Allasca After With You

Usai melangkah beberapa meter dari hotel bintang yang disewanya. Langkah kaki Allasca tiba di resort paling ujung pulau.

Suasana ini yang Allasca cari. Aroma asin semakin menerpa indra penciuman, diiringi debur ombak yang memecah perlahan di bebatuan karang.

Perahu-perahu kecil berjejer. Resort itu masih tampak sama, dengan panorama kolam renang yang menghadap langsung ke laut dan deretan kursi santai di tepiannya.

Angin sepoi-sepoi mempermainkan tirai dengan gerakan anggun. Sebuah ranjang dengan kelambu putih, dan sofa empuk itu seakan-akan mengundang ingatan masa lalu.

Sayangnya, kenangan masa lampau terasa lebih indah dari pada masa depan setelah kisah cinta satu malam mereka. Andai Pingkan seindah kenangannya, mungkin Allasca tidak akan mengingkari janji sehidup semati yang pernah dia utarakan.

"Kau yakin akan tidur di sini?"

Nick yang memesankan kamar. Dan saat ini, Allasca tengah menyemprotkan sanitizer di beberapa titik tempat, salah satunya ranjang.

"Yakin tidak perlu ganti sprei?" Nick masih ragu-ragu, pasalnya semakin umur, Allasca semakin sensitif dengan pemicu alerginya.

Mereka benar-benar tidak membawa sprei atau alat apa pun yang biasanya Allasca bawa ke mana mana saat bepergian dan menginap.

"Aku justru mau aroma khas dari resort ini, aku mau mengenang wangi khasnya."

Bola mata Nick berputar malas mendengar kata-kata bucin itu. "Aku rasa, terlalu cinta juga tidak baik. Kau jadi seperti orang bodoh karena cintamu. Kalau tidak rela melepas kenangan, kenapa harus kau ceraikan?"

"Kau boleh pergi."

Allasca sedang ingin menyendiri, menikmati ketenangan di pulau Pari kepulauan seribu ini. Dan, Nick terus menyerocos di sisinya.

"Telepon aku kalau ada apa-apa." Nick pada akhirnya setuju pergi setelah cukup lama membiarkan Allasca mengsterilkan ranjang.

Nick rasa, Allasca akan baik-baik saja selama sanitizer spray masih menemani pria anti kotor tersebut.

"Kemari lah..." Nick memanggil staf resort sesaat setelah keluar dari kamar 208.

"Baik, ada yang bisa saya bantu?"

Begitu staf pria itu bersiaga membantu. Dua tangan Nick disimpan ke dalam saku celana jeans hitamnya.

"Aku kalian layani boss ku dengan baik. Usahakan jangan ada kuman selama dia di sini. Jangan ada yang kotor atau pemandangan yang buruk. Apa pun yang akan kalian suguhkan padanya, semuanya harus dalam kondisi higienis, paham?"

"Paham, Pak..."

Nick lantas meraih ponsel dan menanyakan akun uang elektronik staf tersebut. Dikirimnya uang tips dengan jumlah yang setara gaji satu bulan pria itu. "Wah, terima kasih, Pak."

Nick terkekeh sambil ngeluyur. "Lakukan servis yang baik, atau tips mu aku ambil lagi."

"Baik Pak. Terima kasih ... Ah, Alhamdulillah. Walaupun muka si Bapak tadi mirip penjajah, tapi hatinya baik juga."

...∆{/+--__--+}∆...

Duduk di kursi pantai depan kolam, Allasca tak tidur semalaman. Matanya yang sayu, bersiap diri untuk menyambut hangat deburan ombak pagi hari Pulau Pari.

Klik.... Ponsel di meja bundar berdenting, seketika mata Allasca memeriksa layar dari gawai pipih tersebut. 📩 (Info terkini.)

Jarang mengirim pesan. Tapi, sekalinya mengirim pesan teks, Alhambra sang adik menambah kehampaan paginya.

📩 (Muzzammil dan Kak Viera akan segera menikah. Mereka sudah sama-sama setuju.)

Mata Allasca meredup bahkan tertutup.

📩 (Jangan bundir, Bang Aa. Tidak lucu kalau Alhambra menjadi satu-satunya pewaris tahta X-meria. Aku tidak mau direpotkan tugas mu, lagi pula aku masih butuh Second Dadd untuk anak-anak lucu ku.)

"Argh!" Allasca mendesah kesal, sial!

Tak bisakah dia tenang sedikit saja? Oh Tuhan, bahkan aroma pantai tak cukup menentramkan hati setelah kiriman berita Alhambra tadi.

Tak pikir panjang, Allasca bangkit dari kursinya, dengan kesal ia keluar dari resort tanpa berpamitan dengan resepsionis.

Setelah ini, Allasca akan langsung datangi hotel berbintang di mana Nick menginap semalam, memang berbeda penginapan, tempat yang Allasca singgahi semalam hanya resort dengan harga terjangkau.

Entah juga, kenapa Pingkan mengajaknya bermalam di tempat kelas biasa. Hari masih pagi, begitu tiba di hotel, Nick dipaksa untuk bangun meski belum begitu siap.

"Bangun, kita pulang!!"

"Ada apa lagi?" Nick bahkan masih hanya mengenakan celana dalam, matanya masih melekat satu sama lain. Dan, Allasca datang-datang mengajaknya pulang.

"Ngopi saja dulu."

"Viera akan menikah. Dan, aku rasa, aku perlu menghadiri pertunangan mereka."

"Menghadiri atau merusak?"

Terserah apa asumsi Nick, yang jelas, Allasca ingin segera pergi dari tempat ini. Dan yah, Allasca selalu mendapatkan yang dia mau, termasuk saat laki-laki itu ingin segera tiba di Jakarta Selatan maka itulah yang terjadi.

Hanya dalam waktu singkat, bersama mobil hitam Allasca dan Nick tiba di kediaman keluarga Rain. Sayangnya, Allasca melupakan sesuatu saat tergesa-gesa pulang, hingga dia harus celingukan ketika meraba-raba saku celananya.

"Nick..."

"Hmm?"

"Aku rasa, dompet ku tertinggal di resort."

Nick menjatuhkan punggung di kap mobil hitam Allasca. "Kau tahu, aku bahkan tidak menyikat gigi ku karena mu. Dan kau bilang dompet mu tertinggal??!!"

"Kita harus kembali." Bila perlu, pesan jasa carter helikopter. Masalahnya, seluruh kartu penting ada di dalam dompet itu.

"Ya Tuhan. Ku pikir melayani Sky Rain dan Alhambra Rain sudah menjadi hal yang paling menjengkelkan. Ternyata, kau lebih menyebalkan dari dua Rain yang lain."

"Berhenti mengeluh dan hubungi carter helikopter sekarang. Setelah ini aku butuh dokter untuk memeriksa alergi ku."

Slogan orang kaya bebas ternyata benar adanya, karena Allasca dan Nick hanya memakan waktu 30 menit saja untuk perjalanan keduanya ke Pulau Pari dan memasuki lobby resort di mana Allasca menginap malam tadi.

"Siang Pak..." Wanita berseragam resepsionis menyambut kedatangan Nick dengan ramah.

"Ada barang kami yang tertinggal. Dompet di kamar 208. Tadi pagi, kami buru-buru."

Lewat telepon, sang resepsionis sempat menanyakan sesuatu pada bagian informasi demi memastikan ada barang yang dititipkan di ruang Lost And Found.

"Oh, baik. Silahkan ke ruang Lost and Found di sebelah sana, Pak, pintu LAF. Bapak tinggal tunjukkan bukti-bukti kepemilikan dan bukti-bukti pesanan resort-nya pada petugas."

"Okay." Nick berjalan lebih dulu, disusul oleh Allasca yang mulai sibuk dengan sanitizer.

Ruangan khusus, terdapat banyak sekali rak-rak tertutup kaca dan terpampang banyak barang-barang yang agaknya milik para customer yang belum diambilnya.

Petugas langsung melayani ketika Nick menunjukan bukti transaksi kamar. "Dompet tertinggal di cottage 208," ucapnya.

"Dengan nama pemesan kamar Nick Bryan dan dompet berisi KTP atas nama Allasca?"

"Yuapz," angguk Nick.

Sang petugas memeriksa kembali kelengkapan data-data pelanggan dan bisa dia pastikan jika kedua Tuan tampan di hadapannya pemilik asli dompet tersebut.

"Silahkan diperiksa kembali."

Nick yang meraih dan memeriksanya. Setelah dia bolak-balik, dia rasa memang tidak ada satupun isi yang hilang. "Boss."

"Tas itu...." Allasca terpaku pada ras merah muda yang cukup familiar dengan ingatan masa lalunya. "Tas itu milik...?"

"Tas itu milik kamar 208 juga, tapi tertulis waktu pemesanan resort-nya di tanggal 12 bulan 12, dua tahun yang lalu," jelas Petugas.