"Menjadi prajurit butuh perjuangan, butuh pengorbanan. Berjuang untuk bumi tempat berpijak, demi setiap tarikan udara yang kita hirup dan demi orang-orang tercinta beserta kedaulatan. Berkorban, mengorbankan segala yang kita miliki sekalipun sebuah sumpah setia di ujung senapan."
~Teuku Al-Fath Ananta~
"Aku tak akan membuat pilihan antara aku atau bumi pertiwi, karena jelas keduanya memiliki tempat tersendiri di hatimu. Jadilah sang garuda meski sumpah setia kau pertaruhkan diujung senapan."
~Faranisa Danita~
Gimana jadinya kalo si sarjana desain grafis yang urakan dan tak suka pada setiap jengkal tanah yang ia pijaki bertemu dengan seorang prajurit komando pasukan khusus nan patriotisme dalam sebuah insiden tak terduga, apakah mereka akan seirama dan saling memahami satu sama lain, dalam menjejaki setiap jalanan yang akan mereka lalui ke depannya di belahan bumi pertiwi ini? Ikuti kisahnya disini yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ISTRI PRAJURIT,, I'M COMING!
Jendral itu tersenyum kecut, mendengar jawaban Zaky. Seorang pebisnis seperti Zaky bukan hal asing mendapati hal semacam ini. Jendral bintang dua ini melakukan serangan fajar, sebelum petinggi lain meminta Al Fath untuk menjadi menantu keluarga setelah ia membaca selembar fax yang dikirim oleh Brigadir Jendral dari MARKAS BESAR PRAJURIT, mengenai isu para perwira yang akan naik pangkat, di list teratas nama Teuku Al Fath berkibar bebas.
Acara makan malam itu berakhir dengan rengekan Flora yang meminta ayahnya untuk bertindak tegas pada Al Fath, meminta supaya sang perwira mau pedekate'an dengannya untuk saling mengenal lebih dekat satu sama lain.
"Umi pokoknya ngga suka! Liat ngga gayanya, cewek kok kegenitan gitu! Dari dulu umi paling ngga suka kalo orangtua perempuan minta-minta anak lelaki orang buat jadi suami anaknya, kaya ngga punya harga diri! Kodratnya laki-laki itu ya mengejar, bukan dibeli! Anak-anak umi bukan barang tukar, untung ngga umi jambak tuh rambutnya!" sejuta cercaan dan omelan pedas umi Salwa keluar membludak tak terkendali setelah sampai di mes Al Fath. Jika sudah begini Zaky sekalipun tak dapat menghentikkan ocehan semalam suntuk Salwa.
"Iya mi," angguk Al Fath, begitupun Zahra yang mengangguk cepat setuju dengan sang ibu.
"Umi sama abi tidur di kamar saja, dek Ra biar gelar kasur lipat punya abang di karpet, ini sudah kemalaman bi, untuk pulang. Lagipula abi pasti capek seharian nyari universitas buat Zahra," usul Al Fath membuka kemeja, menyisakan kaos putih tipis.
"Sini bi, biar umi lepasin kemejanya. Ganti pake t shirt aja," pinta Salwa.
"Mi, piyama Zahra mana?"
"Di dalem tas,"
"Besok pulang jam berapa, biar Fath antar ke rumah terus ke bandara?" tanya Al Fath.
Salwa dan Zaky saling pandang, "umi pulang setelah pamitan sama Fara, bisa antar ke rumahnya?" Al Fath sempat terkejut mendengarnya, tapi kemudian ia mengangguk, "tau."
...----------------...
"Besok lu kerja jam berapa?" tanya Nyak.
"Minta cuti," jawabnya dari dalam kamar, Fara masih sibuk dengan sederet kertas. Ibunya benar, kesempatan tak datang dua kali, dan hatinya berkata untuk mengambil pekerjaan yang ditawarkan Rio, jujur saja ia belum memiliki perasaan se-menggebu itu untuk dipersunting orang. Fara bahkan sudah menyiapkan pakaian hitam putihnya, yang ia gantung di handle pintu lemari, sudah rapi karena ia menyetrikanya bahkan menyemprotnya dengan perapi pakaian.
Lamaran beserta perintilan fotocopyan ijazah dan persyaratan sudah rapi tersimpan dalam map coklat di atas meja kecil.
Kini gadis itu bersimpuh di atas sajadahnya di sepertiga malam, "yang jodoh dekatkanlah, jika bukan jodoh maka berilah keikhlasan," gumamnya mengusap kedua telapak tangan yang terbalut mukena putih ke wajah.
Fara menggeliat diatas ranjang, gadis cantik ini sebenarnya malas untuk bangun jika tak mengingat ia sudah ada janji dengan seorang staf alias orang dalam kenalan Rio di perusahaan start up disana.
Kelopak matanya terbuka pelan-pelan dan hati-hati, tangan lentiknya memijit kedua alis untuk mempertegas si retina mata.
Perlahan namun pasti kesadarannya ia kumpulkan, diambilnya ponsel di bawah bantal samping dan mulai menyalakannya.
Mata yang masih menyesuaikan dengan cahaya kamar itu membola seketika, "ampunnnn! Fara kesiangan!" ia langsung melompat dari ranjang, hal pertama yang ia kejar adalah nyak.
"Nyak!!!!"
"Kenapa ngga bangunin Fara?! Fara ada janji temu sama staf temennya Rio! Ini gimana?!" ia menggaruk-garuk kepala yang mendadak terasa gatal. Bahkan ia tak peduli dengan belek, atau pakaian semrawut khas orang bangun tidurnya. Gadis ini sudah duduk sambil goser-goser di lantai dapur sambil menangis.
"Apa 'nyak kata! Lu pemalesan, rejeki lu dipatok ayam tetangga kan?! Mana 'nyak tau lu ada janji temu, kan lu ngga bilang! Kapok kan sekarang jadi pemalesan?!" bukannya membujuk untuk membuat Fara berhenti menangis yang dilakukan ibu ini adalah mencecar anaknya seakan ingin puas memarahi Fara.
"Terus gimana?" balasnya di sela-sela isakan.
"Masa mau jadi sales presto everlasting?!" cemberutnya.(selamanya)
"Itu lu goser-goser gitu, mau bikin celana lu jadi lap pel apa gimana?" bentaknya memarahi sambil mengacungkan spatula pada sang anak.
Fara sudah mandi, ia sudah makan. Yang dilakukannya sekarang hanya duduk dari pagi sampai siang. Seakan raga kehilangan nyawa, tak berpindah sedikit pun dari posisinya untuk meratapi nasib yang sekamvret ini.
"Ra, bantuin 'nyak benerin antene! Daripada lu cuma diem kaya bebek sawan, mendingan berguna dikit. Nyak mau nonton sinetron favorit, pintu barokah! Buru, ngga usah dipikirin lah. Kalo rejeki mah ngga akan kemana," Fara berdecak sambil menatap ibunya.
"Ck, iya." Tapi tak ayal ia berdiri dan keluar dari rumah.
"Ganti dulu celana lu, Ra. Celana lu pendek itu," pinta ibunya.
"Ngga usah lah 'nyak! Cuma disamping rumah ini! Mana tangganya?" balas Fara.
"Bentar, 'nyak pinjem ke cang Rohim."
Fara duduk menunggu di tembok pembatas sambil memainkan kuku-kuku bersihnya, tak ada kuteks atau nail art disana, hanya kuku bersih nan pendek, bibirnya masih cemberut atas kejadian ini. Sejumlah pesan dari Rio dan pak Jun sang staf kenalan bikin moodnya turun, mereka kompak mengatakan jika posisi itu sudah diisi oleh orang lain karena keterlambatannya. Ia menghembuskan nafas kasar sampai 'nyak menyodorkan tangga dari bambu di depannya.
"Nih!" Fara mengangkat tangga setinggi 6 meter itu dan menempelkannya di tepi genting rumah, lalu dengan pasti ia menapaki anak tangganya satu persatu, tak adanya sosok laki-laki di rumah membentuk seorang Fara yang tangguh dan kuat, tak mungkin ia membiarkan 'nyak melakukan pekerjaan berat ini, salah-salah kecengklak ia juga yang repot.
"Nyak di dalem deh, liatin udah apa belum?!" ibunya mengangguk dan masuk.
"Lama-lama gua boikot juga tuh acara pintu barokah, Fara ganti pake pintu doraemon!" dumelnya.
Fara memutar batang bambu, tiang antena tv, "udah belum?" teriaknya dari atas.
"Belum masih banyak semutnya!" balas 'nyak tak kalah kencang.
"Siram pake air! Biar pada pergi tuh semut! Makanya punya tv jangan dimasukkin gula terus, disemutin kan jadinya!" omelnya pelan.
"Udah belum?" Fara memutarnya lagi.
"Belum!"
"Arghhh, 'nyak! Ganti aja lah tontonannya, ngga usah kaya begituan, ngapain sih liat orang diazab, ngeri tau ngga! Mendingan liatin si spongebob 'nyak spongebob!" teriaknya.
Tanpa sadar jika aksinya ini tengah menjadi tontonan keempat tamu tak diundang.
"Udah Ra! Udah mendingan nih! Bisa lah liat wajah ganteng Habibie!"
Setelah pegal ia memutar-mutar batang bambu di tengah terik sinar matahari seperti sedang menjemur upil, kaki Fara mulai meraba untuk menapaki titian tangga.
"Udah Ra?!" ibunya keluar, tapi sedetik kemudian ia tergelonjak kaget melihat beberapa orang di depan rumahnya.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, eh..pak tentara?"
"Aduh, awas kamu jatuh," seru Al Fath langsung memegangi tangga yang tengah di pijaki Fara, betapa terkejutnya gadis itu saat melihat ke bawah.
"Ayo turun, saya pegangi. Apa ngga ada lelaki disini?" tanya nya khawatir, gadis itu mengerjap kaget, apalagi saat ia mengedarkan pandangan ke arah lain dimana ada Salwa, Zaky dan Zahra disana.
"Bu Salwa?" gumamnya.
Salwa dan Zahra terkikik melihat gadis di depannya, luar biasa! Multi talenta, selain jadi sales presto ia juga bisa jadi petugas tower.
Wajah Fara sudah memerah malu, ke gap lagi benerin antene sangat meresahkan, ngga ada gitu moment yang lebih absurd lagi, makin jauh saja kata anggun dari pribadinya.
Kini ia hanya duduk terdiam seperti patung setelah mengganti celana hot-nya, hanya sesekali tersenyum ramah seraya menyimak dan menunduk. Tak berani melihat ke arah keempat tamunya selain Salwa.
Hanya teh manis hangat juga kopi sachet berteman malkist cracker dan kue cucur saja yang menjadi hidangan penyambut sederhana di rumah Fara, tak ada makanan mewah apalagi makan siang pake caviar diatas tower.
"Maaf bu, pak..pak tentara...neng.."
"Panggil saja Al Fath, bu."
"Iya Al Fath, cuma makanan ala kadarnya saja yang ada di meja," nyak meringis malu.
"Ngga apa-apa bu, saya senang. Justru kami yang sudah merepotkan tuan rumah," ucap wanita berjilbab nan cantik itu.
Sepanjang obrolan Fara mendadak jadi bisu, karena untuknya topik pembicaraan membuatnya semakin sesak.
"Fara ngga kerja?" tanya Zaky, Fara mendongak, "lagi cuti pak, om, eh..." Salwa dan Zahra kembali tertawa renyah, begitupun Al Fath.
"Apa saja senyaman kamu," jawab Zaky.
"Fara, umi kesini cuma mau memastikan kembali, sebelum umi pulang ke Aceh." Fara kembali mendongak dan menatap lurus hanya pada Salwa sang lawan bicara. Umi? Alisnya bertaut.
"Apa benar, putra umi Al Fath sudah..."
"Melamar?" tanya Fara, Salwa mengangguk, kini tatapan Fara beralih pada Al Fath dan ibunya sebelum menjawab.
"Sudah bu,"
"Jadi? Tempo hari itu umi serius bertanya sama kamu, bagaimana kalau kamu berjodoh dengan tentara? Dan jawaban kamu membuat umi yakin, kalau kamu mau menerima lamaran putra umi? Umi juga tidak bercanda tentang membawa kamu ke rumah kami di Aceh, agar kamu tau tempat dimana Al Fath dilahirkan, jadilah bagian dari keluarga kami,"
Mungkin ini adalah jawaban Tuhan atas do'a Fara semalam, mendekatkan yang jodoh dan mengikhlaskan yang bukan jodohnya.
Fara berkali-kali menghela nafas untuk meraup oksigen sebanyak mungkin, sebisa mungkin ia tenang untuk saat ini.
Disaat kedua tangannya saling mencengkram, 'nyak menggenggam tangan Fara.
"Nyak udah bilang, ngga usah pikiran yang lain. 'Nyak tau Fara pasti mikirin 'nyak disini, insyallah 'nyak ngga apa-apa, Fara anak sholeha-nya 'nyak. Sejak dulu ngga pernah mikirin diri sendiri, untuk saat ini 'nyak cuma mau bilang 'nyak bakalan baik-baik aja. Ada banyak tetangga disini, ada pak mantri yang suka nolong kita, ada cang Romlah, cing Cici."
Al Fath bisa lihat itu semua, jika Fara memang menyayangi ibunya.
"Ada masanya 'nyak harus lepas Fara buat ngikut yang nantinya jadi laki Fara. Dan jika saat itu adalah saat ini, 'nyak bakalan bahagia. 'Nyak bisa bilang sama bapak, kalo 'nyak udah kasih Fara sama lelaki baik-baik." Fara semakin terisak memeluk ibunya. Salwa ikut terharu.
"Fara, jika saya bertugas disini. Saya tidak akan melarang kamu untuk bersama ibu. Kalaupun nantinya saya harus bertugas di luar, sebisa mungkin komunikasi akan tetap terjaga," ucap Al Fath.
Fara mengurai pelukannya, lalu mengusap pipi yang sudah basah, dengan yakin ia mengucap basmallah.
"Oke, Fara terima lamaran bang Fath."
"Alhamdulillah," Salwa mengeluarkan sebuah kotak cincin biru dari dalam tas dan membukanya, cincin nikahnya bersama Zaky yang dulu pernah disematkan di jarinya oleh umi dan abi Zaky, kini ia serahkan pada Al Fath, kelak cincin itu akan turun temurun.
"Umi punya dua cincin duplikat cincin nikah umi sama abi dulu, satu untuk Al Fath dan satu untuk nanti kelak Rayyan meminang perempuan-nya," ujar Salwa tersenyum saat Al Fath memasangkan cincin di jari Fara.
Waktu yang hampir tergelincir ke sore itu dipakai Fara dan Al Fath untuk mengantar Zaky sekeluarga ke bandara.
"Segera ajukan pengajuan pernikahan ke kantor, jangan ditunda-tunda." Ucap Zaky saat mereka masih menunggu di bandara.
"Kak Fara, Zahra titip bang Fath ya." Ucap si bungsu.
"Ngga kebalik?" tanya Fara tertawa.
"Engga kayanya, Zahra yakin kalo kak Fara cewek strong! Lebih strong dari abang," kekehnya.
"Kamu belum ketemu adik Fath yang namanya Rayyan," sahut Salwa.
"Alahh mi, kalo bisa mah jangan lah!" Fara menyimak kebingungan, memangnya siapa dan kenapa dengan Rayyan ini.
"Nanti kalo dia selesai tugas, umi suruh dia temuin kalian! Berharap saja saat nanti kalian menikah, Rayyan hadir, biar ngga mati penasaran karena kepengen tau tentara flamboyannya kita!" jelas Salwa.
"Siap bu, eh...umi. Hati-hati di jalan," Fara dan Salwa saling berpelukan.
"Terimakasih Fara, umi tau menjadi istri tentara tidak mudah. Jalan kalian ke depannya pasti akan berliku, tapi umi yakin kamu adalah orang yang tepat," Fara mengangguk. Fara dan Al Fath melepas kepergian Zaky sekeluarga kembali ke Aceh, menyiapkan segala sesuatu untuk acara pernikahan keduanya.
"Abang minta data diri kamu untuk pengajuan pernikahan ke kantor,"
"Iya, nanti Fara kasiin." Gadia itu memutar-mutar cincin yang kini terpasang di jari manisnya.
"Kehidupan kacang ijo, i'm coming!" benaknya.
.
.
.
Wahhhh! Dunia kemiliteran kedatangan anggota baru yang absurd nih! Bagaimana keseruan Fara menggemparkan dunia kemiliteran?? It's start begin!!!!
hebat pokoknya jempol 4 aku kasih 👍👍👍👍
Tetap semangat 💪💪💪🥰 berkarya Thor
malah nagih baca lg novel yg belum...
maklum Aku pembaca baru karya'mu...🙏🙏
dan pas Aku baca., ekh ketagihan...
semangat berkarya Otor 😘 🥰
kita orangg sayang ibuu /Cry//Rose//Rose//Rose//Heart//Brokenheart/