Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ada kesempatan
Gangguan dari wanita yang bernama Cheryl itu, masih terus berlanjut hingga malam hari. Sekitar pukul sebelas malam, suara ponsel masih terus berdering dan kali ini bukan milik Andrew melainkan milik Anjani.
Wanita yang baru masuk ke periode tidur lelap itu, dipaksa kembali terbangun. Dengan kedua matanya yang merah tampak ia mencari sumber suara. Tangannya mennyisir sekitaran tempat tidur dan didapati ponsel Anjani terjatuh di bawah tempat tidurnya. Saat Anjani mengambil benda pipih itu, deringannya sudah berhenti. Ada sekitar empat panggilan dengan beberapa pesan yang masuk.
Anjani mengernyitkan dahinya, mengucek matanya yang terasa rapat dengan kepala yang berdenyut pusing. Rasanya ia sedikit mual karena bangun tiba-tiba. Setelah tidak terlalu pusing, ia mulai membuka pesan yang dikirim Cheryl sambil duduk terbangun.
“Heh Jani, jangan pikir kamu menang sekarang, mas Andrew itu punyaku dan kamu gak berhak untuk memiliki dia lagi.” Itu pesan pertama yang dikirim Cheryl sekitar setengah jam lalu.
“Aku sama mas Andrew sepertinya harus tetap bersama dan kamu harus terpaksa mengalah. Karena apa? kami punya tali pengikat yang sangat kuat dan itu tidak kalian miliki.” Isi pesan kedua di sertai emoticon tawa iblis yang menyeringai.
Dada Anjani berdebar semakin kencang. Ia menoleh tempat di sampingnya dan ternyata Andrew tidak ada di sana.
“Mas, mas Andrew?” Anjani segera melepas selimut yang menutupi tubuhnya. Ia berjalan ke kamar mandi dan mencari keberadaan Andrew, ternyata laki-laki itu tidak ada di sana.
“Mas Andrew ke mana?” Anjani bingung sendiri mendapati Andrew tidak ada di kamarnya. Padahal sejam lalu mereka masuk sama-sama setelah makan malam dan tidur sambil berpelukan. Dia berpesan siap-siaplah untuk serangan fajar dan saat itu Anjani diminta tidur lebih dulu.
“Jangan mempersulitku Jani, aku bisa berbagi jika kamu memang tidak bisa melepaskan mas Andrew. Aku punya hadiah untukmu, kalau penasaran datanglah ke alamat berikut.”
Di pesan yang ketiga dan keempat Anjani mendapatkan sebuah kiriman lokasi sebuah hotel. Dadanya berdebar semakin kencang saat berpikir mungkin saja Andrew pun ada di sana. Ia mengecek laci lemari kecil di samping tempat tidur Andrew dan kunci mobil sudah tidak ada. Ponsel Andrew juga tidak ada.
“Sial, apa mas Andrew pergi menemui wanita itu?” Anjani termenung beberapa saat. Dadanya sudah bergejolak membayangkan adegan panas antara Andrew dengan Cheryl seperti yang pernah ia lihat dulu.
Anjani sudah berusaha untuk melupakannya dan menerima hal itu sebagai bentuk kekhilafan yang tidak akan diulangi oleh Andrew. Tetapi nyatanya ia gagal. Setiap kali ada hal yang mencurigakan pada diri Andrew, maka bayangan itu yang kemudian hadir. Bayangan itu seperti sebuah trauma yang ternyata membekas di hati dan pikiran Anjani serta terus menyakitinya setiap waktu.
Hal itu juga yang membuat Anjani tidak berselera memenuhi permintaan Andrew untuk berhubungan ranjang malam ini. Andrew mengira Anjani hanya kelelahan, nyatanya hasratnya tiba-tiba menghilang setelah sejak sedari sore ini Cheryl terus menghubungi suaminya.
Lalu saat ini, Anjani tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak mungkin kan, ia hanya terduduk di tepian tempat tidurnya seperti orang bodoh yang dibodoh-bodohi? Mungkin saja saat ini Andrew dan Cheryl sedang,
“Akh, aku gak bisa diem terus kayak gini.” Anjani segera beranjak dari tempatnya. Ia sangat yakin untuk menyusul Andrew. Firasatnya meyakini kalau Andrew sekarang sedang bersama Cheryl.
Tanpa berpikir panjang, wanta itu segera mengambil baju hangat dan dompetnya. Ia menggunakan mode layanan transportasi yang bisa dipesan secara online. Lama sekali pengemudi merespon permintaannya.
“Aku akan nunggu di bawah.” Anjani berjalan dengan cepat keluar dari kamarnya lalu menuruni anak tangga untuk sampai di loby. Suasana loby pun sudah mulai sepi, jarang orang yang berlalu lalang. Hanya beberapa orang warga negara asing yang melewatinya, baru ulang dari club malam.
“Kenapa lama sekali?” perasaan Anjani semakin tidak karuan. Ia menunggu dengan gusar pengendara mobil yang mau mengambil orderannya.
“Selamat malam, ada yang bisa di bantu, Bu?” tanya seorang petugas keamanan yag melihat Anjani begitu gelisah.
“Oh, malam. Ini Pak, saya mau ke alamat ini, tapi sepertinya belum ada driver yang mengambil orderan saya.” Anjani menunjukkan lokasi yang akan ia datangi.
“Wah, kalau sudah malam begini biasanya jarang, Bu. Paling menggunakan jasa pengemudi yang non online. Saya ada kenalan yang bisa mengantar ibu ke tempat itu. Mau di coba?” tanya pria muda tersebut.
“Boleh. Saya sedang terburu-buru. Tolong ya Pak.” Anjani setengah memohon.
“Iya Bu, di tunggu sebentar.” Laki-laki itu segera menghubungi seseorang yang ia kenal dan tidak lama seorang lelaki paruh baya datang menghampiri. Laki-laki itu yang kemudian mengantar Anjani ke tempat yang hendak di tujunya.
Menurut peta, perjalanan Ajani sekitar sepuluh menit. Anjani baru sadar kalau ternyata Cheryl menyusulnya dan Andrew hingga ke tempat ini. Wanita itu benar-benar bersungguh-sungguh untuk menemui Andrew. Mungkin karena beberapa hari ini Andrew mengabaikannya. Tidak menjawab teleponnya atau tidak membalas pesannya.
Waktu sepuluh menit itu terasa begitu lama. Perjalanan rasanya sangat panjang. Anjani melihat kalau ia semakin dekat dengan tempat tujuannya. Sebuah hotel di tepian laut dengan posisi hotel yang cukup tinggi. Anjani segera turun setelah memberi beberapa lembar uang pada pengemudi itu. ia berjalan mengikuti peta yang ia miliki dan tanpa sengaja ia mendengar perdebatan dua orang yang masih samar-samar.
“Ya Mas harus tanggung jawab dong. Gak bisa cuma aku yang tanggung jawab. Kita bikin anak ini berdua! Gak aku sendiri yang bikin.” Anjani mengenali suara itu sebagai milik Cheryl.
Langkahnya semakin mendekat pada sumber suara yang ternyata masih di luar hotel. Dua orang itu sedang berdebat di tepian tebing.
“Aku akan tanggung jawab. Tapi tidak dengan nikahin kamu. Tolonglah kamu pahami keadaan aku. Aku gak mungkin menceraikan Anjani. Kamu tau itu kan Cheryl?” suara itu juga milik Andrew.
“Okey kalau kamu gak bisa menceraikan Anjani! Kalau gitu aku mati aja sama anak ini!” seru Cheryl dengan berurai air mata. Wanita itu segera beranjak menuju tepi jurang.
“Jangan gila Cheryl!” teriak Andrew sambil menarik tangan Cheryl menjauh dari jurang. Rupanya ini alasan mereka ada di dekat tebing, karena Cheryl hendak bunuh diri.
Wanita itu menangis tersedu-sedu seperti putus asa dan Andrew hanya bisa mengumpat kesal seraya mengusap wajahnya kasar. Anjani semakin mendekat dan bayangan tubuh tambunnya sekarang terlihat oleh Andrew.
“Jani? Nga-ngapain kamu di sini?” laki-laki itu benar-benar terkejut. Sepertinya ia tidak menyangka kalau Anjani akan datang menyusulnya.
“Aku yang nyuruh dia kesini. Biar dia tau kalau Mas sebenarnya masih berhubungan sama aku!” seru Cheryl.
“Astaga, kamu Cheryl!” Andrew sudah mengangkat tangannya hendak memukul Cheryl, tetapi Anjani segera menahannya.
“Kenapa Mas mukul dia? Karena dia membongkar semua kebusukan Mas?” tanya Anjani yang mencengkram tangan Andrew dengan erat. Matanya menyalak menatap netra pekat milik suaminya.
“Jani, wanita ini hanya mengada-ada! Dia cuma mau bikin kita pisah!” Andrew masih berusaha menunjukkan usahanya untuk berpihak pada Anjani.
“Bohong Mas bilang?” Anjani tersenyum sinis seraya mengibaskan tangan suaminya. “Dia hamil Mas dan Mas gak mau tanggung jawab. Aku denger semuanya!” seru Anjani dengan air mata yang mulai menetas di sudut matanya. Suaranya sedikit serak dan napasnya terdengar berat. Mungkin karena dadanya sangat sesak membayangkan pengkhianatan suaminya membuahkan hasil seorang anak diluar nikah.
“Nggak! Dia bohong! Kamu denger dulu!” Andrew berusaha meraih tangan Anjani.
“Denger apalagi?!” Anjani berusaha menghindari tangan Andrew. Kemarahan yang selama ini di tahannya, benar-benar meledak. “Harusnya aku gak percaya waktu Mas bilang Mas akan berubah. Harusnya aku sadar kalau itu hanya usaha Mas supaya aku tidak menceraikan Mas. Harusnya aku percaya kalau seorang pengkhianat hanya cocok untuk seorang pengkhianat lainnya.” Mata basah dan merah milik Anjani menatap Andrew dan Cheryl bergantian dengan penuh kekecewaan.
Wanita itu tersedu beberapa saat sambil menunduk, membiarkan air matanya berjatuhan membasahi bumi. Hatinya sungguh hancur. “Harusnya, aku tidak membuka kesempatan untuk membuat hatiku terluka semakin dalam. Karena seorang peselingkuh tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah memahami sakralnya sebuah komitmen dan janji pernikahan.” Anjani menatap laki-laki itu dengan lekat. Penuh kemarahan dan kekecewaan.
“Iya kan Mas?” Wanita itu kembali bertanya sambil memukul dada Andrew berulang kali. Andrew tidak bergeming ia hanya terdiam di tempatnya, memandangi Anjani yang hancur oleh pengkhiatannya.
“Tidak perlu mengasihaniku seperti itu Mas. Lukaku gak akan sembuh dengan tatapan iba seperti itu. Mulai sekarang, mari kita pastikan kalau kita akan tetap bercerai. Kita akan berpisah dan tidak akan saling bertemu lagi. Aku harap, Mas nggak mempersulit itu.” Anjani berujar dengan tegas.
“Nggak Anjani, kita gak boleh cerai.” Andrew berusaha meraih tangan Anjani untuk membujuknya.
“Kamu apaan sih Mas, udah jelas dia minta cerai. Udahlah kalian cerai aja!” Cheryl yang mengibaskan tangan Andrew agar urung menggapai tangan Anjani.
“Cheryl!” bentak Andrew tidak terima.
“APA?!” Cheryl balas menyalak. “Dia mempermudah kita untuk bersama, tapi kamu mempersulitnya. Kamu bodoh Mas!” imbuh gadis itu setengah berteriak sambil menunjuk kepala Andrew. “Kalau kamu sulit bikin dia pergi, maka aku yang akan bikin dia pergi!” ancam Cheryl.
Tanpa di duga, wanita itu menarik tangan Anjani dengan kuat dan mendorongnya ke tepi jurang.
“Akh!” Anjani berteriak saat tubuh tambunnya terdorong oleh Cheryl hingga bergelantungan di tebing hanya berpegangan pada tiang lampu malam yang menerangi tepian jurang. Ia melihat ke bawah dan di bawah sana adalah lautan lepas dengan banyak batu karang.
“Cheryl, kamu gila!” teriak Andrew seraya mendekat hendak menarik Anjani ke atas.
“YA AKU MEMANG GILA!” balas Cheryl seraya mengacungkan pisau pada Andrew. “Jangan mendekat! Atau aku bisa lebih gila kalau kamu masih mempertahankan pernikahan kalian. Aku bisa memotong urat leherku sendiri dan mati berdiri dihadapan kamu supaya kamu dipenuhi rasa bersalah seumur hidup kamu.”
“Dan wanita ini?” sebelah kaki Cheryl menginjak tangan Anjani dengan kuat.
“Akh….!” Anjani hanya bisa mengaduh. Tangannya sudah lemas dan basah berpegangan pada tiang lampu.
“Kalau dia mati, bukankah kamu tidak perlu takut kehilangan apapun Mas? Dia tidak akan menuntut apapun, benar?” Cheryl berusaha mempengaruhi Andrew. Laki-laki itu tampak gelisah dan tegang. Tubuhnya berkeringat dingin merasakan takut dan disatu sisi, nalurinya membenarkan ucapan Cheryl. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang.
“Lihat Jani, Mas Andrew gak yakin buat nolong kamu. Jadi baiknya kamu pergi aja,” ucap Cheryl yang kemudian tertawa.
“Jangan gila Cheryl! Kamu bisa jadi pembunuh! Kamu mau anak kamu memiliki label ibu seorang pembunuh?!” Anjani masih berusaha membujuk Cheryl.
“Kamu pikir aku peduli? Aku lebih peduli kalau dia lahir tanpa seorang ayah. Harus bagaimana aku menjelaskannya, hem?” Wanita itu bertanya dengan ringan. Semakin keras saja injakannya di tangan Anjani.
“Gimana Mas, kamu setuju dengan pendapatku?” Dengan acungan pisau, Cheryl bertanya pada Andrew. Andrew tidak bisa memutuskan. Ia hanya bisa menatap wajah Anjani lekat-lekat lalu membuang mukanya.
“Sorry Anjani, kamu di buang!” ujar Cheryl dengan ringan. Ia menendang wajah Anjani dengan cukup keras.
“Aaaakkkkk!” teriakan Anjani terdengar keras saat tubuhnya jatuh ke bawah sana.
Suara benda jatuh menghantam lautanpun terdengar cukup jelas, tetapi Cheryl hanya terkekeh saat ia melihat tubuh Anjani yang hilang di bawah sana. Sementara itu Andrew hanya bisa mematung tidak percaya melihat apa yang dilakukan Cheryl pada istriya. Ia terduduk lesu di tepian jurang.
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️