggil-manggil nama sang ayah dan meminta maaf karena tidak bisa menolongnya.

Jelita terus merutuki dirinya, menyalahkan dirinya karena tidak mampu menolong ayahnya saat itu. Tidak dapat mencegah ayahnya pergi.

Jika saja saat itu ia bisa mencegah kepergian ayahnya keluar, pasti saat ini takkan terjadi. Pasti ayahnya masih ada dan takkan meninggal. Lalu apa yang terjadi dengan bundanya? Kenapa bisa Bunda, orang yang sejak dulu dekat dengannya, sangat ia sayangi dan hormati, bahkan jauh lebih sayang terhadap bundanya daripada ayahnya, bisa melakukan hal senekat ini.

Cinta seperti apa yang Widya rasakan dari Revan sampai membuatnya bisa senekat ini untuk dapat bersatu dengannya? jahat. Widya benar-benar jahat.

Setelah tahu semua itu Jelita tidak tahu apakah hingga detik ini rasa sayangnya pada bundanya itu masih ada atau tidak? karena setelah mendengar ketidaksengajaan itu, Jelita rasa perasaan sayangnya pada bundanya itu sudah hilang.

Sudah hilang, sirna dan tergantikan dengan kebencian yang langsung mendarah daging dalam dirinya. Teringin membalaskan apa yang bundanya lakukan pada ayahnya. Meskipun tidak tahu dengan cara apa, yang terpenting dapat membalaskannya.

Baginya saat ini, keh4ncuran bundanya adalah hal nomor satu yang menjadi tujuannya. Ia merangkai segala cara untuk membalasnya hingga akhirnya aset pribadinya pun terenggut demi dendamnya itu.

Flashback off 

Setelah mendengar cerita Jelita dan apa yang membuatnya sebenci ini terhadap bundanya, Melida tidak mampu menahan perasaannya. Sontak saja dia menangis dan menarik Jelita ke dalam pelukannya. "Jelita, apa yang sudah dia lakukan kelewatan ...,"

"Tante tidak tahu apa yang sudah Widya lakukan ternyata sejahat itu. Yang tante tahu hanya sebatas Widya yang menggelapkan uang ayahmu dan memanipulasi semua harta warisannya, tante tidak tahu kalau ternyata dia sampai membunuhnya ...,"

"Maafkan tante, Jelita. Tante tidak bisa mendidiknya dengan baik. Andai tante tidak meninggal mungkin Tante masih bisa mencegah ini semua. Dia takkan senekat ini hanya demi seorang lelaki."

"Lalu apa rencanamu, kamu tetap berniat membalaskan dendammu lewat suami barunya?" tanya Melida sembari mengurai pelukannya dan menatap sedih ke arah Jelita.

"Iya, aku janji, Tan. Aku akan membuat mereka merasakan apa yang ayah rasakan. Dulu bunda sudah merenggut hartanya kan? Jadi aku akan merebutnya balik. Dulu aku membiarkannya karena ku kira itu hanya candaan biasa. Saat tante mengatakannya, aku tidak terlalu menggubrisnya, karena aku sayang pada Bunda dan tidak mungkin baginya untuk melakukan itu ...,"

"Tapi sekarang, dengan nyawaku sendiri aku berjanji, aku akan merebut apa yang bunda rebut. Membuatnya menyesal dan merasakan akibat dari semua perbuatan mereka. Aku takkan pernah membiarkan mereka lolos. Sekalipun julukan anak durhaka dan pelakor kudapatkan, aku tidak peduli. Yang terpenting bisa membalaskan dendamku, bagiku sudah cukup ...,"

"Mereka sudah membuat ayahku tiada, jadi mereka sudah pantas menerima ganjarannya. Mungkin aku takkan membuat mereka merenggang nyawa, tapi goresan-goresan kecil rasanya tidak masalah." amarah meluap meluap dalam jiwa Jelita.

Meskipun dulu ia tidak terlalu dekat dengan sang ayah, tapi ia tak akan membiarkan siapapun orang yang berani mengusik ketenangannya apalagi sampai mengambil kebahagiaan serta kehidupannya.

"Meskipun orang itu adalah Bunda, takkan pernah aku membiarkannya lolos. Dia harus menerima akibat dari perbuatannya." tambah Jelita.

Bersambung ...

1
Putri rahmaniah
jelita lebih cocok dengan Revan ,,dibanding sma ibunya Thor..
◍•Grace Caroline•◍: yes😇😇
total 1 replies
Norah Haderan
jadi penasaran
◍•Grace Caroline•◍: hehe nantikan terus ya kak
total 1 replies
Norah Haderan
guru kok gitu/Smug/
◍•Grace Caroline•◍: hehe maklum kak, udah cinta ya gitu😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!